Part 12

159 20 2
                                    

1 tahun kemudian..

Sore ini Jimmy akan menjemput Dara di kantor WOnya, kata gadis itu mobilnya tertinggal di rumah kakak laki-laki pertamanya.

Saat sampai di depan lobby Jimmy mengabari Dara jika ia sudah sampai. Beberapa menit kemudian Dara keluar dari gedung tersebut dan masuk ke dalam mobilnya.

"Sorry agak lama, gue baru aja selesai meeting sama klien." ucap Dara memperlihatkan deretan giginya.

"Gak apa-apa." ucap Jimmy singkat.

Dara mengikat rambutnya ke atas dengan asal, hari ini memang hari yang sangat melelahkan baginya.
"Mau kemana kita?"

"Kafe biasa aja, gue lagi pengin kopi."

"Oh, okay. Gue ngikut aja."

Beberapa menit kemudian mereka sampai di kafe tempat biasa mereka kunjungi, tidak butuh lama untuk kesana karena memang jarak kafe dan kantor WO milik Dara tidak jauh.

"Dar, Exa baru aja ngelahirin." ucap Jimmy setelah selesai memesan.

Dara mengalihkan tatapannya dari ponselnya ke arah Jimmy.
"Oh ya? Wuih, bayinya laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki."

Dara menopang dagunya. "Wih, cakep dong gedenya kalau emak sama bapaknya begitu."

"Terus? Maksudnya apa? Lo belum move on gitu dari laki dia?" tembaknya kemudian.

"Bukan gitu maksud gue, gue juga udah lupain Keanu kok," ucap Jimmy pelan lalu menghela napas.
"Jujur gue sekarang malah iri deh sama Keanu. Pengin deh gue punya anak juga, punya keluarga bahagia, tapi ya mana bisa, gue aja gak suka sama perempuan. Kenapa sih di sini gak boleh nikah sama sesama jenis,"

"Udah gila kali ya lo," ucap Dara.

Jimmy cemberut, "Aduh Ra, mana gue juga pusing nyokap gue udah mulai jodoh-jodohin sama anak-anak temennya. Gue udah menghindar, tapi nyokap gue gencar banget." Ia mengacak rambutnya dengan frustasi.

"Ya bilang aja lo punya pacar. Lagian ngerasain kan lo jadi gue dikejar-kejar suruh kawin." sahut Dara santai.

"Nikah," koreksi Jimmy.

"Iya nikah, ribet." sewot Dara.

"Ya kali, kaya gak kenal nyokap aja. Pasti dikejar suruh bawa ke rumah, wujudnya aja gak ada. Kalau pun gue bawa mantan gebetan gue, apa gak megap-megap itu nyokap bokap gue lihatnya."

Dara hanya terdiam lalu berdeham. Dara bergerk mencari posisi duduknya yang lebih nyaman.
"Gue punya cara sih, tapi gue gak yakin lo bakal setuju." ucapnya mengambang.

"Beneran? Apa? Apa cara lo? Cepet sini kasih tahu gue." ucap Jimmy cepat memandang Dara dengan tatapan berbinar.

Dara terlihat berpikir sebelum menjawab,
"Gi-gimana kalau kita menikah? Gu-gue juga udah buntu banget cari cara nolak perjodohan dari eyang." ucapnya pelan wajahnya mulai memerah. Sebenarnya ini memalukan untuk Dara, tapi ya bagaimana lagi. Dia juga sudah putus asa dengan omelan dan perjodohan dari eyang putrinya.

Jimmy terperangah, "Hah?! Maksud lo, gue sama lo nikah gitu? Wah, udah gila ya lo? Ra, lo jam segini udah halu aja Ra, takut bener gue. Sadar Dara, sadar."
Ia mengguncang kedua bahu Dara pelan.

Dara menepis tangan Jimmy, "Gue gak gila, gue serius, Jimmy. Lo pikir gue gak pusing apa dikejar mulu sama eyang suruh nikah katanya keburu jadi perawan tua. Ini satu-satunya cara. Emang lo mau gue dapet laki-laki gak bener lagi? Gak kan, ya sudah kalau gitu lonya aja yang nikah sama gue. Kita sama-sama bisa nolak perjodohan dari eyang dan nyokap lo."

Jimmy menggeleng tak percaya, "Wah lo beneran udah gila, asli ini omongan tergila lo sepanjang hidup gue kenal sama lo."

Dara menggeram pelan. "Gue sangat amat serius Jimmy. Dengan kita menikah, lo bisa terbebas dari kejaran perjodohan pun sama dengan gue dan rahasia lo aman. Lo pasti tahu, fakta tentang lo cepat atau lambat bakal sampai ke telinga nyokap bokap lo. Dengan adanya pernikahan kita, akan adanya simbiosis mutualisme yang artinya ini bisa sama-sama menguntungkan untuk kita berdua."

Jimmy mematung mendengar ucapan Dara. Pikirannya mendadak kacau.

Dara mengecek ponsel dan jam tangannya.
"Gue duluan ya, gue ada janji ketemu sama klien kedua. Nanti gue naik taksi online aja, lo gak usah jemput,"

Jimmy masih terdiam dengan pandangan kosong.
Dara bangkit mengelus lengan Jimmy membuat laki-laki itu mengerjap lalu menatapnya. Dara tersenyum tipis.
"Gue tahu ini bikin lo shock tapi please, pikirin baik-baik omongan gue, Jim. Gue pamit ya, lo hati-hati bawa mobil." Ia menepuk lengan Jimmy pelan lalu berjalan menjauh. Bahkan Jimmy tidak sempat membuka mulutnya.

Jimmy memutar koin yang ada di meja. Ini sudah tiga bulan berlalu semenjak kejadian di kafe sore itu. Selama ini Dara terus berusaha meyakinkan dirinya. Ia bahkan ingat apa yang gadis itu katakan saat ia menyampaikan salah satu keraguannya.

"Ra, kalau memang pada saatnya kita menikah? Apa semuanya hanya tentang simbiosis mutualisme alias hubungan sing menguntungkan? Apa kita cuma akan menjalani hidup yang kaya gitu sampai entah kapan? Apa pernikahan sebercanda itu?"

Dara tersenyum tipis.
"Gue tahu lo bakal tanya kaya gini ke gue. Pernikahan memang bukan mainan, gue juga tahu kita gak bisa selamanya hanya punya prinsip pernikahan yang kaya gitu. Kalau pun misal lo setuju untuk menikah dengan gue, gue-maksud gue kita, harus sama-sama berusaha saling mencintai. Gue tahu banget pernikahan tanpa cinta juga gak akan jalan, maka dari itu setelah lo setuju, kita berdua harus sama-saling belajar mencintai, kita akan sama-sama saling membantu untuk membangun cinta itu. Gue tahu gak akan mudah, apalagi buat lo. Selama kita sama-sama yakin, kita pasti bisa. Lo akan lebih mudah kalau perempuan yang lo nikahi itu gue, lo gak harus pura-pura dan lo lebih bisa terbuka."

Jimmy harus memikirkan semua dengan matang, dengan segala konsekuensi yang akan ia dapat.

Lalu ia membawa mobilnya ke toko roti milik ibu Dara karena saat ia menanyakan keberadaan gadis itu, Dara bilang sedang berada di toko roti milik ibunya.

Jimmy menunggu di parkiran mobil setelah mengabari Dara. Tidak lama kemudian pintu mobil di sampingnya terbuka. Dara tersenyum masuk ke dalam mobil.

"Hey, udah lama?" tanya Dara memasang sabuk pengaman.

Jimmy menoleh ke arah Dara dan menggeleng, "Nggak, gue juga baru aja sampai kok." jawabnya. Setelah itu mereka terdiam. Dara bingung kenapa Jimmy tidak menjalankan mobilnya.

"Jim,"

"Dar,"

Mereka saling bertatapan.

"Eh?"

"Eh? Ehm, duluan aja yang ngomong." ucap Jimmy tersenyum canggung.

Dara terlihat salah tingkah. "Eungh, enggak. Lo dulu aja deh."

'Apa sih salting jelek.' batin Dara.

Jimny menatap Dara lalu menghela napasnya.
"Okay. Gue juga gak tahan pengin ngomong sekarang.

"Adara,"

"Hmm, iya?" Dara mengerjap.

"Let's get married, ayo kita menikah." ucap Jimmy dengan yakin menatap dalam mata bening Dara.

Kedua mata Dara melebar.

"Hah?!"

-----------------------------------------------------------------------------------------------
Yuhuu, I'm back! Gimana update part ini menurut kalian?

Jangan lupa vote ya biar aku makin semangat buat update \(^.^)/

Das ist LiebeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang