Chapter 8 : Pertemuan Setelah 5 Tahun

2.3K 118 1
                                    

Just believe on fate. Whenever that bad or the worst. You just need to remember, you need rain if you wanna see rainbow.

-Echa_VOLT


Tinggal menemui CEO untuk klarifikasi, setelah itu, beres! Kataku memberi semangat pada diri sendiri.

Tapi kata mereka serem lho Nes, gak takut? Batinku menyuarakan kata menggodaku. Dan aku langsung surut kepercayaan diri.

Aku takut..

******

WARNING TYPO BERTEBARAN!

HARAP MENINGGALKAN BINTANG ATAU COMMENT

JANGAN PLAGIAT ATAU APAPUN TANPA SEIJIN AUTHOR

******

Chapter 8 : Pertemuan Setelah 5 Tahun


Aku akhirnya memantapkan hati setelah segudang rasa percaya diriku hancur. Lebih baik menghadapi sang CEO untuk klarifikasi dari pada kena kasus 'korupsi', hadehh, ruwet banget ini gaji sih.

Berjalan dengan perasaan kalut, jujur saja, aku juga tidak terlalu suka masuk ruangan CEO tersebut. Kesannya sangat mengintimidasi dan dingin, seperti kepribadianya. Dan lagi, jika ada 'trio kwek-kwek'nya, aku sedang tidak mood menatap sang Devon Adriatmaja.

Sekali lagi aku tekankan.

Demi diriku sendiri.

Takut terkena korupsi.

Dan takut menghadapi wajah sang CEO. lanjut batinku. Great. Dia benar-benar jujur.

Aku melewati kantor sekertaris, sengaja sih, mau nanya jadwalnya Sir. Smith.

"Kenapa?" tanya dia ramah. Aku harus salut, walau dia sekertaris pengganti, dia cukup ramah untuk kategori punya bos 'hot'.

"Err... Aku sebenarnya ada masalah, tapi bisa ngomong langsung gak sama CEO nya?" tanyaku agak takut.

"Boleh tau masalahnya?" tanya Janneth, itu yang aku liat di nama pengenalnya.

"Masalah serius sih, tadinya aku udah nanya sama HRD, tapi di saranin nanya langsung sama Sir. Smith. Sibuk gak ya?" tanyaku masih agak takut.

"Sebenarnya sih jadwalnya kosong sampai jam 3. Tapi sekarang, ada 'genk'nya." Jelas Janneth pelan ketika menyebutkan 'genk'.

"Ya udah lah, aku gak mau ganggu. Nitip ini aja." Kataku akhirnya mengeluarkan amplop coklat tersebut lalu menyerahkannya pada Janneth.

"Loh, ini apa?" tanya dia bingung.

"Uang sih." Kataku lagi.

"Oh, gak deh, aku panggilin aja. Aku gak berani kalau uang jadi perantara. Maaf ya." Kata Janneth lalu mungkin menelefon ruangan Sir. Smith.

Aku bilang mungkin karena aku tidak pernah belajar tentang ilmu sekertaris, jadi ini dugaan doang. Tapi, kayaknya bener deh.

"Miss?" tanya Janneth untuk namaku.

"Nesya." Jawabku lagi.

Dia lalu berbicara ke telefon tersebut, sesekali menganggukan kepala. Gak lama sih. Dia langsung berwajah profesional lagi.

"Boleh kok, bawa aja." Kata dia setelah menutup telefon dan mengucap salam.

"Masalahnya, kakiku gemeteran nih." Kataku ragu.

Dia hanya tersenyum menahan tawa. Tidak jadi gosip lagi bahwa Sir. Smith itu pria yang benar-benar mengintimidasi, walau aku sudah pernah masuk ke sana, aku tidak mau lagi. Serem.. Dan sepertinya dia tau aku lulusan baru.

One Last ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang