Sane Enesta adalah seorang siswa SMA biasa. Ia tidak populer, tidak pula mencolok. Satu-satunya kelebihan yang ia miliki adalah selalu mendapatkan nilai bagus. Namun, bagi Sane yang pesimis, apalagi fakta bahwa SMA Pelajar Nasional adalah sekolah el...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Demikianlah akhir kisah seorang Sane Enesta.
Remaja itu dipulangkan lebih awal. Guru-guru lain berpendapat bahwa Bu Lana terlalu berlebihan. Ia memang terkenal suka memberikan poin berlapis kepada siswa yang melanggar.
Tentu, hukuman yang dialami Sane tak seekstrim dikeluarkan dari sekolah. Paling-paling ia hanya akan diskors, satu sampai dua minggu.
Namun, tetap saja yang ditangkap oleh Sane adalah hukuman dari Bu Lana yang berbunyi: Dikeluarkan dari sekolah.
Remaja itu membuka pintu kamarnya dengan tak bersemangat.
"Oh, kau sudah pulang, Sane," terdengar suara Angelo di dalam.
"Angelo?" tanya Sane.
Sosok bocah berambut keriting itu kini hadir di pandangannya. Angelo mengangguk.
"Sesuai perkiraan. Kau akan pulang awal hari ini."
"Bagaimana kau tahu?"
"Itulah yang dikatakan Tuan Enesta."
Sane paham. Jika Angelo menyebut-nyebut nama ayahnya, berarti ada misi yang harus mereka kerjakan.
"Misi kali ini sedikit rumit," kata Angelo.
Wajah Sane yang murung menjadi tambah murung. "Apa maksudmu?"
"Sane, aku tahu kalau kau masih punya banyak pertanyaan," jelas Angelo.
Sane mengangguk. Tak kaget jika bocah itu tahu persis isi pikirannya.
"Ada yang ingin kutunjukkan padamu setelah ini," sambungnya.
-
Bocah itu mengajak Sane ke pusat kota.
Setelah berjalan berkilo-kilo jauhnya, dua laki-laki ini pun tiba di alun-alun kota.
Alun-alun kota selalu ramai meskipun pada hari kerja. Pedagang kaki lima berjualan di pinggir taman. Anak-anak bermain lato-lato. Suaranya nyaring bergema ke penjuru atmosfer.
Sepasang kucing berkejaran. Wanita bertopi yang berdiri tak jauh dari mereka melempar remah-remah roti kepada hewan-hewan itu.
Alih-alih makan, mereka menyelinap ke sela-sela tanaman pagar yang mengelilingi taman. Bunga berwarna warni bermekaran di sana. Taman mengelilingi petak berbatu bata, tempat berjajarnya bangku panjang yang menjadi tempat duduk.
Di tengah-tengah area batu bata itulah, berdiri sebuah monumen berbentuk kubus dengan panjang diagonal sepuluh meter. Seperti rubik, setiap sisi kubus itu memiliki warna yang berbeda.
Sane dan Angelo berdiri di hadapan monumen kubus.
"Inilah yang ingin kuberitahu padamu," Angelo berkata. "Apa kau tahu makna di balik monumen ini?"