7. Jiwa Playgirl Meronta-ronta

659 70 12
                                    











































"Emang kenapa harus ngekost segala sih, nak? Padahal kampus sama rumah kita, juga dekat banget loh..." Ujar ibu Lily yang sibuk mengoseng kangkung di atas kompor itu.

Lily sendiri baru saja selesai mencuci piring dan mengelapi nya, "Lebih dekat lagi Bu... Kampus ke kafe tempat ku kerja cuma lima menit, terus kafe ke kost baru ku nanti, cuma sepuluh menit jalan kaki. Ibu kan tau aku pulang kerja malam, kalaupun aku selalu aman, tetap lebih enak kalo jarak antara kampus, kafe dan rumah, bisa di tempuh cepat dengan jalan kaki. Gak harus pulang ke rumah kayak sekarang, aku harus naik angkot dulu, dan kadang lama banget nunggu supirnya nyari tambahan penumpang,"

"Tapi kan berarti kita butuh biaya lebih nak... Buat bayar kost kamu," ibu mulai taruh kangkung nya yang sudah siap di mangkok.

"Nggak perlu Bu... Semuanya biar aku sendiri yang pikirin, ibu sama ayah kalo dapet uang lebih, tabung aja. Soal bayaran semester kuliah, ibu kan tau aku anak Bidikmisi, bayar kost dan uang jajan juga, gajiku sudah sangat lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan ku sendiri," yakin Lily.

Ibu menghela nafasnya perlahan, "Ibu masih belum siap lepasin kamu Li... Udah gede aja kamu sekarang, berani ambil keputusan buat mandiri lagi, buat tinggal sendiri. Sebenarnya gak masalah, tapi tetap perlu kamu omongin lagi ya ke ayahmu, jangan langsung buru-buru ambil keputusan buat sembarangan pindah,"

"Iya Bu... Aku akan ngomong sama ayah nanti,"

Di depan sana, samar-samar terdengar suara deru mobil yang mulai memasuki pelataran rumah sederhana keluarga Lily ini.

Tok...tok...tok...!

Lily berjalan ke depan dan membuka pintu, sudah ada Chici yang melemparkan senyuman manis di sana, sembari mengangkat dua paper bag di tangannya, "Morning, aku tau pasti kamu kesulitan ngomong sama ayah ibu kamu, jadi biar aku bantu ngomong, sambil aku suap dengan ini..."

"Selamat datang di tempat ku Chi... btw apa ini yang kamu bawa? Padahal gak perlu repot-repot," Lily tersenyum tipis menerima dua paper bag itu.

"Ada soto sama ayang panggang gitu, aku boleh dong sekalian numpang sarapan disini?"

Lily melihat yakin tidak yakin, Chici ini kelihatan banget aura orang kaya nya, apa iya dia mau sarapan dengan keluarga nya, di dalam rumah sederhana nya ini?

"Beneran kamu gak masalah sarapan disini bareng kami? Lauknya sih pasti enak, apalagi kamu udah beli soto sama ayam segala lagi, tapi... Rumah kami kan..." Lily garuk-garuk lehernya yang tidak gatal, dia kelihatan insecure.

"Udah santai, aku malah seneng bisa dekat orang tua kamu juga sayang..." Ucap lembut Chici sembari mengelus rambut Lily dan langsung ngeloyor masuk, Lily tentu makin salting, wajahnya nampak merah karena ke gentle-lan Chici, dan pembawaan nya yang hangat banget orang nya.

.
.
.

"Jadi kamu ketua BEM ya, Chi? Keren banget, tante jadi makin bangga rasanya, ternyata Lily temenan sama orang penting kayak kamu,"

Mereka kini tengah duduk menikmati sarapan, bersama tamu spesial mereka si Sooya Diora, pacar Lily, tapi harus tetap merangkap jadi teman aja di tengah-tengah kedua orang tuanya.

"Hehehe... Ah... biasa aja tan... Lily anaknya kutu buku banget soalnya, kami sering ketemu di perpus, dan ternyata banyak nyambung nya kalau lagi bareng," jawab Chici sembari menggaruk-garuk lehernya.

Lily tersenyum mendengarnya, si Chici emang paling bisa ambil hati orang tuanya.

Sang ayah meneguk kopinya setelah selesai dengan seporsi ayam panggang nya, "Yakin kalian berdua mau tinggal bareng? Soalnya nih ya nak Sooya, Lily gak pernah sekalipun tinggal di luar, dari bayi sampai segede ini, belum pernah jauh dari orang tua, apalagi merantau sendiri,"

Spill The Tea, Ma'am? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang