Chapter 6 : Khilaf (?)

41 4 13
                                    

Jika harus berlama-lama maka Mario yang ingin selamanya menggendong gadis kecil ini di belakang punggungnya. Sembari terus menapaki perlahan tanah di bawah sinar rembulan yang menerangi langkahnya.

Langkah kakinya terhenti saat terasa kepala Hana bergerak menyentuh tengkuk lehernya yang kokoh.

"Ehm, p-ak Hana ingin nikah." Gadis yang ada di gendongan nya mengigau dalam tidur.

Helaan nafas Mario terdengar kasar, sungguh ia bingung harus seperti apa. Jujur saja saat ini yang paling ingin mengikat Hana dalam pertalian yang sah adalah dirinya.

Mario kembali melangkahkan kaki menuju ke asmara kampus untuk mengantarkan Hana yang sejak tadi pulas tertidur.

"Anda Pak Mario Edward?" tanya seorang pengawas asrama putri, seorang wanita yang juga sebagai dosen pengajar di kampus ini.

"Benar Bu, saya ingin mengantarkan tunangan saya masuk ke dalam kamar tidur nya."

Mario sudah menghubungi pihak asmara tiga puluh menit lalu, meminta izin masuk ke dalam asrama untuk membawa Hana ke dalam. Mengingat tidak ada yang bisa untuk menggendong Hana.

"Baiklah, dalam sepuluh menit harus keluar ya Pak?" ujar wanita berkacamata minus ini.

"Baik Bu, terimakasih.'

"Biar saya antar," ujar pengawas asrama putri ini.

Mario masuk ke dalam asrama khusus perempuan di dampingi pengawas asrama putri dari belakang.

Jangan tanya Hana kemana sekarang jiwa nya sudah menyatu dengan karakter favoritnya di alam bawah sadar sana, Sailor moon. Entah kenapa Hana selalu bermimpi mengenai Sailor moon, apakah benar dirinya adalah reinkarnasi gadis berambut kuning itu?.

Disaat Hana menikmati kehidupan lain di alam berbeda, Mario baru saja masuk ke dalam kamar tidur dimana ada dua mahasiswi yang berdiri menyambut pengawas asrama serta sosok yang sudah dua kali mereka temui.

"Ibu minta izin dulu, Pak Mario ingin mengantarkan Sahana Putri ke ranjang nya?" ucap wanita dewasa ini.

Lea dan Mimi menganggukkan kepala, lalu menunjukkan seulas senyum dengan ramah.

Mario berjalan mendekati ranjang tempat Hana biasa berbaring untuk beristirahat, direbahkan dengan hati-hati, lalu melepaskan dengan lembut alas kaki berupa sandal Sailor moon dari kedua tapak kaki gadis ini.

Lea dan Mimi yang menyaksikan seorang laki-laki tengah bersikap begitu romantis, tengah senyum-senyum sendiri. Mereka saling berbisik memuji pujaan hati Sahana Putri.

Hana terlihat mengulum bibirnya, menyesap seperti bayi yang lucu. Mario spontan tersenyum bahagia melihat gadis kesayangan nya begitu menggemaskan. Kalau saja tidak ada orang mungkin bibir nya sudah bergerilya di puncak bibir berbentuk apel milik gadis ini.

Pandangan mata Mario beralih setelah menyelimuti Hana, melihat koper yang masih terbuka dengan kondisi pakaian berantakan.

Helaan nafas nya panjang, tidak mungkin untuk merapikan pakaian Hana sekarang mengingat hari sudah malam dan asrama sudah tutup.

Setelah memastikan Hana tertidur dengan nyaman, Mario pun keluar bersama pengawas asrama.

*

*

"Ah!!!!"

Semua penduduk kamar tidur nomor dua di lantai tiga ini terperanjat bangun mendengarkan teriakan empat oktaf seorang gadis.

Lea mengusap wajahnya dengan kasar, sedangkan Mimi mengerucutkan bibirnya ke bawah.

"Ini kan akhir pekan," gerutu Mimi.

Oh, Hana again !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang