"Gimana penampilan gue, baguskan?"
Karin menghela nafas, bosan dengan pertanyaan Gisella yang itu-itu saja. "Bagus sayang, kita cuma foto studio doang bukan keacara nikahan."
"Kan buat kenangan Rin harus tampil cantiklah."
Kepala Karin mengangguk-angguk, ia bangkit dari duduknya berniat menggandeng Gisella untuk ia bawa pergi ke parkiran kampus.
Beberapa menit yang lalu, teman-temannya telah beranjak pergi dengan kendaraan masing-masing. Setelah berdiskusi hebat hampir satu minggu lamanya, teman-teman Karin dan Gisella menyepakati untuk foto studio bersama.
Ini adalah foto studio pertama mereka setelah hampir dua tahun ada dalam satu kelas yang sama.
Diskusi satu minggu itu diisi dengan berbagai pertanyaan yang menanyakan tentang kesanggupan dan kekosongan hari dari satu persatu teman-temannya yang super sibuk itu.
Maka Karin adalah salah satu orang yang perannya hanya mengangguk-angguk saja, terserah apa yang mereka inginkan, Karin tak ingin mengambil pusing, sebab hari-harinya berjalan sangat buruk sekarang, seakan tak ada kata semangat didalamnya.
Sibuk berjalan bersama dikoridor kampus, Karin dibuat terkejut kala pundaknya ditepuk oleh seseorang dari belakang. Ia lantas berbalik, penasaran dengan siapa yang berani menepuk pundaknya tanpa memanggil nama.
"Boleh gue numpang sama kalian?"
Gisella melakukan hal yang sama, ketika dirasa Karin tiba-tiba membalikkan badan dan keduanya dapati kehadiran Yoel disana.
Karin sontak melirik kearah Gisella, saling bertatapan dengan Gisella yang bertanya lewat isyarat mata.
"Kenapa? lo gak bawa kendaraan?" tanya Gisella setelah melempar tatapan pada Karin.
"Engga, mobil gue lagi ada masalah." jawab Yoel.
Ada yang janggal, Karin merasakan itu. Ia menurunkan bahu, tak bisa berbuat apa-apa jika pada kenyataannya kendaraan itu bukan miliknya.
Gisella merasa tertekan, ia ada diposisi tak nyaman, menolak dan meninggalkan Yoel dengan wajah mengenaskan atau membiarkan Karin merasa canggung karena harus kembali berdekatan dengan pemuda yang sudah mengacaukan hidup gadis itu.
Lantas Gisella melirik ke arah Karin, memberi isyarat untuk meminta persetujuan gadis itu agar ia tak merasa linglung.
Karin mengedikkan bahu, ia kemudian berbalik pergi tanpa menatap Yoel dan Gisella yang menunggu jawabannya.
Disela-sela keraguan Gisella, Karin tiba-tiba berteriak kala jarak antara dirinya dengan sang pemilik mata cantik itu sudah sejauh 10 meter.
"Terserah lo aja Sel."
Gisella menghela nafas, ia menoleh dan menatap Yoel penuh hardikan. "Gue izinin lo numpang, tapi awas aja kalo sampai lo cari gara-gara sama Karin, gue patahin tangan lo!" Ancam Gisella seraya berbalik dan meninggalkan Yoel guna mengejar Karin yang telah mencapai ujung koridor dari gedung ini.
"Lo beneran gapapa kan gue izinin tuh orang numpang ke kita? lagian mukanya tuh selalu bikin orang kasihan sama dia."
Karin terkekeh mendengar penuturan Gisella. "Kenapa lo minta izin sama gue? kan yang punya kendaraannya juga lo."
"Gue itu orangnya pengertian ya, gue gak mau lo gak nyaman!" Ujar Gisella dengan tangan yang membuka pintu mobil dan naik kesana disusul oleh sahabatnya.
"Woy! Lo kalo jalan jangan lelet dong, ini kita keburu ketinggalan!"
Karin memelotot kala Gisella berteriak dengan tangan saling menumpu dikaca yang sudah terbuka lebar. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala, bagaimana sahabatnya yang satu ini teriak kencang tak tahu malu.
Lantas Karin melihat Yoel melangkah tergesa, ia melirik dan memperhatikan pemuda itu dari spion mobil tanpa ekspresi.
"Lo jadi cowok lelet banget, bikin gue emosi terus!" marah Gisella.
Yoel tampak enggan menjawab, pemuda dengan kemeja putih itu diam tanpa ada niatan untuk membalas kekesalan Gisella sedikitpun.
Mobil berplat tersebut kemudian melaju membelah keramaian setelah Yoel masuk, keheningan menyelimut sesaat setelah mobil yang Gisella kemudikan mulai menyambangi kawasan pusat ditengah ibukota.
Kecanggungan tiba-tiba merebak ketika Karin dengan rasa penasarannya yang tinggi melirik Yoel dari kaca spion atas. Entah ini hanya sekedar perasaan Karin atau memang benar adanya, Yoel juga sesekali melabuhkan tatapan padanya.
Tatapan yang mampu membuat Karin diam tak berkutik sendiri. Tolong ingatkan Karin bahwa ini salah, karena nafasnya kian mencekat tak seperti biasanya.
Karin memalingkan wajah kearah jendela, rasanya benar-benar tak nyaman dengan keberadaan Yoel disini.
Selama perjalanan berlangsung, kecanggungan terus mendera sampai ketiganya sampai disebuah mall dikawasan ibukota.
Kendaraan yang mereka tumpangi melaju pelan menuju basement sekitar hampir lima menit lamanya. Gisella kemudian memarkirkan kendaraannya tanpa meminta persetujuan.
Hal yang kemudian Karin lakukan setelah gadis disampingnya mematikan mesin adalah keluar tanpa menunggu Gisella ataupun Yoel.
Karin merapikan pakaiannya sendiri, badannya menghadap selatan demi menghindari Yoel yang membuat hatinya kian berantakan.
"Rin, ayo! yang lain udah pada nunggu." Interupsi Gisella yang melihat Karin terus sibuk dengan pakaiannya sendiri.
Lantas Kalin berbalik, melangkah menghampiri sang sahabat dan menggandeng lengan Gisella tanpa sedikitpun menoleh ke arah Yoel.
Yoel memilih mengikuti gadis-gadis didepannya. Terus melangkah tanpa ada sedikitpun niatan untuk menyamai langkah dua gadis yang sama sekali tak dekat dengannya.
Studio itu berada tepat dilantai dua, kala mereka sudah sampai dilantai tersebut, tanpa menunggu waktu ketiganya segera masuk kearea tersebut enggan mengulur waktu dan mengundang kekesalan yang lain.
Mereka semua sudah berjajar rapi, mungkin Karin, Gisella dan Yoel adalah orang terakhir yang datang sehingga banyak perhatian yang datang ke arah mereka.
"Langsung gabung aja." Suara Ambar mengalun lembut, Karin lantas menuntun Gisella agar mengikutinya berbaris disisi paling kiri.
"Gue mau ditengah!"
Karin tak menjawab, ia menuruti kemauan Gisella dan memposisikan diri tepat disamping gadis itu.
Senyuman menjadi pose pertama yang Karin perlihatkan kedepan, ia khidmat mengikuti arahan dari photograper didepan, tanpa menghiraukan Yoel yang berdiri menatap belakang kepalanya.
Entah bisikan dari siapa, Yoel dengan berani mendaratkan telapak tangan dibahu Karin ketika seseorang dari bawah menyuruh mereka untuk bergaya bebas.
Yoel tak tahu apa yang ada dipikiran Karin, karena gadis itu hanya diam, membiarkan tangannya melabuh nyaman disana.
Hi guys, update lagi hihi, jangan lupa tinggalin jejak yaa, biar aku semangat updatenya, next time aku bakal double update kalo makin rame hihi.
Sampai jumpa kembali, aku bakal balik secepatnyaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just the Two of Us
Teen FictionYoel selalu merasa iri akan kehidupan Karin yang terlihat bahagia. Tetangganya itu memiliki keluarga yang harmonis, kekayaan yang melimpah, pertemanan yang luas dan kisah cinta yang nyaris membuat semua orang merasa cemburu. Entah kenapa Yoel membe...