Pagi selanjutnya, Yoel menjalaninya dengan penuh semangat. Jatuh cinta ternyata membuatnya gila, ia tak bisa lagi menyembunyikan perasaan itu semakin tenggelam hingga nyaris tak terlihat dipermukaan.
Meski Ayah kadangkala mengusik ketenangan, Yoel tak mempermasalahkan itu semua toh nyatanya ada yang lebih membuatnya hatinya berbunga sekarang.
Seperti pagi ini, Yoel berusaha membuat sandwich untuk ia berikan kepada Karin. Yoel tahu harusnya pihak wanita yang menyiapkan ini semua, tapi demi menarik perhatian Karin, Yoel bersumpah akan melakukan apapun demi bisa menarik semua atensi Karin agar melirik kearah dia sepenuhnya.
Tiga hari yang lalu, Ayah memang sempat pulang untuk sekedar melihat kondisi Yoel serta menanyakan bagaimana kuliahnya. Kemudian pria yang sudah menginjakan usia hampir lima puluh itu, pergi lagi dan sampai saat ini belum kembali.
Biarlah, setidaknya Yoel bisa bernafas tenang dan pipinya tak akan menjadi sasaran.
Setelah menyimpan sandwich tersebut kedalam kotak makanan, Yoel membawa benda berisi roti tersebut kedalam genggaman. Ia melangkah kedepan dengan tas tersampir dipundaknya seperti biasa.
Udara hari ini begitu menyejukkan, sesejuk saat Yoel melihat pemandangan indah Karin yang mampu membuat semangatnya bangkit saat itu juga.
"Hai Rin, berangkat bareng gak?" Penawaran tersebut tak lagi diiringi oleh nada ragu seperti hari-hari sebelumnya. Karin berubah sekarang, dan itu membuat Yoel senang bukan main.
"Boleh, lo gak gue repotin kan?"
"Gak Rin, lagian gue seneng dimobil nanti gak kesepian."
Sosok Karin semakin mendekat kearahnya, selepas mengunci pintu rumah, Yoel ikut mendekat kearah Karin dan menyerahkan sandwich yang sudah ia buat tadi.
"Apa nih?" tanya Karin terkejut dengan kotak makan pemberian dari Yoel.
"Sandwich buat lo."
"Lo gak becanda kan?" Karin bertanya lagi tak percaya.
Sembari membukakan pintu untuk Karin, Yoel menjawab "Enggak lah, makan Rin, gue udah capek-capek buat dari jam enam pagi."
Karin lalu menatap Yoel penuh selidik. "Lo gak ada maksud apa-apa kan?"
"Maksud apa-apa tuh yang kayak gimana Rin?"
"Maksudnya lo mau ngeracunin gue."
Yoel lantas menggeleng, ia mengabaikan Karin sejenak dan membuka pintu kemudi tepat disamping Karin. "Makan aja Rin, gue gak setega itu buat ngeracunin lo."
"Beneran nih?" Karin masih bertanya penuh selidik, setelah ia membuka kotak yang tertutup itu, matanya berbinar kala ia lihat sandwich yang tersaji didepan matanya begitu menggiurkan, Karin tak sabar untuk mencicipinya sekarang. "Cantik banget sandwichnya, lo udah biasa bikin ini ya?"
"Iya." jawab Yoel singkat. "Makan Rin jangan diliatin terus."
"Makasih ya, gue makan." Karin segera mengarahkan sandwich itu kemulutnya lalu ia gigit sedikit. Selama hampir tiga detik Karin meresapi rasa, hingga netranya berbinar kembali. "Enak loh Yo."
Yoel tak bisa mengelak untuk tersenyum melihat raut bahagia dari Karin. Tak ingin kepedean, ia meminta Karin untuk jujur apa adanya terhadap sandwich yang tadi ia buat didalam rumah. "Jangan bohong Rin, jujur aja."
"Ya Tuhan, lo gak liat raut wajah gue yang serius?"
"Takutnya lo ngerasa gak enak hati dan milih muji gue padahal makanannya gak enak."
"Gue harus gimana biar lo percaya bahwa makanan ini enak?"
"Nari ditengah jalan coba."
Karin mendelik sebal, ia beralih mencubit pinggang Yoel kesal dengan jawaban pemuda itu. "Gila ya lo!"
"Sakit, Karin." Yoel mengaduh, Karin mencebik merasa puas atas rasa sakit yang ia berikan pada lelaki disampingnya.
Memilih membiarkan Yoel, Karin kembali menggigit hingga sandwichnya habis tak bersisa, ia mengelap mulut menggunakan tisu dan meneguk hampir setengah botol air mineral yang baru saja diberikan Yoel padanya.
Sambil menyusuri jalanan Raya, Yoel melirik dan bertanya. "Cowok lo pernah buat yang kayak gini?"
Karin tiba-tiba terhenyak atas pertanyaan Yoel, ngomong-ngomong tentang Nathan ia sudah tak tahu lagi kemana arahnya hubungan diantara mereka. "Enggak, gue yang buatin makanan buat dia."
Apakah Yoel merasa iri setelah mendengar jawab Karin? Maka jawabannya adalah iya, rasa cemburu secara bersamaan datang menyergap, Yoel berusaha terlihat biasa saja meski pada kenyataannya ia ingin berteriak habis-habisan. "Beruntung banget cowok lo."
Karin menoleh, "kenapa lo mau gue buatin?"
"Kalo lo gak ikhlas, gak usah, gue bisa masak sendiri kok."
"Dih belum aja lo ngerasain masakan gue sama Mama."
Penasaran, Yoel kembali melirik Karin sejenak. "Gimana?"
"Gimana apanya?"
"Gimana masakan lo?"
Karin meluruskan pandangan, tangannya saling bertempu untuk merilekskan seluruh badannya. "Ya gitu, kenapa, lo mau nyobain?"
"Emang lo mau masak buat gue?" tanya Yoel.
"Ya kenapa enggak? lo nya mau apa enggak?"
"Ya gue mau-mau aja, makanan gratis siapa yang gak mau coba?"
Senyuman Karin berikan, ia memperhatikan Yoel yang sedang mengemudikan kendaraannya dari arah samping. Mana mungkin ia terpesona dengan sosok lelaki disampingnya bukan?
Mengalihkan perhatian, Karin beralih memainkan casing handphone demi meredakan perasaan yang tiba-tiba membuncah dalam dada. Tidak, ia tidak seharusnya terpesona pada Yoel.
"Gimana Rin?" Yoel bertanya sekali lagi.
"Ya udah nanti malem lo kerumah gue, biar gue buktiin rasa masakan gue sampe lo ketagihan buat nyoba lagi dan lagi."
Ditunggu vote dan komennya guys^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Just the Two of Us
Teen FictionYoel selalu merasa iri akan kehidupan Karin yang terlihat bahagia. Tetangganya itu memiliki keluarga yang harmonis, kekayaan yang melimpah, pertemanan yang luas dan kisah cinta yang nyaris membuat semua orang merasa cemburu. Entah kenapa Yoel membe...