"Kita tak cukup dekat untuk makan bersama begini. Maaf jika aku menyinggungmu. Tapi, kulihat kau tidak punya teman. Apa sekarang kau berusaha mendekatiku?“
Dandi mengangguk-angguk. Mengunyah siomay yang penuh di dalam mulut kemudian menelannya. Wajar jika Swastika berpikir begitu karena tindakannya kali ini cukup aneh dan tidak biasa.
Dandi yang aneh dan terkenal pendiam, mendekati wanita populer di kampus, berani mengajak makan pula. Itu juga alasan orang-orang memperhatikan ia dan Swastika saat berjalan ke kantin tadi.
"Sebenarnya aku melakukan hal ini karena ada maksud tertentu?"
Swastika menaikkan sebelah alis. "Kau ... menyukaiku?"
"Uhuk! Uhuk!" Dandi tersedak, Swastika buru-buru menyodorkan air padanya.
"Sampai terkejut begitu, aku cuma bercanda," ucap Swastika sembari menggelang saat Dandi sedang meneguk airnya.
"Apa rata-rata orang yang mengajakmu bertemu mengatakan hal itu?"
Swastika mengangkat bahu. "Kebanyakan, iya."
Dandi menatap tak percaya. Kalau dipikir-pikir Swastika cukup narsis, tapi karena wanita itu sangat cantik juga populer di universitas, Dandi tak bisa menyalahkan juga.
Memang benar, banyak orang yang menyukai Swastika, bahkan sampai fakultas sebelah. Mereka berbondong-bondong memenangkan hati gadis itu.
Namun, tidak dengan Dandi. Entah kenapa ia tidak tertarik. Entahlah, ia juga bingung. Ia sama sekali tidak tertarik untuk menjalin hubungan atau mengejar-ngejar wanita, baginya itu melelahkan.
"Jadi, apa maksud tertentu yang ingin kau bicarakan sebenarnya?"
Dandi menatap gadis itu, lantas berdehem untuk menyegarkan tenggorokannya.
“Aku hanya ingin mencari tahu sesuatu. Ini soal Tantri. Kau temannya, pasti tahu banyak hal tentang dia, kan?“
“Tantri? Memangnya dia kenapa?“
"Justru itu yang ingin aku tanyakan padamu. Kenapa dia tidak masuk hari ini?“
“Kenapa? Entahlah, aku juga tidak tahu. Sedari tadi aku berusaha menghubunginya tapi tidak bisa. Tapi kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal ini? Aku pikir kau tidak tertarik dengan orang lain, Dan. Atau sebenarnya kau menyuk--"
"Ck ... berhentilah berprasangka begitu, apa menurutmu aku tampak tertarik pada Tantri?"
Swastika memiringkan kepala dengan mata memicing.
"Mungkin," ucapnya kemudian membuat Dandi menghela nafas lelah.
"Ada hal yang harus aku katakan padanya, ini soal penting. Menyangkut diriku jadi mau tidak mau aku harus bertemu dengannya sekarang."
"Kau jadi membuatku curiga."
“Apa dia sakit?“ tanya Dandi tak menghiraukan ucapan Swastika sebelumnya.
Swastika mengangkat bahu. "Sudah kukatakan kalau aku tidak tahu."
“Kalau begitu di mana rumah Tantri?“
“Ehm… dekat sih dari sini. Cuma satu kali naik bus.“
“Oke kalau begitu.“
“Jujur Dandi, aku masih penasaran. Kalau kau memberitahuku, aku akan menunjukkan padamu jalan ke rumahnya. Bisa kau beritahu aku tentang apa itu? Walau aku dan Tantri sedang berselisih, sebenarnya aku sangat mengkhawatirkannya. Apa itu sesuatu yang buruk?"
Dandi terdiam sejenak sembari menimbang-nimbang. Antara ingin memberi tahu atau tidak. Namun ia pikir Swastika bisa sedikit membantu. Mengingat Dandi juga tak tahu dengan jelas di mana rumah Tantri sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko M153 (Serum Terkutuk)
HorrorMenjadi cantik dengan cara instan. Siapa yang tidak mau. Hanya butuh tiga tetes darah saja. Namun, benarkah instan? Atau malapetaka malah terjadi usai kecantikan itu datang?