Efek Serum

58 5 0
                                    

Tantri pulang ke rumah dalam keadaan bahagia seolah melupakan hal yang terjadi tadi siang saat ia memutuskan untuk pergi dari rumah. Tentang siulan di siang hari yang membuatnya hampir pingsan karena ketakutan juga suara gamelan entah dari mana yang kini menguap begitu saja.

Jadian dengan Dimas merupakan impian terpendamnya sejak lama. Tak dipungkiri saat Swastika dan Dimas jadian kala itu sangat menyakitkan hatinya.

Ia yang dekat dengan Dimas, mengapa sahabatnya yang malah jadian dengan lelaki yang menjadi pujaaannya. Tantri   tahu itu karena  wajahnya dan hari ini karena wajahnya telah berubah menjadi cantik, hal itu menjadi sangat mudah terwujud.

“Kenapa senyum-senyum Tri?“ tanya Ibu setelah ia masuk ke dalam rumah. Ia hanya menggeleng dengan senyuman yang semakin lebar.

“Gak apa-apa, Bu. Sasya sudah pulang ya?“ tanyanya sembari melangkah menuju kamar. Ibu mengangguk sebagai jawaban.

Tantri langsung masuk ke dalam kamarnya, meletakkan tasnya di sana kemudian menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi.

Ia buru-buru membasuh wajah untuk menyegarkan diri. Namun, baru saja ia mendongak menatap kaca di hadapan, dirinya dikejutkan oleh sesuatu tentang wajahnya.

Kulit mulusnya kini telah berganti kembali dengan wajah jerawatan yang jelek, matanya juga menjadi samar untuk melihat. Dahinya berkerut sembari menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap ini mimpi. Tapi, memang terjadi.

“Bagaimana bisa kembali lagi?“ ucap Tantri berucap lirih sembari menyentuh wajahnya yang kini tampak berjerawat dan kusam seperti sedia kala.

Bagaimanapun ia menoleh, wajahnya tak juga juga tak berubah menjadi cantik kembali. Hal itu membuat ia heran setengah mati. Bahkan matanya yang dahulu rabun kini juga tampak samar saat memandang.

“Apa efek serum itu tak lagi bekerja saat aku membasuh wajah?“ tukasnya pada diri sendiri. “Atau hilang saat serum itu kubasuh dan cairannya hilang dari wajahku? Itu artinya efek serum ini tidak permanen?“

Ia mengerjap bingung, mengatasi rasa penasaran yang timbul semakin banyak Tantri kemudian melangkah ke luar dari kamar mandi dan mengambil serumnya yang berada di atas meja rias.

Matanya menatap ragu pada cairan bening tersebut. Bagaiamana jika wajahnya tak kembali cantik saat ia mengoleskan serum ini? Bukankah semua jadi sia-sia?

Tantri mengambil setetes dan menuangkan di wajahnya. Mengusap serum itu dan menunggu hingga beberapa menit. Tangannya meraba wajah yang terasa mulus, ia memiringkan wajahnya untuk melihat di cermin dengan hati-hati. Tantri bernafas lega kemudian saat wajahnya kembali cantik seperti sedia kala.

“Itu artinya aku bergantung pada serum ini.“ Ia menatap wajahnya kembali di depan cermin sembari mengangkat bahu. “Tak masalah juga, toh aku cuma pakai setetes, serum ini tak akan cepat habis. Lagipula aku bisa kembali membelinya di toko yang kemarin, hanya pakai tiga tetes darah untuk membelinya.“

Tantri tak acuh, meninggalkan serum tersebut di atas westafe dan masuk ke dalam bilik kamar mandinya.

***

“Kak Tri!“

Tanti menoleh, ia menepuk-nepuk pipinya yang telah dioles oleh serum. Sasya memanggilnya dari luar kamar.

“Masuk! Gak dikunci.“

Sasya benar masuk, di tangannya ada saru kantong plastik berwarna hitam yang langsung gadis itu letakkan di atas ranjang Tantri.

“Kenapa Sya?“ tanya Tantri tanpa menoleh.

“Ini, oleh-oleh dari study tour.“

“Wah! Mana?“ Tantri berucap riang menghampiri Sasya yang langsung terpaku saat melihat wajah sang kakak.

“Tahu aja kamu kalau aku suka dodol garut.“

“Kak Tri ….“

“Ya.“

“Wajah kamu kenapa?“

Tantri kini mendongak, ia menatap Sasya dengan bingung. Di raba wajahnya dan merasa tak ada yang aneh. Ah, ia lupa, gadis iti tak tahu kalau wajahnya telah berubah menjadi cantik. Respon yang sama seperti Ibu dan Tiara, kakaknya.

“Gimana? Cantikkan?“ Tantri menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan sembari berkedip-kedip. Sasya hanya bisa melongo melihat perubahan sang kakak yang seratus delapan puluh derajat sangat berbeda.

“Iya, sih, tapi ….“

“Tapi kenapa?“

Sasya menggeleng, ia mengucek-ngucek mata sembari menepuk pipinya sendiri.

“Ini beneran?“

“Ya iyalah.“

“Kok bisa?“

“Ajaib, kan?“

“Kakak pakai guna-guna?“

“Sembarangan! Aku cuma pakai serum ajaib.“

“Serum ajaib? Serum apaan kak? Setahu Sasya gak ada  serum yang bisa ngerubah wajah jadi cantik dalam sekejap.“

“Ada! Kamu yang gak tahu, lihat buktinya, kakak bisa berubah begini. Ini semua berkat serum ajaib."  Tantri mengambil serumnya dan menunjukkan benda tersebut pada Sasya. Gadis itu hanya melongo dengan tubuhk terpaku.

“Aneh banget tahu, coba lihat dari dekat.“

Tantri menimbang sejenak. “Boleh, tapi jangan dipakai, ya! Cuma ada satu soalnya, nanti cepat habis.“

“Iya-iya lihat doang.“

Tantri menyerahkan serum di tangannya. Sasya adiknya, meraih benda itu dan memperhatikan dengan seksama dalam jarak dekat.

“M153? Ini merk apaan?“

“Itu nama tokonya. Sekaligus nama merknya juga. Kenapa? Kamu mau bilang itu merk kosmetik abal-abal?“ tukas Tantri sewot karena teringat respon Swastika tadi siang.

Sasya menggeleng. Ia kini mengangkat serum itu tinggi-tinggi.

“Awas jatuh, Sya, nanti pecah!“

“Kak Tri, yang gerak-gerak ini apaan?“

“Glitter emasnya itu.“

“Bukan! Ini gerak-gerak kayak, hiii….“ Sasya melemparkan serum itu tiba-tiba, membuat Tantri sontak terkejut. Untung ia sempat menangkap sebelum jatuh ke lantai.

“Sasya! Hati-hati dong. Gimana, sih? Untung gak pecah.“

“Ih kak Tri gak lihat? Atau gak sadar? Perhatiin deh cairan serumnya itu ada yang gerak-gerak kayak … belatung.“

“Mata kamu siwer?“ ucap Tantri sembari menahan amarah. Tadi siang Swastika mengatakan kalau serum yang ia pakai abal-abal. Sekarang Sasya mengatakan kalau serum yang ia pakai ada belatungnya. Ada apa dengan orang-orang, tak senang sekali jika ia menjadi cantik.

Tantri menggoyang-goyangkan serum itu. Bahkan sampai beberapa detik ia memandang, sama sekali tak ada perubahan. Cairan bening itu bercampur dengan glitter keemasan.

“Coba lihat dulu, kak!“

“Gak ada Sasya! Kamu lihat, nih!“ sodor Tantri pada adiknya itu.

“Hiii… jijik! Kakak dapat darimana sih serum itu?“ Sasya lari menjauh sembari bergidik, aneh sekali.

“Sumpah, aku lagi gak mood banget buat marah Sya. Mending kamu keluar dari kamar aku.“

“Tapi, buang dulu itu serumnya kak! Masa kakak pakai serum yang ada belatungnya, hiii ….“

“Gak.“

“Kakak bakalan tetap pake?“

“Ya iyalah, udah keluar sana!“

Sasya melangkah pergi. Sekilas memandang serum di tangan Tantri sembari memeluk tubuhnya sendiri. Lalu lari terbirit-birit keluar dari kamar.

Dasar, merusak moodnya yang sedang bahagia saja. Serum bagus begini dibilang ada belatungnya. Tantri tak habis pikir.

Tantri menggeleng sembari meletakkan serum itu kembali di atas meja rias. Menutup pintu dan menyelimuti diri di atas tempat tidur. Tak lupa mematikan lampu sebelumnya.

Toko M153 (Serum Terkutuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang