Dandi

70 6 0
                                    

Orang-orang bilang Dandi aneh. Ya, ia rasa memang begitu. Dandi tak pernah menyangkal bahkan membantah sama sekali. Karena pada dasarnya ia memang pantas dijuluki si anak aneh.

Ia sering berbicara sendiri, menurut orang-orang. Sering juga marah-marah tidak jelas. Membuat ia tidak punya teman sama sekali dan perlahan dijauhi oleh semua orang bahkan orang-orang terdekatnya. Itu semua terjadi sejak ia masih kecil.

Umurnya tujuh tahun saat itu. Sesuatu yang 'agak' istimewa terjadi padanya, tepat malam ketiga setelah sang nenek meninggal dunia.

Secara tiba-tiba Dandi bisa melihat sang nenek yang sudah tiada tengah ada di rumah, secara nyata dalam balutan pakaian terakhir sebelum beliau meninggal dunia. Padahal paginya ia mengikuti proses pemakaman sang nenek.

Dandi melihat neneknya sedang duduk di kursi goyang kesayangan. Sementara di ruang depan semua orang sedang mengaji untuk mengiringi kepergiannya.

Saat itu umurnya lima tahun, ia melihat hal aneh itu untuk pertama kali dan segera mengatakannya pada sang Ibu.

“Nenek pulang,” ucapnya saat itu sembari menepuk tangan. Ia gembira, tentu saja, sang nenek kesayangan yang tadinya pergi, telah kembali. Namun sayangnya Ibu tak mendengar karena tetlalu larut dalam kesedihan. Ibu sibuk menyeka air mata yang mengalir di pipi sembari tetap berdoa.

Sementara Dandi tetap tak bisa melepas pandang dari nenek. Memutuskan mendatangi dan berdiri di hadapannya. Nenek tersenyum, namun tak secerah biasanya, karena kali itu senyumannya cukup menakutkan bagi Dandi.

Nenek mengisyaratkan telunjuk di depan bibir padanya. Berbisik lirih agak ia tak mengatakan kehadiran sang Nenek di rumah itu.

Lalu, sejak hari itu nenek terus datang hingga malam ke empat puluh. Setiap hari Dandi selalu melihat sang nenek duduk di kursi goyang pada malam hari. Sesuai janji, ia tak mengatakan hal itu pada orang-orang. Kemudian, saat hari ke seratus nenek sudah tak tampak lagi.

Sejak saat itu, Dandi mulai melihat hal yang lebih aneh. Sosok-sosok tak kasat mata lain mulai menunjukkan eksistensinya. Mulai dari yang berwujud menarik hingga berwujud menakutkan. Termasuk sosok pocong yang selalu memperhatikannya di pojok kamar kos-an.

Ia lelah sungguh, faktanya hidup dengan kemampuan bisa melihat makhluk tak kasat mata ini bukanlah hal yang seru atau layak diidam-idamkan semua orang.

Dandi ingin hidup normal kembali layaknya manusia biasa.Namun, tak ada yang bisa ia lakukan. Bagaimanapun ia melakukan cara untuk menghilangkan penglihatan itu. Ia tetap tak bisa menghilangkannya, bahkan malah lebih parah dari sebelumnya sampai Dandi tidak bisa lagi membedakan mana manusia dan yang mana 'sosok' mereka.

Pagi ini ia bangun kesiangan. Ya, lagi-lagi karena sosok pocong di pojok kamar yang tak henti-hentinya menatap ia saat sedang tertidur dengan mata merahnya itu. Kebiasaan buruk yang sosok itu lakukan dari awal ia datang ke kos-an ini.

Kemana ia pergi, mata merah sang pocong selalu mengikuti. Malam tadi adalah hal terparah yang pernah sosok itu lakukan. Entah kenapa, tiba-tiba saja sosok itu mulai memperhatikannya dari dekat. Tepat di samping tempat tidur.

Dandi tak takut, sungguh! Karena ia telah terbisa. Namun, tetap saja keberadaan sosok itu mengganggunya. Apalagi bau anyir bercampur busuk yang menguar dari tubuh sang pocong.

Belum lagi wajahnya yang hancur berantakan dengan mata merah menyala. Mampu membuatnya tak bisa tidur semalaman karena dihantui mimpi buruk berkepanjangan.

Alhasil, hari ini akbibatnya ia datang ke kampus dengan kantung mata hitam yang sangat kentara. Sebenarnya ia tak ingin pergi. Namun, mengingat hari ini ada tugas dari seorang dosen yang harus ia kumpulkan dan dosen tersebut cukup galak, mau tak mau Dandi mesti datang.

Toko M153 (Serum Terkutuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang