Jungkook menggeser Hana yang berada diatas tubuhnya, mereka duduk berhadapan diatas ranjang.
"Lusi sekretaris pribadiku, ayah mengirim ku kembali ke Korea bersamanya untuk mengatasi masalah perusahaan yang ada disini"
Hana mendengarkan dengan baik, tapi jawaban Jungkook membuatnya tidak puas sama sekali. Kalau hanya sekretaris kenapa harus minta antar untuk belanja.
"Lusi untuk sementara tinggal dirumah ku, karena dia dari Amerika dia belum hafal bagaimana jalanan Korea, kau pasti paham itu kan?"
Hana menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Oke, baiklah. Sampai situ saja, aku tidak ingin tau lebih lanjut"Jungkook mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Hana.
"Kenapa?"
"Karena aku tidak berhak, kita hanya sahabat kan, aku tidak berhak tahu kehidupan pribadimu"
"Setelah membalas ciumanku kau bilang kita hanya sahabat, apa begini caramu mencampakkan ku huh?"
Hana terdiam, dia pikir Jungkook tidak akan membahas ciuman itu. Tapi karena Hana yang masih kolot, dia hanya menganggap itu hanya sebatas ciuman, tidak berarti mereka menjalin satu hubungan, kecuali kalau Jungkook memintanya dengan resmi.
"Hana, dengarkan aku. Kita bukan remaja lagi, kalau aku mencium mu itu tandanya aku sedang mengatakan kalau aku mencintaimu, dan kalau kau membalasnya itu artinya kau juga mau menjadi kekasihku. Benarkan?"
Jungkook meraih tangan mungil yang dirasanya semakin mungil saja. Sejenak pikirannya melayang, apa Hana makan dengan baik selama ini, apa dia masih makan bersama Taehyung, atau dia masih kesulitan tidur karena insomnia yang kadang datang. Jungkook memikirkan banyak hal tentang Hana bahkan selama kepergiannya. Jungkook pikir itu hanya ia rasa diawal-awal kepergiannya, tapi sudah satu tahun pikiran itu masih ada dan membuatnya kacau setiap hari.
"Tapi....kau tidak bilang mencintaiku"
Jungkook menepuk dahinya.
"Ya tuhan Hana, kau tidak dengar apa yang ku katakan barusan?"Mata Hana menerawang keatas mengingat kembali satu persatu kata yang diucapkan Jungkook satu menit yang lalu.
"Kau bilang itu hanya kalau, itu artinya kau tidak bersungguh-sungguh mengatakannya. Dan bisa saja ciuman itu karena kau mabuk dan tidak sadarkan diri. Karena setelah itu kau tidur dan baru bangun enam jam kemudian"
Jungkook terjungkal ke belakang, dia menatap langit-langit kamar Hana yang semua serba kayu itu.
"Ya aku mabuk, mabuk karena terlalu mencintaimu. Aku pikir satu tahun melarikan diri bisa mengubur perasaanku pada sahabatku sendiri, tapi nyatanya aku salah"
Hana mengerjapkan matanya berkali-kali, jadi selama ini Jungkook pergi karena ingin lari darinya. Sejauh itu hanya untuk mencoba menepis perasaan sendiri. Tidak masuk diakal.
Seketika Hana ingat penyakitnya, dia memandang Jungkook yang masih berbaring telentang menatap langit-langit. Lelaki dihadapannya ini adalah pewaris perusahaan besar, dia anak satu-satunya dengan kekayaan yang luar biasa, dia tampan, pintar, dan seksi. Jungkook bahkan bisa memilih seorang putri dari kerajaan manapun untuk dijadikan isteri.
Tapi lihatlah dirinya, keluarganya berantakan, hidup tanpa seorang ibu dan sekarang penyakit mematikan sedang bersemayam dalam tubuhnya, yang bahkan dokter sendiri tidak bisa memprediksi dengan pasti kapan dia bisa sembuh, semua tergantung dengan semangat hidupnya.
"Kook"
Jungkook menoleh menatap Hana dengan sendu, dia kembali bangun dan duduk berhadapan dengan Hana. Tangannya terulur membelai pipi Hana yang semakin tirus dimatanya. Padahal dia menyukai pipi gembil yang sering dia cubit dulu.
"Aku masih mencintai Jimin, dan dia berjanji akan datang padaku dan membawaku"
Jungkook menegang, tangannya yang semula berada di pipi Hana tersentak dengan cepat. Kalimat Hana membuat sebuah setruman dihatinya, sakit dan pedih jadi satu. Baru saja dia bertekad memperjuangkan perasaannya, tapi hari ini semuanya patah dan hancur.
"Kau bohong"
Hana memejamkan matanya, dia memang berbohong. Bahkan saat ini hanya Jungkook yang menguasai hati dan pikirannya. Tapi dia perlu kebohongan ini untuk kehidupan Jungkook. Hana tidak ingin merepotkan Jungkook mengurus wanita penyakitan sepertinya disaat dia bisa mengembangkan beberapa perusahaan dan menaklukkan dunia ditangannya.
Hana tidak ingin egois, dia sadar tidak ada masa depan cerah untuknya, dia hanya akan mencoba bertahan hidup semampunya, tapi untuk bahagia dan bahkan memiliki seorang lelaki luar biasa seperti Jungkook itu tidak akan pernah ada dalam jalan hidupnya.
"Aku tidak berbohong, kau tau sendiri bagaimana tergila-gilanya aku pada Jimin"
"Lalu kenapa kau membalas ciumanku?"
"Karena aku sudah lama tidak berciuman, kebetulan kau datang malam itu dan kita juga baru bertemu, tentu aku merindukanmu, dan terjadi lah ciuman itu"
Jungkook tidak percaya dengan apa yang didengarnya, kebetulan katanya. Bagaimana bisa Hana mengatakan itu ketika dia dengan gamblang dan terbuka mengatakan kalau Jungkook sangat mencintai Hana.
"Baiklah, kebetulan katamu. Kalau sekarang aku menyetubuhimu apa kau juga akan bilang ini semua kebetulan dan karena kau sudah lama tidak melakukannya bersama Jimin?"
Hana tercekat, tidak mungkin Jungkook ingin melakukan itu padanya. Selama ini dia sudah menjaga Hana agar tidak sampai menyerahkan mahkotanya pada sembarangan orang. Tapi apa yang baru dikatakannya membuat Hana takut.
"Jangan gila Jungkook, aku akan marah padamu kalau kau melakukannya"
Jungkook menangkap ketakutan dimata Hana. Tidak, bukan seperti itu yang dimaksud Jungkook. Dia tidak ingin membuat Hana takut padanya, tapi dia sangat kesal mendengar kalau Hana hanya menganggapnya sebuah kebetulan dan bisa dibilang pelarian juga.
"Aku kecewa padamu Hana"
Jungkook menyambar jaket hitam diatas bangku rias Hana dan keluar dari kamar itu. Dia ingin pergi, terlalu lama berada dikamar itu mungkin akan menambah kekacauan lagi. Sudah cukup hatinya sakit mendengar kalimat yang Hana ucapkan, dia harus menyelematkan mentalnya terlebih dahulu sebelum memutuskan ingin melanjutkan perjuangan ini atau berhenti.
Hana menatap kepergian Jungkook dengan sendu.
"Ya seperti itu, tinggalkan aku dan jangan kembali padaku Kook. Suatu saat kau akan berterima kasih padaku karena aku sudah membuatmu kacau hari ini"
_____________________________________
Jungkook menelepon ahjussi Kim dan meminta seseorang menjemputnya. Dia sudah memutuskan untuk kembali ke Seoul. Untuk urusannya dengan Hana biar nanti saja dipikirkan, otaknya masih kacau. Tidak mampu bekerja dengan baik.
Selama empat jam perjalanan dari Busan ke Seoul, Jungkook hanya diam dan menatap jalanan lewat jendela disampingnya. Ahjussi Kim yang menjemputnya merasakan keanehan, padahal sebelumnya tuan mudanya itu sangat ingin bertemu Hana. Tapi setelah bertemu kenapa wajahnya muram sekali.
"Anda bertengkar dengan nona Hana?"
Jungkook melirik kearah spion dan menatap ahjussi kim yang sedang menunggu jawabannya.
"Entahlah apa bisa disebut bertengkar"
Jungkook menghela nafasnya, dia tidak sedang menangis tapi entah kenapa hatinya terasa sangat sesak."Nona Hana memang susah ditebak, Anda hanya perlu sedikit bersabar seperti biasanya kan?"
Jungkook berdecak mendengarnya, ahjussi kim pasti mengira hubungannya dengan Hana masih sama seperti dulu. Ketika Hana merajuk maka Jungkook hanya perlu bersabar dan Hana akan kembali datang padanya seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Tapi kali ini berbeda. Jungkook yang meninggalkan Hana, dia bahkan ragu apa bisa kembali dan seolah tidak terjadi apa-apa seperti yang sering Hana lakukan.
"Kali ini aku yang merajuk ahjussi, apa menurutmu aku harus kembali padanya dan seolah tidak terjadi apa-apa? Apa Hana bisa menerimaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY YOU ✔️ (AKAN SEGERA DI REVISI)
RomanceTidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan, itu hanya mitos. Terlebih laki-laki itu adalah Jungkook dan Taehyung. Dua pria yang sempurna dari fisik dan kehidupan. Namun sayangnya perempuan yang beruntung itu menyukai orang lain. Choi Hana...