When i saw you, my eyes can't see anything else you
-anymous
Aku duduk gelisah dalam mobil, melihat jalanan yang sedang lampu merah dan antrian sangat panjang. Jika ini antrian ke neraka mungkina aku akan rela bahkan ingin bolos, tapi ini antrian ke sekolah, bisa telat neeh. Udah jam 6.25 lagi. Aduh!!
"Bun, cepetan dong, telat nih." decakku, sambil terus melihat ke jam di handphone ku.
"Iya kak, nanti Bunda langsung tancep gas." kata Bunda sambil tersenyum, mungkin dia tidak menganggap serius perkataanku. Cih.
Aku tetap gelisah, pasalnya, kalau telat harus menunggu 45 menit, Hell No! Sekarang hari rabu, dan pelajaran Matematika, walau jujur gua pengen bolos, tapi gurunya sangar. Wew! Great lo bang! Gua telat karena gerakkan gemulai dan lambat. Kalau mau telat sendiri-sendiri aja kek.
Mobil pun akhirnya berjalan, menyusuri jalanan yang macet menuju sekolahku. Oke, coba jelaskan dimana jalan di Jakarta tidak macet. Jika ada, pastinya bukan di jalan menuju sekolahku. Aku melihat ke jam di hp, 6.30, hopeless. Bahuku merosot di jok mobil. Siap-siap menunggu 45 menit dan di hukum skot jam.
Bunda menurunkan aku dan kakak ku di depan pintu gerbang, lalu dia meninggalkanku di depan gerbang yang sudah tertutup. Masih sedikit yang menemaniku telat, mayoritas kakak kelas. Pastinya kelas 3, karena mungkin sekolah tidak penting lagi menurut mereka. Tapi siapa tau?
Aku duduk di bawah dan memainkan hp ku, entah itu mendengarkan music dan membaca wattpad. Harus aku akui, walau banyak penulis amatiran, cerita mereka banyak yang bagus, dan juga harus di saring karena banyak 18 - 27+. Ngerti kan? Dan tolong jangan tanya aku baca atau tidak, karena aku tidak ingin jujur, maaf maaf saja, itu privacy.
Aku bersyukur kepada pencipta wattpad dan para penulis yang sangat baik dan cikal bakal penulis, yang penting aku bisa membaca dan membunuh waktu yang membosankan ini. Dan tak terasa, sang penjaga pintu yang jujur, wajahnya emang gak ganteng, tapi gak sangar kok, gak kayak yang di novel-novel, masih dia muda. -promosi-.
Dia membuka pagar, lalu terdengar sorakan senang dari kakak-kakak kelas 3. Aku tidak ikut bersorak heboh nan alay itu, walau aku memang senang.
Aku sangat bersyukur, karena aku memang benci menunggu. Dan paling bahagianya, seseorang menepuk bahu ku pelan. Riskha Fauziah alias pou, dia menyapaku dengan senyuman hangat. Aku jelas nyegir bahagia, punya temen telat dan temen di marahin guru killer itu. Alhamdulillah.
Setelah menjalani serangkaian hukuman (skot jam 10 kali) aku dan Pou beserta murid lain yang terlambat naik ke kelas. Dengan ngos-ngosan aku mendaki sampai lantai 3, maklum masih kelas 10, jadi yang paling atas.
Guru perempuan itu sedang menjelaskan ketika kami berdua masuk. Matanya menatap tajam, tapi tidak untukku, agak kesal memang tapi lebih ke malas mengomeli. Jadi dia hanya memberikan tangannya untuk kami salami.
Teman sebangku ku sudah berwajah cerah, pasalnya aku duduk paling belakang bersama dia, dan suka bergosip, paling tidak ngobrol biasa. Karena Matematika itu mata pelajaran yang di anggap menyebalkan di anak IPS. Jadi maafkan aku guru, aku memang tidak tertarik dengan hitung-hitungan, walau aku memang mampu dalam menghitung.
4 jam pelajaran terkurung dengan koaran guru matematika yang sama sekali tidak aku gubrish selain di suruh menulis catatan, jika ada latihan juga paling ya copy paste, khas anak sma sekali. Tak ada indah-indahnya terkurung di mata pelajaran Matematika, jam pertama dan sampai istirahat. Kenyang sekali dengan rumus.
Mataku aku paksakan terbuka walau sebenarnya godaan untuk memasukki alam mimpi lebih besar, tapi mengingat guru ini killer, aku terpaksa memperhatikan, masuk kuping kiri keluar kuping kanan, gak ada yang nyantol. Beginilah hidup mempelajari matematika. Melelahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Chance
RomanceSeorang wanita bernama Nesya Maggie Andora yang tidak pernah merasakan rasanya punya pacar pun seperti di pertemukan dengan seseorang yang sangat amat sempurna sebagai teman baru mereka. Pindahan langsung dari luar negri dengan minim bahasa indonesi...