2/2

438 89 41
                                    

9. 30 AM

Joanna dan Jeffrey sudah tiba di rumah Jessica. Rumah satu lantai yang sangat besar. Namun agak tua sebab tidak pernah direnovasi karena kendala biaya. Mengingat rumah ini sangat besar dan pasti akan memakan biaya miliaran rupiah jika dibangun ulang.

"Anak dan menantuku sudah datang! Ayo masuk!"

Joanna dan Jeffrey mulai memasuki rumah. Mereka duduk di kursi kayu yang ada di ruang tengah. Disuguhi es teh manis buatan Sarah, istri Adam.

"Kalian sudah makan? Makan, ya? Mama masak opor ayam."

"Sudah, Ma. Nanti sekalian makan siang saja."

Ucap Jeffrey sembari melirik Joanna yang diam saja. Sebab istrinya memang akan lebih banyak diam saat di rumahnya. Entah karena tidak nyaman atau karena yang lainnya.

"Ya sudah, kalian istirahat saja dulu. Joanna terlihat kelelahan. Ayo, Mama tunjukkan kamarnya!"

Setelah meminum es, Jeffrey dan Joanna langsung bangkit dari tempat duduk. Lalu menuju kamar yang akan mereka tempati di rumah itu. Mereka juga berpapasan dengan Sarah yang sedang menyapu. Lalu disapa singkat sembari tersenyum.

"Ini, ACnya baru dipasang kemarin. Masih dingin."

"Terima kasih, Ma."

"Terima kasih, Mama."

Ucap Jeffrey dan Joanna bergantian. Mereka juga langsung membereskan barang-barang. Dua koper besar yang berisi pakaian dan surat-surat penting mereka.

Setelah beberes kamar, Jeffrey langsung mencari Adam yang sedang berkebun di belakang. Bersama anaknya. Sebab setelah ayahnya meninggal, hanya dia yang bisa merawat tanaman mendiang si ayah.

"Mas!"

"Loh, Jeffrey kapan datang?"

"Baru saja, Mas sibuk berkebun sekarang?"

"Iya, nih! Daripada tidak melakukan apa-apa. Keponakanmu juga suka!"

Jeffrey menatap Kevin, anak laki-laki berusia lima tahun yang saat ini sedang bermain air. Di kolam yang berisi ikan-ikan kecil.

"Hai! Om, Jeffrey!"

"Halo, Kevin! Itu ikannya apa tidak pusing?"

"Hehehe."

Kevin hanya terkekeh pelan. Lalu berhenti mengaduk air di dalam kolam menggunakan tangan. Kemudian berpindah ke kolam lain yang berisi ikan lebih besar.

"Mas, apa tidak apa-apa aku dan istriku tinggal di sini? Aku takut Mbak Sarah tidak nyaman akan kedatangan kami."

"Kenapa harus tidak nyaman? Ini rumahmu juga. Sudah, lah! Abaikan saja. Kalau ada apa-apa, langsung laporan pada Mas."

"Terima kasih, Mas."

Adam mengangguk singkat. Lalu menatap Jeffrey yang kini sudah tersenyum cerah. Dengan pipi yang berlubang. Mengingatkan dia dengan mendiang ayah mereka.

Tok... Tok...

Joanna yang sedang memainkan ponsel di atas ranjang langsung bangkit dari rebahan. Menatap pintu kamar yang sudah terbuka. Menampilkan Sarah, si kakak ipar yang sedang membawa beberapa selimut dan bantal.

"Boleh aku masuk?"

"Silahkan, Mbak!"

Sarah langsung memasuki kamar. Lalu meletakkan tumpukan selimut dan bantal di depan Joanna. Kemudian menatap isi kamar yang terlihat kosong meskipun telah dihuni orang.

"Kamu tidak bawa mukenah?"

"Bawa, di lemari. Aku sedang menstruasi. Nanti siang baru suci."

"Kukira sedang hamil."

Sarah langsung keluar dari kamar. Tanpa menutup pintu seperti sebelumnya. Membuat Joanna semakin kesal. Sebab dia memang sangat sensistif jika disinggung soal kehamilan.

Iya, Joanna memang kurang subur menurut dokter kandungan. Itu sebabnya selama dua tahun menikah mereka tidak kunjung memiliki anak. Berbeda dengan Sarah yang memang langsung hamil setelah satu bulan menikah.

Hal itu juga yang membuat Joanna kurang nyaman tinggal di sana. Sebab dia pasti akan dibanding-bandingan dengan Sarah. Karena tidak bisa memberi cucu untuk Jessica.

Tbc...

HOUSEWIFE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang