Banyak orang bilang, kehidupan itu berputar seperti roda. Ada kalanya di atas dan ada saatnya kita di bawah.
Tapi, tidakkah kali ini keadaanku sudah terperosok? -- Nesya Maggie
Agathon pov.
Dua hari. Telah Dua hari berlalu aku pergi meninggalkan Indonesia untuk meninjau langsung anak perusahaan milik ku yang lain. Pindah negara seperti dari Taiwan, Cina lalu ke Korea membuat jet lag yang pasti kalian tidak akan senang.
Aku menyempatkan diri untuk melihat perkembangan perusahaan Hakuna yang sedang sukes -katanya. Dan, jika Nesya sudah normal, mungkin aku akan mengajaknya ke Korea untuk melihat seberapa hebat adiknya sekarang. Aku rasa, dia akan benar-benar bangga telah mengorbankan uangnya untuk kuliah adiknya itu.
Untuk seukuran fresh graduate , Tata adalah orang yang hebat sekaligus pintar. Dia membangun hotel di Korea dengan berbintang 3 dengan jerih payah sendiri. Jika orang lain akan senang menerima hotel pemberian kakak nya -walau dengan latar hitam di belakangnya- dan membuat hotel lainnya.
Tapi Tata berbeda, dia memilih untuk berjerih payah sendiri. Aku memberanikan diri menikmati layanan kamar terbaiknya dan itu tidak mengecewakan untuk bintang 3. Pelayan di sini di latih sangat baik dan terkordinasi dengan baik juga.
Lagi pula tidak ada isu miring tentang hotel ini, dan sepertinya aku bisa merekomendasikannya. Aku sendiri yang punya banyak perusahaan saja mengakui bahwa aku tidak akan bisa secepat ini membuat hotel berbintang.
Semua berawal dari keturunan, walau aku memang membuat World Group melebarkan sayapnya di Asia. Tapi tetap saja, bukan aku yang memulai perusahaan dari nol. Aku hanya melanjutkan dan membuat makin kuat.
Intinya, aku salut dengan Tata. Terlepas dari perilaku playboy yang terlihat di belakang kakaknya, dia hebat. Tidak akan ada yang percaya bahwa Tata adalah seorang pemain karena dia terkenal dengan segala kesempurnaan dan pencapaian sempurna.
Dia lelaki yang hebat dan licik.
Tapi sayangnya, aku tidak bisa menikmati layanan hotel terlalu lama. Karena nyatanya aku harus kembali karena banyak orang yang bergantung pada perusahaanku untuk mencari nafkah. Oh, tentu saja istri ku yang terbaring -walau tidak lagi lemah- di ranjang rumah sakit dengan segala sikap yang berubah-ubah seperti musim pancaroba yang tak dapat di tebak.
Tak ada hujan dan angin, dia berteriak histeris mengalahkan bunyi petir. Sedang hujan badai dia tetap diam dengan dunia kecilnya itu. Aku yakin, sekalipun kebakaran atau gempa bumi, dia hanya menatap keluar tanpa ada minat menyelamatkan diri.
Ya, Nesya Maggie Smith -aku mengakui nya sekarang bahwa dia memiliki nama belakang yang sama denganku karena dia istriku, dan akan selalu begitu- dengan segala sikap uniknya serta pesona yang meluluhkanku sekarang.
Dan aku merasakan rasa rindu yang menumpuk karena sudah meninggalkannya selama 2 hari, hari ini tak akan terhitung terlewati karena aku akan pulang dengan jet tercepat. Jika dua hari saja perasaan rindu sudah menumpuk seperti ini, bagaimana dengan Tata?
Waktu tercepat dia mengunjungi kakaknya 3 hari setelah itu dia akan menghilang selama 2-3 minggu. Aku tidak ingin membayangkan rasanya tak menatap mata hazel -entah apa alasan Nesya mengganti mata hitam cantiknya itu. Dan mata hazel nya benar-benar membuatku takut dan kesal secara bersamaan.
Takut karena matanya memancarkan emosi serta tatapan dingin yang lebih kelam dan tak terbaca dari pada mata hitamnya, dan kesal karena kenapa harus berwarna hazel. Kenapa tidak hijau seperti ku? KENAPA HARUS MIRIP DENGAN WARNA MATA DEVON?! Tapi terlepas dari itu, matanya memang agak berbeda dari Luke, biru milik Nesya lebih gelap. Seperti warna laut pasific yang dalam.- yang membuatku mempunyai harapan untuk dia kembali seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Chance
RomansaSeorang wanita bernama Nesya Maggie Andora yang tidak pernah merasakan rasanya punya pacar pun seperti di pertemukan dengan seseorang yang sangat amat sempurna sebagai teman baru mereka. Pindahan langsung dari luar negri dengan minim bahasa indonesi...