Part 27 (THE END)

3K 152 13
                                    


Sore itu Peat terbangun dengan pusing yang amat sangat. Ia tidak ingat apa yang terakhir ia lakukan, tiba-tiba dirinya sudah berada di tempat tidur kamarnya. Ia melirik ke arah tanggalan yang tergantung di dinding, terlihat angka 25 dibulatkan oleh spidol merah. Saat ia menapakan kakinya di lantai, ia melihat tangan yang menyangga tubuhnya di pinggir tempat tidur melingkar pita merah. Setelah melihat itu satu persatu ingatannya mulai kembali.

Festival sekolahnya, tim biru menang dengan poin yang tipis dengan tim kuning sehingga Zani dan Noeul hampir ribut di tengah lapangan, karena penampilan project sekolahnya, bahkan rasa cola masih mengecap di lidahnya, sampai tangan menariknya memasuki sekolah.

Peat menggelengkan kepala, berharap dapat mengurangi pening yang ia rasakan. Dengan lemas, ia menyeret langkahnya keluar dari kamar.

"Phi Ploy? Pho?" Tidak ada yang menyahut panggilannya. Ini hari sabtu, biasanya ayah dan phinya selalu berada di rumah. Tapi sekarang tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka. Peat berkeliling, namun memang hanya dia seorang yang berada di rumah sekarang. Saat ia memasuki dapur, ia melihat potongan sayuran yang hampir selesai. Itu menjelaskan bahwa, pasti tadi phinya berada di rumah. Dengan. perasaan tidak enak ia berjalan ke ruang tengah, mendudukan diri di sofa usang rumahnya. Tidak biasanya ayah maupun phinya meninggalkan rumah tanpa memberi tahunya terlebih dahulu.

ntuk mengenyahkan segala pikiran buruk yang berputar di kepala, Peat memutuskan untuk mengambil segelas air di dapur. Pada tegukan terakhir, Peat mendengar pintu rumahnya diketuk dengan tidak sabaran.

"Tunggu sebentar!" Ucapnya sambil berjalan ke arah dapur dan meletakan gelas kotor di wastafel.

Pintu rumahnya masih diketuk dengan tidak sabaran, "Iya! Sebentar, sebentar, seben-" Peat menghentikan langkah.

Ketukan di pintu masih terus terdengar. Anehnya, semua kejadian ini terasa seperti terulang. Peat merasa pernah berada dalam situasi ini sebelumnya. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering, padahal baru saja ia minum segelas air dingin tadi.

Setelah berdeham kecil, Peat melanjutkan langkahnya. Ia tidak dapat menahan keterkejutannya ketika melihat pria yang paling ia rindu sampai terasa sesak dan otaknya hanya diisi oleh wajahnya, pria itu terengah dengan peluh yang membasahi wajahnya berada di depan rumah.

"Ikut aku!" Dengan tidak sabaran, Fort menarik tangan Peat keluar.

"Hentikan! phi! Lepaskaaan! Rumahku! Rumahku belum dikunci!" Peat berteriak secara histeris menahan Fort menyeretnya keluar.

Fort mencengkram bahu Peat dengan kuat, sedikit menundukan diri agar dapat bertatapan langsung dengan anak itu. Menatapnya dalam, mengantarkan perasaan cintanya melalui tatapan. Betapa ia sangat bersyukur dengan kehadiran Peat di dunia.

"Dengar, Peat."

Peat mematung. Perasaan teramat lega sampai membuat kakinya seketika lemas, hanya dengan mendengar suara serak nan berat itu kembali memanggil namanya.

"Selamat ulang tahun sayang." Bersamaan dengan melebarnya senyum Fort, tangan Peat ikut menangkup pipi kekasihnya yang semakin tembam dan menempelkan bibirnya ke bibir Fort.

Pria yang akan menginjak usia 30 di beberapa bulan kedepan nanti mengerjapkan matanya tidak percaya. Barulah saat ia menyadari apa yang sedang dilakukan oleh kekasih kecilnya, dengan senang hati ia membalas ciuman Peat. Menjilat bibir bawah anak itu lalu mengigitnya, membuat sang punya membuka bibir dan lidahnya dengan leluasa bermain di dalam mulut Peat.

Ciuman mereka berantakan, penuh dengan ketidak sabaran dan menuntut satu sama lain. Fort dengan sekali gerakan mengangkat tubuh Peat ke gendongannya, yang lebih muda buru-buru melingkarkan kaki di pinggang kekasihnya. Ia mengeluarkan lenguhan tertahan ketika tangan besar Fort meremas bokongnya dengan menggoda.

My kid Babysitter is My LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang