11. 50 AMJoanna sedang menduduki kursi. Dengan rambut setengah kering karena baru saja selesai mandi. Dia juga mulai menatap ada begitu banyak makanan di sini. Dari opor ayam hingga soto juga. Tidak lupa dengan aneka jajanan pasar yang sudah lama tidak dia makan.
"Silahkan dimakan!"
Joanna langsung mengisi piring suaminya. Disusul dengan piringnya. Sebab dia memang sudah biasa melayani pria itu terlebih dahulu setelah menikah. Sebagai bentuk hormat karena Jeffrey telah mencari nafkah untuknya.
"Bagaimana rasanya? Enak?"
"Enak, Ma. Siapa yang masak."
"Sarah. Dia ini pintar sekali. Pintar cari uang, masak, bersih-bersih juga. Dia benar-benar sosok istri idaman. Kamu harus belajar darinya."
Joanna hanya tersenyum kaku. Sembari menatap Sarah yang kini hanya tersenyum. Lalu membantu Kevin yang ingin mengambil potongan tahu.
"Kamu tidak berencana kerja di sini? Aku bisa memberimu pekerjaan jika ingin."
Tanya Sarah tiba-tiba. Membuat Joanna langsung melirik Jeffrey yang kini masih fokus makan. Sebab dia jarang makan opor jika di rumah mereka.
"Jeffrey tidak ingin aku kerja."
"Jeffrey? Kamu masih memanggil Jeffrey? Tidak ada Mas ataupun yang lain?"
Joanna menundukkan kepala. Merutuki dirinya yang telah salah bicara. Sebab seharusnya, dia menyertakan kata MAS di depannya.
"Maaf, Ma. Aku tidak terbiasa. Maksudku Mas Jeffrey, dia tidak mengizinkan aku kerja."
Joanna sudah mendongakkan kepala. Menatap Jessica yang sudah menatapnya kesal. Sebab wanita itu benar-benar tidak suka pada orang yang tidak sopan.
"Sudah lah, Ma! Kenpa harus dibesar-besarkan, sih?"
Joanna diam saja. Dia jadi tidak nafsu makan. Namun nasi di piringnya harus tetap dihabiskan. Jika tidak ingin semakin kena marah oleh Jessica, si mertua.
2. 00 PM
Joanna sedang menangis di kamar. Ditemani Jeffrey yang sejak tadi sudah berusaha mendiamkan. Sebab diapun bingung akan bereaksi seperti apa.
"Aku mau pulang. Baru sehari di sini saja aku sudah disalahkan!"
"Sabar, kamu seperti tidak tahu Mama saja. Hanya dua bulan. Sabar, ya? Demi aku, Sayang? Ya?"
Jeffrey mengusap air mata istrinya. Menggunkan ibu jarinya. Lalu mengecup bibirnya. Disusul dengan usapan tangan di pinggang. Kemudian naik dan turun secara beraturan.
Hingga pakaian keduanya terlepas. Padahal, keadaan kamar sudah dingin maksimal. Sebab pendingin ruangan telah hidup sejak mereka datang.
Setengah jam kemudian.
Sarah sedang menyetrika pakaian. Sembari mengwasi Kevin yang sedang menonton televisi sendirian. Sebab Adam sedang mengantar Jessica belanja.
"Siang-siang bercinta, tapi tidak punya anak-anak!"
Sindir Sarah pada Joanna yang baru saja keluar kamar. Menuju dapur dan berniat mengambil minum di kulkas. Karena lelah setelah bergulat di atas ranjang.
"Apa maksudnya, Mbak?"
"Ada apa ini?"
Tanya Adam yang baru saja pulang. Sembari membawa barang belanjaan. Lalu disusul Jessica di belakang.
Joanna yang malu membahas ini langsung mengambil air. Lalu ikut duduk bersama Kevin. Sebab dia enggan berdebat dengan mereka yang sudah pasti ucapannya akan menyakiti hati.
"Tante tidak takut tidur di kamar itu? Di sana banyak hantu."
Joanna menggeleng pelan. Lalu mencubit gemas pipi si keponakan. Sebab anak itu sangat menggemaskan. Berbeda dengan ibunya.
Tbc...