My You 12

31 7 0
                                    

Sudah satu minggu setelah acara ulang tahun Hana di club tempo hari. Tentu ada yang berubah dari Hana setelah percakapannya dengan Jimin malam itu. Seperti sekarang, wajahnya bertekuk dua sambil merebahkan kepalanya di meja kampus. Yoora yang melihat itu jadi gemas sendiri. Pasalnya dia tidak terbiasa melihat Hana uring-uringan seperti ini. Dia lebih suka mendengar Hana mengumpat atau marah-marah.

"Kau patah hati, atau tidak masturbasi pagi tadi?"
Yoora memusatkan perhatiannya pada Hana yang menatapnya malas saat ini.

"Dua-duanya"
Hana menyahut sarkas dan kembali memejamkan matanya. Dosen sudah keluar lima menit yang lalu, tapi Hana masih enggan beranjak pergi menuju cafetaria, tempat favoritnya. Dan Yoora terjebak disini, dia tidak mungkin membiarkan sahabat mahalnya itu sendiri disini.

"Ku perhatikan kau seperti menghindari Jimin"
Yoora memelankan suaranya karena diruangan ini masih banyak mahasiswa lain yang malas keluar.

"Aku menyerah, dia terlalu tinggi dan jauh"
Hana memutar kepalanya dan menghadap kedepan, menatap dengan malas papan tulis yang masih penuh dengan coretan.

"Wah, tidak ku sangka seorang Choi Hana bisa menyerah"
Yoora bahkan bertepuk tangan untuk pernyataan Hana yang kelewat jujur itu.

"Ck....terserah lah"
Hana bangkit dan menenteng tas kecilnya, niatnya untuk menuju cafetaria sudah penuh, perutnya juga sudah memberi tanda minta di isi.

Yoora ikut bangkit dan mensejajarkan langkahnya disamping Hana. Seperti biasa dia akan ikut makan bersama Hana dan dua guardsman nya. Kesempatan istimewa yang tidak bisa semua mahasiswa dapatkan, yaitu duduk satu meja bersama dua pria tampan dan seksi.

Jungkook dan Taehyung sudah memesan makanan, tapi mereka belum menyentuhnya.
"Jung, telepon Hana, kenapa lama sekali!"

Taehyung gelisah, perutnya sudah teriak minta makan, sedangkan si ratu itu belum menampakkan batang hidungnya. Jungkook mengambil ponsel di sakunya dan berniat menelepon Hana, tapi Taehyung sudah lebih dulu berteriak.
"Hei Queen, ayo cepat!!"

Jungkook memutar kepalanya menuju arah pintu masuk dan mendapati Hana yang sudah berjalan kearahnya bersama Yoora.

Mereka berempat makan dengan tenang, sambil sesekali mengobrol, lebih tepatnya Yoora yang mengajak bicara Jungkook. Sedangkan Hana dan Taehyung sibuk mengunyah makanan nya.

"Kalian tidak sadar atau tidak tau kalau Hana sedang patah hati?"

Yoora bertanya penasaran, karena selama mereka berkumpul tidak ada percakapan yang membahas wajah masam Hana. Padahal mereka berdua orang yang paling dekat dengan Hana.

"Dia menangisi si pendek itu setiap malam"
Taehyung mendengus saat menjawab pertanyaan Yoora. Sejujurnya mereka berdua lelah menasehati sikepala batu itu, dan akhirnya membiarkan Hana menikmati patah hatinya.

"Kalau aku jadi kau, aku akan tetap mengejarnya, walau sudah tau akhirnya akan seperti apa, bukan kah membuat kenangan indah bersama itu  juga penting?"

Yoora bergumam sendiri, tapi kata-katanya sukses membuat tamparan tak kasat mata di pipi Hana. Hana berdiri dengan mendadak, dia menggebrak meja dengan kuat. Dan Yoora yang disampingnya hampir terjungkal kebelakang kalau saja tidak berpegangan di tepian meja.

"Sialan kau, kenapa mengagetkan ku hah?"
Yoora kesal, kalau saja dia tidak kalah cepat, maka sudah dipastikan dia akan menanggung malu seumur hidup saat menjajaki cafetaria ini.

"Aku pergi dulu!"

"Taehyung, habiskan saja makanan ku!"

Hana berlari menuju pintu keluar, sedangkan mereka bertiga hanya bisa diam menatap punggung Hana yang sudah menjauh.

Hana terengah-engah saat berada di depan perpustakaan, mencoba mengatur nafas kemudian merapikan rambut dengan kedua tangannya, serta menurunkan sedikit rok mini yang mulai terangkat karena berlari menuju kesini. Maka dengan anggun dan bersedekap dada Hana memasuki perpustakaan.

Menuju meja pojok, yang selalu ditempati Jimin, Hana menemukan presensi lelaki yang sukses membuatnya tidak selera melakukan apapun.

Jimin sedang sibuk dengan buku tebal, dan memasang airpods ditelinganya. Dia tidak sadar jika Hana sedang mendekat kearahnya.

Baiklah, aku kembali mengejarmu Jimin. Walau aku tau bagaimana akhirnya. Tapi tidak ada salahnya sebelum kau pergi kita membuat kenangan indah bersama.

Hana sudah berada dibelakang Jimin, dia tersenyum sendiri ketika melihat Jimin tidak merasakan kehadirannya. Sedikit menunduk, Hana meniup tengkuknya, kebiasaan baru Hana jika bertemu Jimin di perpustakaan.

Jimin segera menoleh dan mendapati Hana yang tersenyum padanya. Mata sipit yang mengecil ketika tersenyum itu sukses membuat Jimin terpaku. Jantungnya berdebar seperti bertemu polisi yang sedang razia dan dia tidak membawa simnya.

"Hana..!"

Jimin bergumam pelan sambil melepas airpodsnya, pasalnya dia sudah lama tidak berbicara dengan Hana, tepatnya setelah malam itu. Ada kelegaan setelahnya tapi sulit dipungkiri jika ia juga merasa kosong ketika Hana tidak mengganggunya dengan stickey notes itu.

"Hai..!"
Hana menyapa dengan mengangkat sebelah tangannya keudara. Dia senang melihat Jimin sedekat ini. Aroma parfume Jimin sudah menguasai indera penciumannya, dan itu sukses membuat rindunya bertambah-tambah.

"Ada apa...?"

Sialan kenapa aku jadi lembut seperti ini pada Hana.

"Bisa bicara ditempat lain?"
Hana bertanya ragu, pasalnya perpustakaan benar-benar tempat favorit Jimin. Dia takut mengganggu.

Jimin mengangguk, lantas berjalan lebih dulu keluar perpustakaan. Tujuan mereka adalah taman belakang gedung kampus ini.

Setelah duduk dibangku bawah pohon yang lumayan rindang, Hana dan Jimin sepertinya sedang sibuk menata setiap bait percakapan mereka.

"Hana"

"Jimin"

Mereka memanggil nama di waktu yang sama.

"Kau dulu"
Hana bicara cepat, takut jika Jimin tidak mau bicara lagi.

"Tidak, kau dulu. Bukankah kau yang ingin bicara?"
Jimin menggeleng, sejujurnya dia juga penasaran apa yang ingin dibicarakan Hana.

Hana terdiam, mendadak mulutnya kaku tak bisa bicara, padahal biasanya dia lihai sekali merayu Jimin, tapi hari ini sepertinya perlu tenaga ekstra untuk mengucapkan kata.

"Aku tidak akan menyerah..!!"

"Walau aku tau akhirnya kau akan pergi dan melupakanku, aku akan tetap menyukaimu. Jadi, jangan larang aku"

Hana mengucapkannya dengan satu tarikan nafas. Entah kalimatnya dimengerti Jimin atau tidak, yang pasti dia sudah mengatakannya.

Jimin mengerjapkan matanya berkali-kali, dia masih mencerna dengan baik setiap kata yang diucapkan Hana.

"Kau yakin?"
Anehnya hanya itu yang bisa dikatakan Jimin, padahal banyak kata yang berputar didalam otaknya.

Hana mengangguk mantap, kali ini dia sudah mengambil satu keputusan dan dia harus bertanggung jawab dengan itu.

"Hana, aku tidak ingin menyakitimu suatu hari nanti"

Lagi, Jimin masih tidak ingin hubungannya dengan Hana terlalu jauh dan serius. Sejujurnya dia menyukai Hana, siapa yang tidak menyukai wanita cantik dengan pribadi yang menyenangkan seperti Hana. Hanya saja dia sengaja bersikap dingin dan acuh, karena dia tau dia tidak akan berhasil dalam suatu hubungan.

"Kalau begitu, ayo buat kenangan indah, agar nantinya tidak terlalu sakit Jim"

MY YOU ✔️ (AKAN SEGERA DI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang