Part 20

1.9K 145 6
                                    


Ia bahkan sudah lupa, bagaimana rasanya marah yang benar-benar membakar hati. Bagaimana matanya terasa panas, tidak dapat berkedip dan bibir yang mengatup rapat dengan berusaha meredam suara gertakan gigi. Ternyata perasaannya tidak salah. Ia merasa ada yang disembunyikan oleh kekasih kecilnya. Ada yang tak beres, yang anak itu berusaha tutupi.

Bagaimana mata indah yang mampu mebangkitkan semangatnya kala pagi menjelang, meredup dengan kantung mata yang menghitam. Mereka yang tidak betah untuk tidak

menatap satu sama lain, kini ada pihak yang menghindari kontak matanya. Seperti takut tertangkap, maka lebih baik menghindar. Meski berusaha tenang, tapi ia tidak bisa tenang. Pikirannya terus berkecamuk, memutar kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Dan bagaimana hatinya berdenyut sakit. Melihat seseorang yang paling diutamakan kebahagiaannya, keselamatannya, keamanannya, terasa begitu jauh. Saat ia tak bisa lagi membaca pancaran mata yang kerap kali mengedip lucu. Bahkan saat ia mendengar namanya dipanggil, nada dingin dan kecewa sangat ketara di telinga.

"phi Fort.." Betapa Fort ingin menyingkirkan seseorang yang berada dekat dengan kekasih kecilnya.

Bersikap seolah melindungi, padahal hanya Fort yang boleh melindungi anak itu. Fort ingin membuat bibir yang tersenyum karena melihat senyuman kekasihnya itu robek, atau kelopak mata yang dengan lancangnya menatap kekasihnya penuh minat itu membiru.

"Ikut aku sekarang.." Peat melawan. Ia berusaha melepaskan genggaman Fort di pergelangan tangannya.

"Lepas."

"Peat!" Boss hanya bisa menatap dengan mulut terbuka adegan di depannya. Pertama, ia takjub melihat Peat secara langsung. Kedua, kenyataan bahwa Peat bekerja di proyek milik Fort, melihat Fort yang seakan tidak peduli sekitar dan menarik kekasihnya begitu saja, masuk ke dalam ruangan yang dijadikan kantor tuan Yut untuk sementara.

Saat Fort menarik dengan paksa Peat sampai mereka berdua menghilang dari pandangan. Barulah Boss bisa menutup bibirnya seperti semula. Ia berdeham, menyuruh tuan Yut untuk membubarkan kerumunan. Para kerumunan pekerja kembali bekerja, mereka terus berbisik-bisik satu sama lain, membicarakan bos mereka dan anak baru yang bekerja di sana.

"Dasar... Fort bodoh. Kenapa dia bisa lepas kendali." Desis Boss sambil melonggarkan dasinya dengan kasar. Boss yakin, masalah ini akan menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut. Dan kalau sampai tercium dengan awak media, habis sudah.

"Sebaiknya aku berbicara dengannya nanti."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pintu tertutup. Hening menyelimuti ruangan kecil yang hanya terisi meja kerja, beberapa sofa panjang dengan meja kecil di tengah-tengahnya, dan perlengkapan kantor seadanya.

Tidak ada yang berniat untuk membuka suara, hanya ada deru napas mereka yang bersahut-sahutan mencampuri bunyi pendingin di pojok ruangan.Peat tak bergeming, ia berdiri sambil menunduk, kekeh tidak mau menatap Fort di hadapannya. Sedang Fort bersandar ke meja kerja belakang tubuhnya, menyilangkan tangannya di depan dada.

"Ini yang kamu bilang kelas tambahan?" Suara berat Fort penuh penekanan. Lama Peat tidak menjawab. Fort terus memperhatikan anak itu menunduk di depan pintu.

My kid Babysitter is My LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang