Selamat Membaca
Maaf kalau masih ada typo
Vote dulu🔥
___Suasana rumah yang sudah terang karena lampu-lampu yang telah menyala membuat Nabila dan Ayu terkejut. Padahal tadi sebelum berangkat ke pengajian mereka tidak menyalakan lampu rumah, hanya lampu luar yang menyala secara otomatis.
Dengan berjalan lebih cepat, mereka masuk ke dalam rumah. Ayu menghela napas lega ketika melihat Adam yang ada di rumah bukan maling. Sedangkan Nabila semakin terkejut melihat suaminya sudah pulang.
Keduanya terkejut ketika melihat Adam tengah duduk di ruang tamu dengan pandangan lurus ke depan. Terlihat sedang melamun.
"Assalamu'alaikum," ucapan Nabila dan Ayu serentak.
Adam yang sedari tadi tidak menyadari kehadiran dan Ayu, karena sibuk dengan pikirannya, menatap mereka tak kalah terkejutnya. Namun ia buru-buru menyembunyikannya. Menormalkan ekspresinya kembali menjadi seperti biasa.
"Waalaikumsalam. Kalian dari mana?" Tersirat rasa khawatir dalam ucapan nya.
"Kami habis ikut pengajian," jelas Nabila ketika Adam terus menatapnya.
"Pak, buk Saya izin masuk ke kamar duluan ya," pamit Ayu. Kemudian meninggalkan mereka berdua. Setelah melihat Adam mengangguk.
"Kenapa kamu nggak bawa handphone?"
"Maaf mas. Aku lupa." Nabila semakin menunduk ketika mendengar nada bicara Adam yang terkesan dingin. Dia tidak berani menatap Adam.
Adam lagi-lagi membuang napasnya kasar. Berusaha memendam emosinya karena terlalu khawatir. Siapa yang tidak khawatir ketika dirinya pulang ke rumah, sedangkan keadaan rumah sedang sepi dan gelap. Apalagi Nabila tidak menjawab panggilan telepon nya karena ternyata telponnya ada di kamar Nabila sendiri.
"Duduk dulu," titahnya dan langsung dituruti Nabila.
Nabila duduk di samping Adam dengan tatapan menunduk karena merasa bersalah sekaligus takut. Apalagi ketika nasihat-nasihat waktu pengajian terulang lagi dalam pikirannya.
"Lihat saya Nabila, jangan nunduk. Saya tidak marah," ucap Adam berusaha tetap sabar.
Nabila menggeleng.
Adam meraih tangan Nabila yang sedari tadi mengepal di pahanya, menggenggamnya kemudian diusapnya lembut.
"Saya khawatir. Saya takut kamu kenapa-napa. Kamu tidak menjawab telpon saya. Ayu juga tidak membalas pesan saya."
Nabila diam tidak menjawab, membuat Adam semakin bingung di tempatnya. Dan semakin merasa khawatir. "Kenapa?" tanyanya lirih.
Kemudian Nabila berani menatap Adam. Matanya berkaca-kaca. "Mas, maafin Aku. Selama ini Aku tidak menjadi istri yang baik buat kamu. Hiks."
Tanpa sadar Nabila menangis, hal yang membuat Adam kelabakan. Buru-buru Adam menghapus air mata yang menetes di pipi Nabila menggunakan ibu jarinya.
"Aku, sudah menjadi istri yang salah."
Adam hanya diam mendengarkan sesekali mengusap air mata Nabila. "sebelumnya Aku nggak pernah membantah, Aku selalu nerima Apapun yang telah Allah takdir kan untukku. Aku selalu berusaha kejar semua yang ku mau. Tapi pernikahan ini tidak bisa ku terima seperti biasanya padahal ini bukan musibah besar seperti saat Aku kehilangan kedua orang tuaku waktu kecil. Hikss."
"Mas maaf."
Adam menarik Nabila kedalam pelukan nya. Membuat tangisan Nabila semakin menjadi. Adam hanya mengusap punggung Nabila lembut berusaha menenangkan nya.
"Udah?" tanya Adam ketika Nabila melepaskan diri dari pelukan nya.
"Iya." Ucapnya serak karena baru menangis.
"Saya boleh bicara?"
Nabila mengangguk.
"Saya tidak tau apa yang terjadi ketika kamu ikut pengajian. Tapi kamu harus tau, saya tidak marah sedikitpun kepada kamu. Dengan kamu menjadi istri saya, berada di sini di dekat saya sudah membuat saya bersyukur. Meskipun saya nggak bisa paksa kamu terima pernikahan ini, tapi saya tidak bisa melepas kamu sampai kapanpun. Maaf kalo saya terdengar egois, saya tidak mau berpisah dengan kamu Nabila."
"Mass..." Air mata Nabila kembali menetes. "Kenapa?"
"Karena saya sayang sama kamu. Saya takut kehilangan kamu."
"Kenapa bisa? padahal Kamu selalu Nampak gak peduli sama Aku."
"Sebelum pernikahan ini terjadi saya selalu berdoa sama Allah, saya minta kepadanya. Saya ingin berumah tangga saya inggin punya seseorang yang bisa saya ajak menua bersama. Siapapun perempuan yang Allah kasih ke saya, saya akan terima semuanya. Baik itu kekurangannya, kelebihannya, apapun saya terima. Dan lebih hebatnya Nabila, saya sudah mencintai calon istri saya meskipun saya belum tau dia siapa. Karena saya sudah siap."
Untuk pertamakalinya Adam berucap panjang lebar dengan teramat tulus. Membuat Nabila langsung berhamburan ke pelukannya. Memeluk Adam dengan erat tanpa rasa canggung sedikitpun, menyembunyikan tangisnya di dada suaminya. Adam membalasnya mengusap bahu Nabila, Seraya mencium pucuk kepala Nabila lembut.
"Untuk ekspresi datar saya yang kamu maksud, kayaknya tidak bisa saya ubah. Itu udah bawaan lahir, Maaf kalo tatapan saya nyakitin kamu, maaf kalo saya kaku. Saya tidak tau cara mendekati kamu. Soalnya saya belum pernah deketin wanita."
"Mas, belum menerima pernikahan ini bukan berarti Aku mau pisah. Aku cuma belum bisa relain mimpi-mimpi Aku. Tapi mulai sekarang aku mau belajar menjadi istri yang baik buat Mas Adam."
"Terimakasih ya," ucap Adam tulus, lalu kembali mengecup pucuk kepala Nabila yang masih bersandar pada dadanya.
"Besok-besok Mas Adam harus banyak senyum ke Aku, jangan dingin. Masa Aku baru lihat mas Adam senyum dua kali doang."
"Haha, " Tiba-tiba saja Adam tertawa. Membuat Nabila tertegun mendengar nya. Bukan itu bukan tawa yang di buat-buat, itu tawa alami suaminya.
"Haha.. Masa sih, padahal saya sering senyum loh ke kamu."
"Sering apaan, nggak ya." Nabila mencubit pinggang Adam, lantas Adam mengaduh dan kembali tertawa. Sungguh Adam merasa sangat-sangat senang kali ini.
"Terus jangan kaku lagi kalo ngomong ke Aku."
Adam mengangguk, dan lagi-lagi mencium pucuk kepala Nabila. "Rambut kamu halus, wangi."
"Mas."
"Hemm." Adam masih sibuk mencium wangi lebut yang keluar dari rambut panjang dan halus milik Nabila.
"Besok kamu sibuk nggak?" tanya Nabila.
"Nggak."
"Anterin Aku beli kerudung ya, Aku mau berhijab."
MashaAllah, beneran?"
"Iyaa lah. Cukup selama ini aku berdosa."
"Iya saya temenin."
"Katanya nggak akan kaku lagi." Nabila mendengus melepaskan pelukan nya. Wajahnya cemberut tetapi tidak bisa menghilangkan rona merah yang menyembur di pipinya.
Adam tersenyum menatap Nabila, senyuman paling tulus sekaligus paling manis yang pernah Nabila lihat.
"Iya besok ditemenin. Sini peluk lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCEPT THE FACT
Spiritüel*Maaf kalo ada typo!! "Kita sebagai manusia bisa menyusun rencana sedemikian rapih, berjuang sebagai mana kita bisa. Tetapi, kita tidak bisa menghindar sebagai mana takdir yang sudah Allah tetapkan kepada kita." Nabila Aswah Putri punya mimpi ingin...