Fang

3.1K 141 17
                                    

Fang menangis keras. Air matanya luruh tak berhenti. Jantungnya sakit, seperti diremas sekuat tenaga. Dadanya sesak. Tubuhnya tremor.

Suara abangnya terus berulang di telinganya. Menjadi lagu kesakitan untuk dirinya. Otaknya terus saja bekerja, menayangkan tatapan dingin tak tersentuh milik sang abang.

Fang bersimpuh, tak berdaya.  Kamar kecil itu dipenuhi lukanya hari ini. Luka baru yang tak kalah dalam dan parah.

Fang kesakitan. Fang terluka. Fang kecewa. Fang putus asa. Tidak ada lagi tujuannya untuk hidup.

Api harapan yang selama ini dijaganya, mati bersama rasanya.

Kenapa? Kenapa? KENAPA ?!!

Pertanyaan itu tak pernah ada jawabannya. Menambah aliran yang mengalir deras.

Fang tidak mengerti apapun. Fang tidak tahu apapun. Yang Fang ingat hanya tali persaudaraannya dengan sang abang.

Isakannya ditelan bulat-bulat. Berusaha mengurangi jumlah air yang keluar. Nyatanya tak membuahkan hasil.

Kepalanya berdengung sakit. Tubuhnya bahkan meneriakkan kesakitan batinnya.
Entah berapa lama Fang menangis sampai kegelapan mengambil alih.

Begitu membuka mata, Fang merasa ringan. Dinginnya lantai yang menyelimuti dan rasa linu di sekujur tubuhnya menyambut hari.

Mendudukkan diri, Fang perlahan-lahan berdiri. Tenaganya terkuras, dengan lunglai dirinya berjalan.

Begitu melewati cermin Fang terpaku pada bayangan di depannya.

Hanya satu kata yang terlintas, miris. Rambut ungu acak-acakan, bekas air mata, bengkak disekitar kelopak dan netra yang lebih gelap dari biasanya.

Eh? Apakah memang lebih gelap? Sejak kapan?

Tangan kanannya menelusuri wajah, mengambil bingkai yang menggantung di hidungnya.

Fang mendekat, melihat lebih detail bola mata merah delima yang nyaris hitam.

Berpindah ke bawah, Fang juga baru menyadari. Badannya tak ayal seperti tulang berbalut kulit.

Sejak kapan? Kenapa aku tidak menyadarinya?

Seakan tak cukup air mata semalam, kini indra pengelihatannya itu kembali menumpahkan air.

Tapi ada yang berbeda, Fang tidak merasakan apapun. Kenapa air matanya luruh ketika dirinya tak kenapa-napa?

Kedua lengannya kompak meremas bagian jantung. Lagi-lagi hanya kata kenapa yang terlintas di benaknya.

Pertanyaan yang siapapun tidak bisa menjawabnya.

Mengusap wajah, Fang bergegas ke kamar mandi.

Bertepatan selesai urusannya tadi, Fang mendapat panggilan misi.

Kembali, Fang melihat sosok menyedihkan di depan cermin. Replika itu benar-benar dirinya. Suram.

Menolehkan kepala, Fang melihat jaket miliknya yang sudah lama tak dirinya gunakan.

Entah dorongan darimana, Fang kembali menggunakan itu.

Fang merasa hampa. Hatinya kosong.

Begitu keluar, Fang menatap sosok mirip dirinya dengan versi dewasa dan kharismatik.

Ya, abangnya. Biasanya begitu bertatapan, Fang merasakan aliran darah mengalir begitu cepat ke jantung. Menambah dentuman semangat dan menampilkan senyum cerah untuk sang abang.

Tapi lagi-lagi, perasaan itu tidak ada. Menghilang bak di telan bumi. Fang segera mengalihkan tatapannya dan berjalan, tanpa melirik atau berbalik.

Kini, Fang seperti kertas hitam yang tidak bisa lagi dilukis. Warna lain akan kalah begitu berhadapan dengan gelapnya tinta miliknya.

Fang tidak tau sampai kapan dirinya akan bertahan. Fang tidak memiliki tujuan apalagi harapan. Hanya, Fang ingin semuanya segera berakhir.

Membiarkan dirinya tenggelam dalam kegelapan tak berdasar dan beristirahat dengan tenang.

•••
Untuk KaiFang yang dimana-mana pasti Hurt/Comfort bahkan Angst, jadi pengen ikutaaann🙂

FANG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang