"Seharusnya kamu menolak pernikahan ini."
"Saya sudah berusaha."
"Kalau memang begitu, lantas kenapa acara ini tetap terlaksana?"
"Itu diluar kendali saya, lagi pun, apa yang terjadi di antara kita berdua adalah takdir. Rasa-rasanya sangat tidak pantas menyalahi guratan yang sudah tertulis jelas."
"Apa kamu baru saja menceramahi saya?"
Perempuan yang masih dalam balutan pakaian pengantin itu menggeleng pelan. Sungguh, ia tidak bermaksud demikian. Akan tetapi dari banyaknya sudut pertanyaan yang terlontar dari mulut laki-laki di depannya, terlalu banyak ucapan yang tak pantas di dengar.
Terlebih tentang gagalnya perlawanan yang seharusnya wanita itu lakukan pada neneknya. Karena baginya, menikahi gadis yang jauh dari kriterianya, itu benar-benar memuakkan.
.
"Jangan salahkan saya, kalau sikap yang akan saya tunjukkan padamu akan jauh dari kata menyenangkan," ucapnya kembali membuka pembicaraan."Tidak apa-apa, kamu sudah menjadi suami saya. Mau seperti apa pun, akan saya terima." Gumamnya pelan. Entah terdengar atau tidak oleh pria yang sejak tiga puluh menit lalu hanya berdiri membelakangi.
Kepalanya tegak, tatapnya diliputi kemarahan dan kekecewaan. Mungkin kalau boleh dikatakan pernikahan merupakan hari paling membahagiakan bagi sebagian orang. Untuk lelaki itu tak lebih dari hari sial yang menghampiri hidupnya.
.
Seiring putaran jam yang terus berjalan, di tambah suasana hujan turun tak berkesudahan. Ayudia Fahma, duduk di antara tepi ranjang. Memerhatikan sosok yang sudah terbaring membelakangi dirinya."Mas, apa nggak sholat isya dulu?" tanya Fahma mencoba membuka suara.
"Berisik!" sahut sosok laki-laki yang telah pun menjadi suaminya itu.
"Saya hanya mengingatkan, Mas," kata Fahma lagi.
"Keluar sana, udah tahu cape seharian ngeladenin tamu nggak penting itu. Sekarang malah diberisikin cewek macam kamu." Marah pria bernama lengkap Adiyaksa Wijaya itu.
Fahma menarik napas, mendapati intonasi suara sang suami. Masih jauh dari kata keramahan.
***
Pagi-pagi sekali, Fahma harus berpamitan pada ibunya untuk pergi dari rumahnya. Mengikuti suaminya untuk tinggal di rumah yang sudah lelaki itu tempati di antara bagian kota besar.
Dengan tangis dan perasaan berat hati. Fahma melepaskan pelukan sang ibu dan mulai berjalan menuju kendaraan Adiyaksa yang terparkir di halaman.
Tentu saja, rasanya seperti mimpi. Karena secepat ini wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu beranjak meninggalkan kediaman masa kecilnya.
Fahma pikir, waktunya masih lama. Dan ia masih bisa menjaga sang ibunda sekuat yang ia bisa.
Namun faktanya, kurang dari dua minggu. Nenek Adiyaksa tiba-tiba datang. Meminta kesanggupan pada ibu Fahma untuk menerima pinangannya untuk sang cucu, tanpa memberi Fahma kesempatan melemparkan pilihan.
Kata sang nenek, jika semua biaya hidup ibunya akan ditanggung penuh. Fahma tidak perlu mengkhawatirkan apa pun mengenai kebutuhan orang tuanya.
Akan tetapi, ini bukan soal pertanggung jawaban biaya hidup yang dijanjikan nenek. Hanya saja, bukankah membersamai sang ibu tanpa melewatkan sehari pun itu lebih dari cukup meski berada dalam kesederhanaan.
Namun apa daya, mau seberapa kuat menolak, jika takdir menunjukkan jalan lain. Fahma sendiri bisa apa?
Selain mengikuti alur yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta kehidupan.
.
Satu jam berselang, Adiyaksa sudah sampai di kediaman pribadi miliknya. Setelah mematikan mesin kendaraan roda empat yang ia kemudikan.Dengan rupa wajah sedatar papan, lelaki itu membuka pintu mobil, lalu keluar dari sana. Berjalan memutar ke arah bagasi, di mana koper berukuran sedang milik Fahma bertengger di sana.
.
"Biar saya saja yang bawa," kata Fahma."Siapa juga yang mau bawain. Ingat, kamu bukan pilihan saya." Ketus Adiyaksa.
Mendengar jawaban demikian dari suaminya. Fahma hanya mampu menghela napas, lalu mulai menerka sudah keberapa kali kalimat bukan pilihan saya itu keluar terucap dari mulut sang suami. Mungkin lebih dari tujuh kali.
Memasuki rumah, Adiyaksa terus melangkah ke lantai atas. Meninggalkan Fahma berdiam diri di dekat pintu sendirian.
Wajah Fahma terlihat kebingungan, bahkan kini sepasang matanya yang jernih meliar ke segala ruang. Ada perasaan takjub ketika ia menangkap interior rumah yang menurut Fahma sendiri cukup besar untuk ditinggali berdua.
Bahkan saking terkesimanya, Fahma sampai tidak sadar kalau-kalau Adiyaksa sudah kembali turun dengan setelan yang berbeda.
"Kamarmu ada di atas, sebelah kiri. Jangan pernah masuk ke kamarku dan juga, jangan menyentuh apa pun yang ada di rumah ini." Pesan tegas Adiyaksa tanpa mau repot-repot mengalihkan pandangannya pada sang istri.
"Kenapa kita tidak satu kamar? Bukankah kita pasangan yang sah?" tanya Fahma.
"Saya tidak mau satu ruangan dengan perempuan norak seperti kamu. Dan juga, kamu bukan pilihan saya." Ujar Adiyaksa lagi.
Sakit sekali rasanya bukan mendengar perkataan seperti itu dari seseorang yang telah sah menjadi pasangan hidup. Meski memang tak suka dan tak mau, tidak sepantasnya sikap demikian ditunjukkan sebegitunya.
.
Hari kedua menjadi istri orang, tak ada hal manis atau keromantisan sewajarnya dari Adiyaksa. Laki-laki itu, selepas pulang dari rumah mertuanya sekaligus memboyong Fahma ikut serta bersamanya. Ia langsung pergi entah ke mana, pria bergaris wajah rupawan itu sama sekaki tak memberi kabar.Bahkan sampai langit mulai menunjukkan temaram, Adiyaksa belum ada tanda-tanda pulang cepat.
"Duh, lapar." Fahma menekan-nekan perutnya yang perih akibat belum makan sejak tadi datang ke rumah ini.
Sekali lagi, wanita berambut sebahu itu melirikkan mata pada putaran jam yang menggantung bisu di atas dinding kamar. Menunggu resah pada suami yang belum kembali, hanya untuk meminta izin supaya dirinya bisa memasak apa yang ada di dapur milik pria itu. Sebab Fahma ingat perkataan Adiyaksa, bahwa dirinya tak boleh menyentuh apa pun yang ada di rumah ini. Mungkin itu termasuk seluruh yang ada di kediaman ini.
Bersambung ...
Hai, ketemu lagi sama Fahma dan Adhiyaksa. Di sini ada beberapa Bab baru, ya. Yang sama hanya satu atau dua Bab saja. Juga, total keseluruhan Bab hanya mencapai 17 Bab versi cetak nanti dan publikasi online hanya sampai Bab 12.
Jadi, tunggu keseruan ceritanya, jangan lupa vote dan coment.
Temui juga, spoiller ceritaku di:
Tiktok: adrianiyazid
Instagram: @adrianiadrianiy
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Perempuan Pilihan|| SUDAH TERBIT
Genç Kız EdebiyatıAyudia Fahma menikah dengan seseorang yang tak menginginkan kehadirannya. Selama pernikahan berjalan, tak ada keramahan atau sikap selayaknya suami terhadap dirinya. Meski sadar begitu dibenci oleh pasangan sendiri. Fahma terus melawan dan meyakini...