sebelas

134 19 2
                                    

Tetesan air lagi dan lagi kembali menggenangi mata Karin yang memerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetesan air lagi dan lagi kembali menggenangi mata Karin yang memerah. Entah sudah berapa lama ia menangis sendirian didalam toilet umum milik perpustakaan kota.

Ini bukan saatnya untuk pulang, Karin sudah tak tahu lagi apa yang harus ia katakan pada Mama tentang berantakannya hubungan ia dan Nathan saat ini.

Nathan adalah satu-satunya laki-laki yang Mama anggap sebagai anaknya sendiri. Selain itu, Nathan juga dekat dengan Papa, pria dingin yang sulit untuk dijangkau oleh orang-orang diluar sana.

Selama menjalin kasih bersama Nathan, Karin tak pernah menerima masalah serumit ini, kalaupun Nathan tengah merajuk pada dirinya, pria yang terpaut usia lima bulan lebih tua darinya itu tak pernah marah selama itu.

Ini adalah satu rekor paling menyakitkan yang pernah Karin terima, dan segalan permasalahan Karin berasal dari Yoel, si sosok tetangga yang paling tak tahu diri.

Karin mengusap air mata, membuka pintu dan berjalan kearah wastafel untuk membasuh wajah. Matanya memerah, kentara sekali bahwa ia habis menangis meraung kesakitan.

Sial, matanya bukan hanya sekedar memerah namun juga membengkak. Kendati demikian, Karin juga tak bisa berdiam diri lebih lama lagi disini. Ini sudah hampir jam lima sore dan Mama tak pernah membiarkan Karin ada diluar rumah melebihi jam enam sore, kecuali memang Karin tengah ada agenda dikampus.

Wanita yang paling Karin sayangi itu akan terus menghubunginya dan mengirimkan banyak pesan sampai Karin pulang selamat tanpa ada luka.

Selepas mengeringkan wajah, Karin beranjak dari gedung tersebut, ia melangkah sampai pinggir jalan dan menghentikan taksi yang secara kebetulan lewat disana. Tidak mungkin juga Karin naik kendaraan umum yang dipenuhi banyak penumpang dengan wajah sembab.

"Ke Perumahan Mawar ya Pak." Karin memberitahukan lokasi tempat tinggalnya, ia duduk dikursi belakang dan menyandarkan punggung dengan kepala berdengung.

"Mbaknya baik-baik saja?" Pria yang Karin taksir berusia sekitar empat puluh itu bertanya.

"Saya lagi patah hati Pak." Jawab Karin lirih.

Pengemudi taksi tersebut melirik kaca spion untuk melihat Karin. "Diputusin pacarnya Mbak?"

Karin balas menggeleng. "Bapak saya lagi patah hati, tolong mengerti ya Pak." Ucap Karin berusaha ramah meski dalam hati ia menyimpan kedongkolan karena supir tersebut.

Ia benar-benar tidak dalam mood yang baik-baik saja, hatinya begitu sakit mendengar penolakan Nathan yang begitu kentara. Nathan tak pernah seperti ini sebelumnya, apapun yang Karin mau, sebisa mungkin pria itu akan kabulkan bagaimanapun caranya.

Ini satu hal yang paling tidak bisa Karin terima.

Sekitar delapan belas menit setelah percakapan itu, Karin tiba digerbang kompleks. Ia lantas memberi petunjuk pada sang supir, masih dengan netra yang mengeluarkan air mata.

Just the Two of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang