Chapter 22 : Pak Mario Sexy sekali !

59 5 3
                                    

Persoalan mengenai gaun pengantin sudah usai tepat 12 jam sebelum akad nikah yang dilaksanakan di kediaman Ranita esok hari.

Mario sangat frustasi karena hal itu, sebab Hana mogok berbicara, mogok untuk dipakaikan Henna, mogok untuk melakukan ritual pra pernikahan. Gadis itu merajuk dengan sangat hebat, hingga Mario kesulitan tidur dan sibuk bersama Clara yang merupakan pemilik butik untuk memilih gaun yang pas untuk Hana, sesuai dengan ukuran tubuh Hana. Sebanyak enam helai gaun berjenis kebaya yang ditolak Hana, namun dipilihan ke tujuh Hana akhirnya mengangguk suka.

Mario membaringkan tubuhnya di atas ranjang kamar tidur rumah nya. Mereka sudah kembali ke Jakarta kemarin pagi setelah sempat menginap semalam di apartemen baru.

Kepala Mario terasa berdenyut, padahal besok harus mengucapkan Ijab kabul hanya dalam sekali tarikan nafas.

Cekrek!

Seorang wanita tua yang masih terlihat begitu cantik memasuki kamar. Wanita yang sudah menjadi Ibu serta Ayah untuk Naomi dan Mario sejak kecil.

"Nenek?" gumam Mario, lalu bangkit dari atas ranjang.

Sang Nenek berjalan mendekati Mario, kemudian duduk di tepi ranjang tepat di sebelah kiri Mario.

Wanita tua ini tersenyum manis, lalu menggenggam kedua telapak tangan Mario.

"Nenek sangat yakin Mario bisa membimbing Hana menjadi istri yang baik."

Mario mengangguk.

"Kamu harus lebih bersabar menghadapi gadis itu, usianya masih 18 tahun, Hana pasti sangat terkejut harus menikah secepat ini."

Mario menyimpul senyum, semua memang karena dirinya yang cukup memaksa untuk hal itu akan terjadi besok.

"Mario tahu Hana masih belum siap menerima secepat ini, Nek.."

"Namun Mario yakin nantinya keluarga kecil kami akan sangat bahagia, Mario sangat mencintai Hana."

Wanita yang sudah dipenuhi rambut berwarna putih ini menyimpul kedua sudut bibirnya.

"Kamu harus paham cu. Menjadi seorang istri adalah titik balik kehidupan seorang wanita. Harus mengganti prioritas nya dengan patuh terhadap suami, tidak bisa melakukan sesuatu tanpa izin suami, menahan keinginan untuk bisa bertemu dengan sahabat ataupun menyalurkan hobi sebebas dulu."

Mario menatap lekat Nenek yang berbicara begitu lembut.

"Nenek melihat ketakutan di dalam kedua mata Hana. Gadis itu walaupun sangat pemberani di luar namun dirinya butuh sandaran untuk berbagi keluh kesah. Dan kamu sebagai suami harus peka akan hal itu. Tanyakan apa keinginan nya, tanyakan apa yang tidak disukai nya, lalu berdiskusi berdua untuk menemui titik temu."

Wanita yang dipanggil Anindya di saat dirinya masih muda ini kembali tersenyum.

"Memarahi Hana disaat berbuat salah itu tidak lah salah, namun kamu harus menemukan cara yang tepat agar gadis itu tidak berkecil hati."

Mario mengangguk, "Mario paham Nek."

Anindya lalu menerawang ke atas, mengingat kisah masa lalu bersama mendiang sang suami yang sudah tidak ada di dunia ini.

"Kakek kamu sama persis seperti kamu. Pria itu sangat pendiam, namun sangat hangat. Dia selalu berbicara dengan lembut kepada Nenek, tidak berubah bahkan setelah 40 tahun pernikahan kami."

Ada guratan kesedihan yang sangat mendalam di wajah cantik nya yang sudah sedikit mengeriput.

Anindya kembali menatap Mario, menyimpul senyum hangat nya.

Oh, Hana again !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang