Author Pov.
CLEK ...
Suara pintu terbuka, menampakkan ruangan yang sangat gelap gulita. Seseorang masuk sembari mengkerutkan kening. Matanya berputar mengelilingi ruangan gelap ini dengan beribu pertanyaan di benaknya dan sekaligus berjalan masuk.
CLAP CLAP
Orang tersebut bertepuk tangan dua kali untuk menyalakan saklar yang membuat cahaya menerangi ruangan besar tersebut. Jarak pandangnya tidak lagi terhalagi apapun, dan wajah tampannya pun akhirnya tampak.
Agathon bergerak masuk lebih jauh, dan pintu Pent Housenya tertutup otomatis sedangkan matanya pun otomatis bergerak memutar. Pent House putih ini terlalu sepi dan lenggang.
Kemana dia? pikir Agathon.
Dadanya bergemuruh, dengan mulai gusar Agathon menjatuhkan tasnya dan mencari Nesya ke seluruh rumah. Tapi sama seperti ketika dia tidak pulang karena menginap di rumah Clara.
Nihil.
Nesya tidak ada di mana-mana.
Dengan perasaan kalut dan khawatir, Agathon berlari langsung ke arah pintu utama untuk mencari Nesya, dan tak lupa menyambar kunci mobil. Tapi saat dia berbelok untuk mencapai pintu, ternyata pintu sudah terbuka dengan lambat. Sosok Nesya terlihat.
Dengan baju agak kusut, rambut juga tidak serapih tadi pagi. Dan terutama wajahnya, terlihat amat sangat mendung. Tinggal menunggu petir yang menyambar siapapun. Tapi, jauh dari itu semua, perasaan bersalah karena mengingkari janji lebih kuat dari emosi lainnya di diri Agathon.
Entah Nesya sadar atau tidak, karena sedari tadi dia menunduk dengan tanpa semangat.
Mungkin dia lelah dengan pekerjaan. pikir Agathon lagi.
"Kok pulangnya larut?" tanya Agathon mulai berjalan mendekat ke arah Nesya.
Tapi siapa sangka, setelah dia melepaskan hak hitamnya dan membiarkan kaki polosnya masuk, dia tidak menjawab dan bahkan Nesya melewati Agathon seperti tidak ada orang di sana.
Dia marah. batin Agathon tanpa bisa sedikitpun mengeluarkan suara ataupun menggerakkan tubuhnya karena terlalu kaku dilanda rasa bersalah.
Pikir saja bodoh, mana ada orang yang tidak marah jika ingkar janji! teriak dewa Agathon marah.
"Nes." panggil Agathon pelan. Insting Agathon bekerja kuat, dia menahan segala emosi marahnya ketika di abaikan karena melihat wajah 'mendung' Nesya. Instingnya juga lah yang bahkan Agathon dapat memanggil Nesya dengan pelan walau sudah di acuhkan.
"Ness.." Agathon sedikit menaikkan suaranya, karena dia fikir Nesya tidak mendengarnya.
Sedangkan yang di panggil hanya berjalan ke dapur, mengacak-acak kotak P3K.
"NESYA." panggil Agathon keras.
"Berisik Agathon." sahut Nesya lemah dan masih sangat terdengar suara tajamnya. Dia terlihat mengambil obat dan meminumnya beserta air putih.
"Kamu kenapa? Sakit? Mau ke dokter?" tanya Agathon panjang lebar tanpa jeda.
"BE.RI.SIK!" Sekarang Nesya bahkan menekankan kata-katanya untuk membuat Agathon diam. Ya, Agathon langsung diam mendengar nada dingin tersebut. Karena dia terlihat tak ingin membuat Nesya makin kesal.
Tapi tubuh Agathon tidak ingin di ajak kerja sama, karena dia terlihat lebih sigap dari otaknya untuk menopang tubuh Nesya yang terlihat seringan kertas.
Tangan Nesya jauh lebih cepat dari respon tubuh Agathon. Tangannya mengambang di udara membuat simbol 'stop' atau 'berhenti'. Nesya sendiri memilih duduk di kursi pantry, tangan yang sama -dengan tangan yang menahan Agathon tadi- mengurut pelipis Nesya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Chance
RomantikSeorang wanita bernama Nesya Maggie Andora yang tidak pernah merasakan rasanya punya pacar pun seperti di pertemukan dengan seseorang yang sangat amat sempurna sebagai teman baru mereka. Pindahan langsung dari luar negri dengan minim bahasa indonesi...