3

283 9 0
                                    

"ih calon istri aku gemas banget ",
Guman Dintara lirih namun Ninni yang pendengaran tajam mendengar dengan jelas, namun ia hanya pura-pura tak mendengar.

"Tadi Lo bilang apa?, Coba ulangin", pintah Ninni pada Dintara yang berdiri di hadapannya.

"Engak", balas Dintara dingin.

"Ngak jelas Lo kek Dora", Ninni mendengus kelas menatap ke arah lain.

"Jadi, tadi Lo ngapain nagis, ada masalah?".

Ninni menghelah nafas kasar, sebelum bercerita Ninni duduk terlebih dahulu di atas kursi besi panjang itu, menatap lurus ke depan.

Dintara ikut duduk di sebelah Ninni.
" Sebelum qw cerita, please Lo jangan marah dan menyela ucapan qw ",Dintara hanya mengangguk kan kepalanya.

"Tadi, qw masuk dalam pertandingan bola voly putri, ini bukan kemauan qw tapi dipaksa sama pak Hartono padahal pak Hartono tau klw qw ngak Bisa main
Dan bla BLA BLA BLA BLA BLA ................................................................. Dan endingnya qw dipermaluin di depan mereka semua, sumpah qw malu dan sakit hati sama perkataan pak Hartono Din", Ninni menunduk ia menahan air matanya agar tak jatuh.

"Din qw minta maaf".

Dintara hanya diam mendengar ucapan Ninni, ia ingin marah saat mendengar penjelasan dari Ninni, Dintara mengepalkan tangannya 'brensek '.

"Pulang, udah bel", Ninni mengangguk ia mengerti bahwa Dintara marah padanya.
Bangkit dari duduknya Dintara menggandeng tangan kecil Ninni menuju parkiran sekolah.

"Engak usah pikiran aneh, qw ngak marah ko samalo", Dintara tau jalan pikiran Ninni sebab itu ia mengatakan hal tersebut agar Ninni tak merasa bersalah padanya.

"BENERAN!!", Seru Ninni senang memeluk lengan kekar Dintara yang berada di sampingnya.

"Mana mungkin qw marah sama calon dari ibu anak qw nanti", lirih Dintara mengelus Surai Ninni.

Ninni mendongkakkan kepalanya menatap Dintara" tadi Lo bilang apa?".

"Engak ada".

"Ngak jelas" lirih Ninni

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~














Kini Dintara dan Ninni telah sampai di parkiran dan bersiap untuk pulang.

Di parkiran Dintara menatap satu objek,
Tatapan yang tajam mampu membuat orang itu sadar, tatapan Dintara dan orang itu terkunci, orang itu gugup dan menelan ludahnya susah payah, ia segera menyudahi tatapan laser itu kemudian masuk ke dalam kantor karna akan di adakan Rapat para GURU.

" Bocah sialan ", umpatan saat sudah menjauh dari parkiran, dirinya merasa tak tenang dengan tatapan itu seolah-olah menngatakan 'mati'.

Diantara yang melihat orang itu pergi
Tersenyum devil " Dasar tua Bangka".

" Udah, yuk pulang, qw pengen cepat-cepat istirahat", kata Ninni dengan helm yang sudah terpasang dengan rapi.

Dintara mengangguk lalu melajukan motornya dengan kecepan sedang,selama di perjalan tak ada yang bersuara, Ninni yang lelah dan Dintara yang malas untuk bicara, hening.

Setelah mengantarkan Ninni, Dintara kembali ke sekolah Garuda, ia melihat mobil orang itu masih terparkir berarti orang itu belum pergi.

Dintara berjalan ke arah mobil itu lalu dengan santai ia membuka pintu mobil belakang , masuk ke dalam dan duduk dengan tenang, menunggu orang itu.

"Sekian rapat hari ini, terima kasih atas pendapat para guru , saya ijin untuk keluar", pak kepsek menyudahi rapat mereka dan para guru pun bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Pak Hartono keluar dari ruang rapat menuju ke arah parkiran mobilnya,
Entah mengapa pak Hartono merasakan firasat yang buruk, "mungkin hanya perasaan saya saja", pak Hartono melangkah kaki ke arah mobilnya.

Sebelum masuk ke dalam mobil pak Hartono melihat sekitar, matanya terkunci pada satu objek.
"Tidak mungkin", kata pak Hartono mengusir pikiran buruk ya, karna tidak ingin berlama-lama dan memikirkan hal buruk , pak Hartono masuk kedalam mobilnya.

Saat pak Hartono mulai menyalakan mobilnya, matanya tak segaja melihat ke arah cermin mobil, mata pak Hartono membulat ia ingin berteriak namun dirinya sudah di bius oleh orang itu.

"Merepotkan", gumam orang misterius itu.









Ninni yang Telah sampai dirumahnya langsung masuk ke dalam kamar, Ninni menghempas kan dirinya di kasur kesayangan itu, ia lelah hari ini sungguh rasanya ia ingin mencekik pak Hartono sampai mati namun hal itu mustahil.

" Semoga besok pak sialan itu mati", ucapya dengan rasa kesal dan marah saat mengingat kejadian itu kembali
Tanpa tau ucapan adalah doa.

Setelah Ninni mengatakan hal yang tak bermoral itu, ia bangkit dari tidurnya, berjalan menuju kamar mandi membersihkan dirinya dan tertidur dengan rasa lelah.












DI TEMPAT YANG LAIN........

Seorang pemuda duduk dengan arogan di atas kursi, ia bosan menunggu tua Bangka tak bangun-bangun itu setelah dibius.

Dengan tidak santainya ia bangkit dari duduk lalu menyiram tua Bangka itu dengan air panas hingga membuat nya bangun.

Byurrrrrrrr

"Akhhhh!!, Panas panas panas huh!!"
Ucapnya dengan raut sakit, tua Bangka itu mencoba meniupi sekujur tubuh namun sia-sia ia hanya bisa meniupi lengannya yang sudah melepuh akibat siraman air yang panas.

"Cih dasar lemah", ucap ya dingin menatap tua Bangka itu dengan tatapan membunuh.

Pak Hartono mendongkakkan kepalaya saat mendengar suara dingin dan tatapan tajam itu membuat dirinya takut

Di hadapannya seorang pemuda berdiri,tangan pemuda itu sedari tadi memainkan belatih kesayangan.

Pak Hartono menelan ludah gugup bahkan dirinya tak tahan untuk tidak kencing.

" Kau tau kesalahan mu, tua Bangka" ucapnya dingin perlahan mendekati pak Hartono.

"S-siapa kamu" bukannya menjawab pak Hartono malah bertanya, pak Hartono tak bisa melihat wajah pemuda itu karna ditutupin masker hitam.

"Penasaran dengan wajah ku heh" remeh pemudah itu lalu melepas kan masker hitamnya.

Mata pak Hartono membulat sempurna saat melihat wajah pemudah itu.

" D-dintara Alvaro"










~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jangan lupa
Komen
Vote

SEE YOU NEXT CHAPTER.🙌

my boy cousin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang