Lily kini sudah pulang di rumah kedua orang tuanya, dia sedang duduk makan malam bersama ayah dan ibu, sambil sudah banyak ngobrol juga sejak tadi.
Ibu meneguk air putih nya setelah menghabiskan sesendok nasi terakhir nya, "Bukan karena Chici anak orang kaya, kan? Tau aja dia ngancem kamu, kalau kamu mau jadi pacar nya, bakalan di kasih uang jajan tambahan atau sejenisnya?"
Lily agak tersinggung dengan ucapan sang ibu, "Apa menurut ibu aku anak segampangan itu?"
Ayah dan ibu saling pandang, "Gak gitu Li... Kamu juga tau, kebanyakan orang kaya itu tingkah nya seenaknya, ibu cuma kepikiran, tau aja kamu lagi posisi terhimpit, dan ya... Ibu juga ngerti, jarang bisa kasih kamu uang jajan lebih, mungkin Sooya kasih kamu lebih banyak malahan di bandingkan kami berdua,"
"Nggak Bu... Aku ngerti Chici kaya, tapi aku sekalipun gak pernah manfaatin itu, dia juga anaknya gak sombong apalagi suka pamer. Ibu juga tau kan... Aku masih kerja di kafe buat nyari uang tambahan, aku sama Chici, sehat banget hubungan nya, gak aneh-aneh mikir aku mau sama dia karena butuh uang,"
"Tapi tetap aja nak... Kamu gak lurus loh... Dan itu masih tabu banget buat orang-orang kita," tambah ayah.
"Maaf Yah... Aku gak bisa ngelak soal itu, tapi, ini beneran Yah... Chici bikin aku bahagia,"
"Huft... Astaga nak, permintaan ayah dan ibu gak banyak, cuma pengen kamu belajar dengan rajin, lulus kuliah tepat waktu, punya pekerjaan yang mapan, dan bisa punya masa depan yang cerah sama suami yang bisa jagain kamu dengan baik. Kalo kamu masih sempat-sempatnya belok kesana-kemari, apa ayah dan ibu juga gak kepikiran? Kami juga khawatir sama masa depan kamu, Li..."
"Chici justru bantu aku banget loh Yah... Dia banyak kasih aku pengaruh positif, aku jadi lebih giat belajar, dia juga bantuin aku nasehat kalo udah semester ini dan itu, tugas baru bakal begini dan begitu, aku jadi lebih paham dan punya rencana terkait tugas kuliah aku yang akan datang karena di bimbing langsung sama Chici yang senior, ayah juga tau Chici itu presma. Dia banyak kasih aku pengalaman dan pengajaran, ayah dan ibu kan tau, aku anaknya paling susah bergaul, tapi sama Chici, aku langsung bisa dan ngerti semuanya, karena dia anaknya aktif dan berwawasan luas banget bisa gaul sana-sini,"
Ayah dan ibu saling pandang, mereka tidak bisa mengelak soal itu, Chici memang banyak kasih pengaruh baik untuk Lily, kalopun mungkin ada satu yang melenceng, yakni ngajak Lily pacaran padahal sesama cewe.
"Aku gak pernah minta banyak loh selama ini ke ayah ibu, please ya... Biarin aku jalanin hubungan ini sama Chici, soal apa yang terjadi di masa depan siapa yang tau sih? Kalian cukup berdoa aja buat aku, ibu ayah... Semoga ketemu jalan keluar terbaik nya. Jadi buat sekarang, selama aku bahagia, hubungan kami positif, aku gak ngerepotin ayah dan ibu, please... Kasih keringanan buat aku sama Chici, aku janji hubungan kami akan sehat, bawa aku makin maju dan berkembang menjadi Lily yang lebih baik." Ungkap Lily penuh harap.
Mereka masih saling diam merenung kan semuanya dengan matang, bagaimanapun ini memang sulit untuk di putuskan oleh kebanyakan orang tua.
Drttt.... Drrtttt.....
Lily ambil ponselnya di atas meja, ada Chici yang menelepon, "Halo?"
"Dimana sayang? Maaf ya, aku baru selesai rapat, kamu udah pulang duluan, atau ke kafe? Aku susulin ya..."
Lily lihat jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam lewat, "Aku lagi makan malam bareng ayah dan ibu di rumah, Chi... Belum balik ke apartemen," jawab nya sembari sekali lagi melihat bergantian kedua orang tuanya yang masih memperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spill The Tea, Ma'am? (End)
Teen FictionGXG 21++++ (LISOO & Chaennie) Chici cewe yang satsetsatset, kepincut Lily si gadis imut yang berkepribadian ganda, siang mode malu-malu, dan malam mode super toxic. Begitu juga Rose, yang salah kirim mantra jaran goyang ke mbak gebetan yakni ulzang...