Chapter 7 : Strange Salary

4K 150 9
                                    

When you running away from your problem, it will not dissapear, but make that bigger than now

-Quotes of this part


Luke dan Devon jelas bingung melihat temannya yang terkenal dingin, bahkan mungkin jika ada perempuan telanjang pun dia cuek, sekarang terlihat kaget. Satu hal yang sama yang menyertai otak mereka berdua.

Apa hubungan Agathon dengan Nona Nesya?

******

WARNING TYPO BERTEBARAN!

HARAP MENINGGALKAN BINTANG ATAU COMMENT

JANGAN PLAGIAT ATAU APAPUN TANPA SEIJIN AUTHOR

******

"Hon? Lo kenal?" tanya Luke penasaran, dia memang tipikal kepo.

"Ada hubungannya sama nona Clara Jhonson?" tanya Devon lagi.

Luke langsung mendelik memperingati, pasalnya Agathon agak sensitive dengan nada tersebut. Mereka berdua sudah melirik takut-takut ke arah Agathon. Biasanya dia sudah akan mengeluarkan tatapan sedingin gunung everestnya jika sudah mengungkit 'Clara'. But, not today. Dia masih menatap nanar pintu tersebut. Sangat aneh.

Devon memandang Luke dengan tatapan bertanya, Devon sendiri menjadi sahabat Agathon baru-baru ini. Berbeda dengan Luke, dia adalah teman semasa Agathon masih di LA.

Dan Luke sendiri mengangkat bahu, tanda dia tidak tau dan tidak mengenal wanita tadi.

"Hon? Lo kenal?" tanya Luke sekali lagi. Seakan tersadar, Agathon kembali terdiam dan kaku. Walau wajahnya matanya masih menyiratkan kebingungan.

"Kalau itu emang dia, bakal gua ceritain." jawabnya ringkas. Dan Luke maupun Devon hanya bisa mengangukkan kepala. Kata-kata Agathon seperti perintah, dan jika memaksa lebih lanjut, pasti akan di delik tajam atau hanya di anggap angin lalu.

Agathon mengambil telefon selulernya dan menyentuhkan nomor pada handphone touch screen dengan jari-jari panjangnya dan ahli. Tak lama kemudian diapun tersambung dengan orang di sebrang.

"Cari tau, semuanya. Nesya Maggie Andora." kata Agathon singkat dan lalu menutup telefon  tersebut tanpa mau repot-repot mengucapkan salam.

Luke dan Devon hanya mengkerutkan kening bingung walau tak berani mengeluarkan sepatah kata.

*******

Nesya Pov.

Aku kembali duduk di tempatku setelah bertemu sang 'trio' CEO. Dan pastinya bertemu dengan Devon Adriamatja yang sengaknya selangit. Hanya memikirkan wajahnya saja sudah membuat moodku memburuk. Walau jujur, aku sangat senang, karena CEO yang terkenal dingin itu tanpa tandih alih sudah mau memakai konsepku.

KEMAJUANN!!!

Bunda sama Ayah pasti seneng. batinku bahagia.

"Nes, tadi kamu di panggil ya?" tanya kak Andrea sambil menopangkan dagu di mejaku.

Kapan dia datang? batinku kaget.

"Baru aja." balas kak Andrea seperti bisa membaca pikiranku.

"Ngagetin aja sih kak." runtukku sebal.

"Hehe, maaf deh." katanya sambil cengengesan. "Tadi kenapa kakak di panggil? Udah kelar?" tanya Kak Andrea lagi.

"Tapi jangan bilang-bilang, aku gak enak sama yang lain." kataku memperkecil suara.

"Tahan.. Kita ke coffee shop di sebrang jalan aja. Biar lega." kata Kak Andrea sambil menarikku, yang memang pekerjaanku tidak terlalu banyak. Jadilah aku mengekorinya ke Coffee Shop di sebrang jalan.

One Last ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang