11. Si Paling Bucin Dan Ratu Cepu

451 50 7
                                    










































Waktu menunjukkan pukul delapan malam, Rose dan Jennie kini sudah dalam perjalanan pulang, keduanya masih saling diam dengan canggung, karena aksi ciuman dadakan tadi.

Jennie melirik ke Rose yang masih fokus mengemudi, "Aku gak maksa loh kak... Sorry buat yang tadi, aku ngerti tadi itu gak sopan banget,"

Rose garuk-garuk lehernya, "Kamu yakin gak apa-apa kalo komitmen sama sesama cewe lagi? Ini gak gampang loh Jen... Selagi belum jauh, coba deh buat mikir lagi nyari cowo di luar sana, aku bantu deh... Banyak kok cowo yang—"

"Gak bisa kak... Udah terlanjur naksir sama kamu, gak usah cowo, mau naksir sama cewe lain aja aku malas, karena emang udah dari awal aku suka kak Rose. Aku emang gitu, agak susah buka hati buat yang baru, kalo masih belum selesai dengan yang sebelumnya. Kebetulan aku udah selesai banget sama mantan aku yang terakhir, dan akhirnya kepincut kak Rose, kalau tiba-tiba ternyata aku di tolak, aku tetap butuh waktu lagi buat move on, ini bukan soal normal nggak nya aku, tapi udah soal perasaan di hati aku yang terdalam kak... Gak bisa asal nyuruh aku move kesana kemari, cuma karena kak Rose pengen aku tetap lurus. Karena nyatanya aku dari lama udah begini, kalo emang jatuh ke cowo ya udah, ke cewe juga aku mau. Dan kebetulan sekarang ini kak Rose yang dapat hati aku, jadi ya mau gimana lagi?" Jelas Jennie dengan serius.

Rose membuang nafasnya perlahan, ia kembali fokus mengemudi, "Toh kalau pacaran sesama cewe, kamu gak bisa kenalin dia ke semua orang loh... Terutama mama, papa dan teteh kamu, apa gak pengen kalau seumpama pacar kamu deket juga sama keluarga?"

"Iya, aku paham resikonya, pastilah aku pengen kenalin pacar aku ke mereka, tapi aku juga perlu mikir dua kali kalau nyatanya yang aku taksir tetap cewe. Gak apa-apa bagi aku backstreet, yang penting aku bahagia sama hubungan itu, apalagi kalau sama seseorang yang bener-bener aku sayang," Jennie melirik ke Rose, "Apa aja pasti aku lakuin, mau pengorbanan segede apapun, gas aja, kapan lagi coba bisa peluk, cium, dan gandeng tangan seseorang yang kita damba, kalau bukan sekarang? Umur gak ada yang tau, soal sebab akibat, aku udah tau dan mikirin semuanya dengan matang dari awal, jadi sekarang, udah gak takut sama apapun lagi,"

Rose mengangguk paham, dia tentu sangat mengerti akan perasaan itu, "Okey, aku akan menyimpan ini dari semua orang, terutama teteh kamu, jan khawatir dan ngerasa bersalah Jen... Manusia gak ada yang sempurna, entah kamu bahkan juga aku, kita sama-sama pasti pernah buat dosa, aku gak mau perumit dan mojokin kamu, aku ngerti banget pokoknya,"

"Thanks kak... Kak Rose baik banget sama aku dari awal,"

"Santai aja," jawab Rose yang kembali melemparkan senyuman bebas seperti sebelumnya, gak canggung-canggung lagi seperti beberapa menit yang lalu.

Setelah beberapa menit perjalanan, kini mereka sudah mulai masuk ke gerbang rumah keluarga Jennie yang otomatis udah ke buka.

Jennie mulai mengambil tas kecil dan jaket nya di kursi belakang, ia lalu kembali melihat ke Rose sekali lagi, "Jadi... Aku beneran di tolak nih?" Tanya nya sekali lagi dengan nada bercanda, kalaupun sebenarnya dalam hati dia penuh harap.

Rose sandarkan tubuhnya ke kursi dan melipat kedua tangannya di dada, "Em... Gimana ya Jen..." Jawabnya sembari mengelus-elus dagunya sok mikir.

Jennie tersenyum tipis melihatnya, "Thanks kak buat hari ini, tenang aja, kak Rose tetap bisa bestiean kok sama teteh, tanpa perlu canggung kalo ada aku yang kebetulan lewat, kalo kalian lagi asik gibah. Aku anaknya santai selama kak Rose juga santai,"

Rose melemparkan senyuman lebar, "Salut sih buat kepribadian big heart kamu Jen..." Ujar nya sembari melihat ke dada Jennie, yang emang beneran gede, hatinya maksud nya.

Spill The Tea, Ma'am? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang