Teman Kelompok

798 65 4
                                    

Tubuhnya gemetar ringan. Tenggorokannya tercekat. Dengan segenap tenaga yang tersisa, Fang menahan luapan emosi itu. Dirinya tak mau menangis karena hal ini.

-g****a: Kerjaan kamu marah-marah doang mau minta nilai gede? Dih, emang yang kerja kamu doang apa?

-f***h: Tijel lu, seberkontribusi apa sih sampe bilang begitu segala, najis banget.

Tepat setelah membaca pesan itu, ledakan terjadi. Fang menangis, tergugu. Terlalu sakit hati atas perlakuan teman-teman sekelompoknya ini.

Fang memang tidak pandai bersosialisasi. Dia tidak pernah memiliki teman lain selain keempat sahabatnya itu. Itu pun mereka maklum dengan segala macam kekurangannya. Dan sialnya adalah dirinya berada dikelas yang berbeda dengan keempatnya.

Yah, yang bisa dirinya lakukan hanya bersikap acuh tak acuh. Sesekali nimbrung obrolan yang membahas tugas. Dia membuat tembok besar nan kokoh agar tidak ada yang bisa masuk. Membuat presensi kehadirannya seminimal mungkin untuk berinteraksi.

Hari itu, tugas datang seperti biasa. Selain tugas mandiri, kelas mereka mendapatkan tugas kelompok yang cukup rumit. Dipilih berdasarkan pengulangan angka dan hasilnya 6 orang dia dapatkan sebagai teman kelompok.

Tapi, entah kesalahan apa yang dilakukannya dimasa lalu, Fang mendapat kelompok yang sangat menyedihkan? Tidak, bukan karena dikelompoknya hanya berisi orang-orang bodoh, tetapi jauh lebih buruk dari itu.

Yaitu, orang-orang yang tidak mau menjadi pemimpin dan menjadikan tugas ini sebagai nomor kesekian.

Sial, bagi dirinya yang selalu ingin cepat selesai mendapat orang-orang lelet yang tidak mau berinisiatif.

Mau tidak mau, Fang keras terhadap mereka. Suaranya yang tidak pernah keluar jika tidak penting-penting amat menjadi alarm yang tiap harinya memperingatkan tugas mereka.

Dirinya tak mau menjadi kepala, tentu itu hal berat yang menurutnya hanya beberapa orang yang mampu mengendalikan anggotanya dengan baik.

Tapi balik lagi, saat dirinya tak jalan mereka bahkan tak mau sekedar menoleh.

Suka tidak suka, Fang harus lapang dada. Menerima ketidak-antusiasan mereka dalam mengerjakan tugas yang sudah dengan senang hati Fang bagi rata.

Bak bekerja sendiri, Fang harus mengisi kekosongan yang tidak mereka pedulikan. Memberi dorongan walau terkesan marah. Memberi semangat walau terkesan terburu-buru.

Tidak pernah sekalipun dalam pikirannya untuk memberatkan teman-temannya itu, tapi Fang harus. Tugas dari mata pelajaran lain terus menumpuk, membuatnya panik karena tugas yang lain pun memiliki tenggat waktu pendek.

Dirinya berakhir menjadi sosok yang tidak pernah dirinya inginkan. Dipaksa keadaan untuk memimpin saat tak tahu harus apa. Membiarkan setengah kewarasannya memikirkan tugas yang entah mereka sadari atau tidak.

Tapi, semua berakhir pahit. Usahanya untuk mengarahkan tidak dianggap. Usahanya untuk mendorong dirasa keras. Usahanya untuk menutupi kesalahan-kesalahan kecil itu dirasa mengejek kerja mereka. Usahanya untuk mengingatkan dianggap memaki.

Saat guru meminta data penilaian kepada teman-teman sekelompoknya agar menilai kerja dan kontribusi teman sekelompoknya, Fang mendapat nilai paling kecil.

Nilai yang bahkan dibawah orang yang tidak mengerjakan apapun. Nilai dibawah orang yang mengundur-ngundur waktu pengerjaan. Nilai dibawah orang yang tidak peduli pada tugas. Nilai dibawah orang yang memandang tugas ini sepele.

Nilainya kalah telak dengan orang yang disukai orang lain. Nilainya kalah dengan orang yang dianggap teman oleh mereka.

Begitu tahu itu yang Fang rasakan hanya sakit hati. Sakit hati atas kebiasan mereka. Sakit hati atas perlakuan tidak adil mereka. Dan sakit yang paling parah adalah saat usahanya untuk melakukan ini itu, mendapat nilai terkecil dari semua anak kelas.

*
Based on real life. Meski ada yang ditambah, dikurangi, diganti. Tapi semoga feel nya dapet? Hehehe.

Komen dong, dari kalian ada gak yang pernah ngalamin kejadian mirip dikit atau mirip banyak begini?

Oke, see u next story. Pay-paaayy~

FANG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang