Bau Busuk

72 9 1
                                    


Hiiy….

Tantri berlari sekuat tenaga menimbulkan ekspresi heran di wajah perempuan yang tadi menegurnya. Ia tak peduli, yang penting ia sudah tak di landa ketakukan sekarang.

Tantri berhenti berlari, mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Ia menyusuri lorong kampus menuju kelas. Orang-orang mulai menatapnya. Agak aneh karena itu bukan tatapan kagum. Apalagi orang-orang itu menatap sembari menutup hidung.

Apa yang aneh sebenarnya?

Tantri melihat diri. Mencium bajunya di berbagai sisi. Tidak ada yang bau. Hanya sedikit bau keringat yang menempel. Atau mungkin karena wajahnya yang terlihat kusut?

Tak terlalu ia pedulikan. Tantri masuk ke dalam kelas. Sudah sepi dan hanya ada satu orang di sana. Swastika.

“Tri, kau dari mana saja? Aku menjaga tasmu di sini, takut barang-barangmu hilang."

Menatapnya sekilas, Tantri mendengkus. Menyandang tas dan hampir beranjak pergi.

“Tri!“ Swastika menahan tangannya. Membuat Tantri berbalik. Namun sekejap, Swastika melepaskan pegangan tangannya, menatap Tantri dengan alis bertaut. Mundur satu langkah sembari memegangi hidung.

“Apa lagi? Kau mau aku mengucapkan terima kasih?“

Swastika menggeleng. Sembari terus memegangi hidung.

Apa sih? Sebau itu ia rupanya?

Kesal, Tantri memilih pergi. Walau ada beberapa kali  Swastika memanggil. Sengaja tak ia gubris.

***

Tantri memutuskan untuk pergi ke salah satu klinik. Menemukan alasan kenapa sedari tadi banyak orang yang menutup hidung saat berdekatan dengannya. Bahkan Swastika juga.

Setelah mencari dan bau keringatnya ternyata tak terlalu bau. Kini ia menemukan sumber yang lebih serius. Yaitu dahinya yang tergores dan terluka itu telah mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat.

Entahlah, apa mungkin karena Tantri pemilik tubuh ini, jadi tak terlalu merasakan baunya. Yang jelas saat ia mengantri untuk berobat. Orang-orang mulai menyingkir dan menjauh.

“Jadi, apa keluhan anda?“ tanya Dokter umum yang menangani. Wanita itu terlihat biasa saja karena memakai masker.

“Ehm… saya mengalami masalah yang cukup serius, apakah Dokter bisa bantu obati luka ini!“ Tina menyibakkan poni ke atas. Menampakkan luka yang menganga. Bahkan Dokter yang bernama Tina—saat Tantri melihat name tag di bajunya tampak menutup hidung seketika sembari bergidik.

“Dahi anda kenapa bisa sampai seperti itu?“ Dokter wanita itu mengibaskan tangannya di depan wajah.

“Terluka, apakah bisa diobati?“

Dokter Tina mengerjap. Ia diam sesaat. Kemudian sadar telah menjauhkan diri. Mulai bersikap biasa dan mendekat ke arah Tantri.

“Boleh kulihat sebentar?“ ucapnya dengan senter kecil di tangan. Tantri mengangguk, mendekatkan kepala.

“Luka ini membusuk. Ini luka kapan? Kenapa tak segera diobati? Bahkan saya menemukan ini di luka Anda.“

Dokter Tina menunjukkan ujung jarinya. Makhluk kecil itu tengah menggeliat-geliat di ujung jari sang Dokter.

“Dua hari yang lalu, Dok. Luka ini baru saja kudapatkan. Bahkan sudah diobati juga diperban. Tapi entah kenapa jadi seperti ini. Bahkan aku menemukan banyak belatung yang bersemayam di lukaku.“

Tantri menjelaskan apa yang terjadi sembari bergidik. Bahkan ia sendiri jijik dan geli mengetahui makhluk itu ada di dalam tubuhnya.

“Kalau boleh tahu, lukanya dikarenakan apa? Biasanya luka baru tak serentan ini untuk cepat busuk.“

Toko M153 (Serum Terkutuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang