Chapter 8 : Ketahuan

32 5 1
                                    

Kegiatan belajar mengajar masih berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Tapi tidak dengan Mario yang terlihat lelah, tidak bersemangat di dalam kelas saat memberikan penjelasan mengenai materi yang tengah diterangkannya.

"Pak apa hasilnya dua?" tanya seorang siswa perempuan yang baru saja menjulurkan tangan kanannya ke atas.

Mario menghela nafas, lalu menganggukkan kepala.

"Benar sekali," ucapnya, dengan suara lunglai tidak berdaya.

Mario melanjutkan penjelasannya, dirinya harus profesional selayaknya seorang guru yang baik.

Setelah kelas usai, Mario melangkahkan kaki berjalan di koridor sembari sesekali menatap layar ponsel pintar nya. Hana belum juga menghubungi nya, ini sudah hampir dua belas jam tapi gadis itu tidak ada tanda-tanda akan membuat hatinya tenang. Sedangkan Bulan tidak menjawab panggilan Mario sama sekali, entah apa yang terjadi di sana. Yang pasti Mario benar-benar khawatir.

"Selamat siang Pak Mario?" sapa Devan.

Mario mengangguk pelan, lalu berjalan tertunduk lesu.

"Oh, iya!"

Mario berhenti melangkah, lalu berbalik.

"Aku hari ini akan menemui Hana, apa ada yang ingin dititipkan untuk nya?" ujar Devan.

Bola mata Mario membesar, langkah kakinya dengan cepat mendekati Devan.

"Hana tidak boleh dikunjungi, dia sibuk dengan urusan perkuliahan," ujar Mario tegas.

"Benarkah?" ucap Devan, sembari menggaruk tengkuk leher nya.

Mario menatap nyalang pada Devan, benar-benar tidak terima jika laki-laki ini berusaha mendekati Hana. Bukankah sudah jelas, kalau Hana menolaknya tiga bulan lalu.

"Tapi semalam Hana bilang tidak apa-apa," ujar Devan.

Kening Mario bertautan, tidak mengerti maksud Devan. Bukannya nomor Hana tidak aktif sejak semalam.

"Ya sudah aku hubungi Hana lagi," ujar Devan, ia juga tidak ingin Mario terus menghalangi nya menemui gadis itu.

Mario mengerutkan kening, sedikit menaikkan sudut bibirnya, karena ia tahu nomor ponsel Hana sedang tidak aktif.

Devan mendekatkan ponsel nya di telinga kanannya, tanpa diduga ada jawaban. Itu sangat jelas, suara Hana.

"Hana, kakak bolehkan ke sana sekalian bawa makanan?"

"Boleh, bawa yang banyak kak!"

Mario lemas seketika, itu jelas suara kekasihnya, terdengar ceria dan bersemangat sekali.

Setelah panggilan suara diputuskan, Devan menatap Mario dengan penuh percaya diri.

"Lihatkan?" ucap Devan.

Mario bungkam seribu bahasa, berdiri mematung diantara lalu lalang siswa di koridor sekolah.

"Siang pak?" sapa beberapa siswa kepada Mario juga Devan.

"Siang, makan yang banyak di kantin," jawab Devan bersemangat, sedangkan Mario diam saja.

"Pak Mario?!" celetuk Devan.

"Oh iya," jawab Mario, sesaat baru saja tersadar.

"Ada yang ingin dititipkan?" tanya Devan.

"Ti-tidak," jawab Mario gelagapan, lalu berlalu meninggalkan Devan yang masih berdiri.

Sepanjang hari Mario terlihat tidak fokus dengan pekerjaannya saat memeriksa tugas para siswa, pikirannya hanya tertuju pada Hana. Jujur saat ini adalah masa terberat bagi nya, mengingat Hana begitu banyak yang menyukai. Tentu saja selain Hana gadis yang ceria dan cerdas, dia juga sangat cantik dan menggemaskan.

Oh, Hana again !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang