14. Bimbang

3.8K 472 14
                                    

Jennie memeluk tubuh Lisa tanpa mau melepasnya, ia sudah terlalu nyaman dalam posisi ini. Lisa juga terus-menerus mengecup pelipis kepalanya, tak jarang ia terkekeh kecil ketika Lisa memainkan bibir mungilnya dengan cara mencubitnya gemas atau bahkan wanita jangkung, itu mencuri ciuman di bibirnya.

Mereka berdua masih berada di sofa ruang tengah apart Lisa, kursi roda Jennie bahkan sudah tertaruh rapih di dekat pintu masuk. Mungkin malam ini Jennie akan menginap di apart Lisa, setelah ia menyadari jika Lisa lah orang yang di cintainya.

Sebelumnya ia memang sudah mengetahui hubungan tersembunyi antara Jisoo dan sahabatnya, Rose. Saat itu ia hampir saja membuat keributan karena, memergoki keduanya saling bercumbu mesra di sofa ruang tamu, apart Jisoo.

Tapi ia berhasil menahan amarahnya dan menjadikan dirinya, pergi begitu saja dari apart Jisoo. Ia menangis sejadi-jadinya saat itu, semua ia pendam sendiri tanpa ada satu pun sahabatnya yang mengetahui.

Hingga kejadian dimana ia mengalami kecelakaan hebat, itu terjadi karena ia kembali memergoki Jisoo dan Rose. Kali ini lebih parah, keduanya bersetubuh tanpa sehelai benang di apartemen Jisoo.

Saat itu dirinya datang jauh-jauh membawakan makan siang untuk Jisoo, namun apa yang dilihatnya sukses membuat hatinya remuk tak berbentuk. Ia sangat amat membenci Jisoo juga sahabat baiknya, Rose.

"Apa yang Jennie pikirkan?" suara lembut mengalun begitu indah di pendengaran Jennie.

"Eum, tidak ada" balas Jennie sambil menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Lisa.

"Benar begitu? Apa kamu tidak ingin membaginya dengan Lisa?"

Jennie mengerucutkan bibirnya, kini ia mulai menatap lembut hazel di depannya.

"Kenapa merajuk seperti ini? Ya sudah kalau memang Jennie tidak mau membaginya dengan Lisa, tidak usah di paksakan" ujar Lisa, ia juga mengecup mesra pucuk kepala Jennie.

"Jennie hanya sedikit memikirkan kejadian lalu, itu saja Lisa. Jangan marah pada Jennie" Lisa terkekeh sebagai jawaban.

Ia tentu saja tidak marah, itu hak Jennie yang ingin terbuka padanya atau tidak. Ia tidak akan memaksanya, tentu saja.

"Jennie kembali teringat tentang kecelakaan lalu, itu kembali terputar di otak Jennie. Apa Jennie bisa untuk tidak mengingat kejadian buruk itu, Lisa?"

Usapan lembut dan beberapa ciuman kecil, kembali Lisa layangkan pada Jennie. Ia hanya ingin membuat wanita berpipi mandu itu merasa nyaman, jika di dekatnya.

"Kejadian itu memang mungkin tidak akan pernah hilang dari pikiran Jennie, tapi Lisa akan berusaha mungkin untuk membuat Jennie bahagia, sehingga nantinya Jennie hanya mengingat momen indah kita berdua"

Kata-kata yang keluar dari mulut Lisa tentunya, membuat hati Jennie menghangat. Hanya Lisa yang bisa membuat pipinya menjadi memerah seperti sekarang ini.

"Lisa akan selalu ada di samping Jennie, kita sama-sama berjuang bersama. Lisa juga akan mengupayakan banyak hal agar Jennie bisa, kembali berjalan"

"Terima kasih karena sudah menjadi dokter fisioterapi Jennie dan maaf karena Jennie melupakan memori baru, bersama Lisa. Tapi Jennie juga akan mengupayakan banyak hal, agar Jennie bisa kembali mengingat memori baru itu. Memori dimana Jennie begitu menginginkan Lisa, memori dimana Jennie begitu mencintai Lisa dan memori dimana kita saling membahagiakan satu sama lain"

Jennie menatap penuh binar hazel milik Lisa, ia juga membiarkan hidungnya menyentuh ujung hidung mancung Lisa.

"Tidak usah terlalu di paksa, Jennie tidak mengingatnya pun Lisa tidak apa-apa. Lebih baik sekarang Jennie istirahat disini atau Jennie ingin Lisa antar pulang?"

"Jennie ingin disini bersama Lisa, apa boleh?" lembut Jennie yang kini menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Lisa.

"Tentu saja boleh, sayang"

DEG

Jantung Jennie berdebar tak karuan, pipinya kembali memerah. Lisa benar-benar membuat kinerja jantungnya beroperasi tak semestinya, apalagi saat wanita jangkung itu menangkup kedua pipinya dan mengecup sekilas bibir mungilnya.

"Lisa akan menelpon Om Arsenio dan memberitahu beliau jika Jennie ada disini, bersama Lisa" ujar Lisa sambil mengusap cairan yang tersisa di sudut bibir Jennie.


_::_::_


Jisoo merenungi semua keputusannya, ia berada di balkon apart yang beberapa hari ini di sewanya. Satu tangannya memegang botol tequila yang ia temukan di dalam kulkas apart.

Pikiran bercabang, semua menyangkut tentang Jennie dan juga Rose. Hatinya masih bimbang tapi, entah kenapa ia lebih memilih merelakan Jennie bersama Lisa. Padahal hatinya selalu berteriak agar tidak melepaskan Jennie, begitu saja.

Jennie, adalah wanita pertama yang selalu di kejarnya. Ia selalu berusaha untuk dekat dengan Jennie, apapun akan ia lakukan untuk Jennie. Sampai akhirnya wanita bermata seperti kucing itu luluh dan ingin menjadi kekasihnya, mereka saling mencintai. Tapi, itu semua tidak bertahan lama karena datangnya orang ketiga di hubungan mereka.

Rose, sahabat terdekat Jennie yang dimana sudah memendam rasa kepadanya sedari lama. Wanita blonde itu, sukses membuatnya lupa akan kehadiran Jennie. Karena Rose selalu memberikan apa yang tidak Jennie berikan kepadanya, ia tahu ia brengsek atau semacamnya.

Tapi Jennie selalu menolak dirinya, bahkan di saat mereka ingin menjadi tunangan pun wanita berpipi mandu itu, selalu menolaknya.

"Apa keputusan yang ku pilih ini sudah benar? Apa aku tidak akan menyesal nantinya? Bagaimana jika ini adalah keputusan yang salah, apa aku bisa merelakan Jennie bahagia bersama Lisa?" lirih Jisoo.


_::_::_


Sedangkan di Seoul, wanita berambut blonde yang sudah beberapa bulan ini menjalin hubungan dengan Jisoo, tengah menunggu telepon dari kekasihnya yang sedari tadi belum memberinya kabar.

Ia khawatir dan resah, apa kekasihnya itu lebih memilih kembali bersama Jennie atau dengan dirinya. Apa yang ia lakukan dengan Jisoo memanglah salah, tapi ia juga tidak bisa mengendalikan dirinya terhadap Jisoo.

Hasratnya begitu bergejolak ketika melihat kekasih dari sahabatnya itu, mau sekuat apapun ia tahan dan juga tidak ada penolakan keras dari Jisoo, maka ia terus melanjutkannya. Jika saja Jisoo menolaknya maka ia tidak akan sampai seberani sekarang, Jisoo memberinya harapan dan tentunya ia harus maksimalkannya.

"Apa Jisoo akan kembali bersama Jennie? Mungkin saja mereka akan melangsungkan pertunangan dan melupakan diriku yang hanya menjadi prahara, dalam hubungan mereka. Cinta keduanya pasti sangat kuat, seharusnya lo sadar sedari dulu. Jennie adalah satu-satunya wanita yang begitu di cintai oleh Jisoo, sedangkan gue, gue hanya sosok pemuas bagi dirinya"

Rose menarik kasar rambut blondenya, ia menangis tersedu-sedu tanpa ada satu orang pun yang menemaninya. Rasa menyesal mulai kembali menghantuinya, banyak kata seharusnya yang berkeliaran di otaknya.

"Kenapa jadi seperti ini? Apa aku harus menyusulnya dan melihat secara langsung, apa yang sedang terjadi di antara Jisoo juga Jennie?"


























TBC








Hai apa kaaabaaarrr semuanyaaaaa

Kaliiiaaan nunggguuuiiin cerrrriiitaaa iniii gaaaak sieeeehhh

Maaf yah baru bisa up sekarang hehehehe, lgi sibuk banget soalnyaaaaa niccchhh

Makiiinnn sooo sweeeeeettt kaaaan Jenlisaaaaaa tpi Chaesoo jugaaa tydck bisaaa di abaikan begituuu sajjjaahhh mwuehehe

Bandaids (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang