Hari ini hari minggu, Joanna baru selesai siaran langsung. Dia langsung menuju ruang make up dan sarapan bersama Teressa yang baru saja membeli bubur. Sebab dia tidak enak badan karena kasur yang dipakai kurang empuk.
Ceklek...
Pintu ruangan terbuka. Jordan dan Tamara masuk bersama orang yang membawa kasur berukuran besar. Sebab semalam Joanna mengeluh sakit punggung dan langsung dibelikan kasur baru keesokan harinya.
Setelah kasur baru dipasang, Tamara dan Teressa langsung keluar dari ruangan. Sebab mereka tahu jika Jordan sedang ingin berduaan dengan Joanna seperti biasa. Setelah wanita itu selesai siaran pagi pada jam enam.
"Padahal aku sedang tidak buru-buru. Tapi terima kasih. Berkatmu, aku bisa tidur nyaman nanti malam."
Jordan mengangguk singkat. Sedangkan Joanna mulai meminum obat sakit kepala. Sebab dia baru saja selesai sarapan. Ditemani Jordan yang kini duduk di atas sofa panjang yang ada di depannya. Karena saat ini, Joanna tengah duduk di sofa single yang ada di depan si pria.
"Kamu butuh apa lagi? Pengering mesin cuci di sini masih berfungsi dengan baik, kan? Water heater? Kompor induksi?"
"Masih, Tamara dan Teressa yang mengoperasikan setiap hari. Kalau ada yang rusak atau dibutuhkan, mereka pasti akan langsung laporan tanpa kamu tawarkan seperti ini."
Joanna terkekeh pelan. Mencoba mencairkan suasana. Sebab dia memang sangat nyaman kerja di sana. Karena ruangan make up ini sudah seperti rumah baginya. Mengingat dia malas mencari tempat tinggal dan lebih suka tinggal di sana saja. Sekalian berhemat.
Sekedar informasi, Joanna sudah menekan kontrak selama lima tahun yang telah Jordan tawarkan kemarin. Tanpa memberi tahu Jeffrey. Karena dia berencana untuk segera mengembalikan uang si suami. Sebab dia tidak ingin dihantui oleh rasa bersalah lagi
"Uang yang kamu minta sudah kukirim ke alamat yang kamu berikan. Nanti siang mungkin akan tiba."
"Terima kasih, ya? Aku janji akan kerja lebih baik dari sebelumnya."
Jordan baru saja akan bersuara. Namun tiba-tiba saja pintu kembali terbuka. Kali ini Jeffrey yang datang. Dengan wajah merah padam.
Setelah melihat Jeffrey, Jordan lang undur diri. Sebab dia juga tahu diri. Apalagi setelah melihat kilat marah di mata pria ini.
Ceklek...
Pintu ruangan sudah kembali tertutup. Joanna langsung berdiri dari tempat duduk. Lalu menatap Jeffrey yang kini sudah menatapnya kalut.
"Jadi ini yang kamu lakukan setiap hari? Lihat tempat ini! Kasur, kulkas, mesin cuci hingga kompor induksi! Apa selama ini kalian tinggal berdua di sini?"
Joanna mulai menarik nafas panjang. Menatap Jeffrey yang kini sedang cemburu buta. Sebab Joanna jelas tidak macam-macam di sana. Apalagi di sini ada CCTV juga. Kecuali di dalam kamar mandi tentu saja.
"Apa sekarang kamu juga mau mengatai aku jalang seperti Kakak iparmu? Jeffrey, apa memang serendah itu aku di matamu?"
"Aku melihatmu berduaan dengan pria itu! Apa salah kalau aku berpikir seperti itu? Kamu masih istriku! Aku berhak cemburu!"
"Kalau aku istrimu, lalu kenapa kamu melakukan ini padaku? Mengirim uang begitu banyak pada orang tuaku tanpa mengatakan padaku! Menyembunyikan slip gaji dariku agar aku tidak tahu berapa pendapatan asli per bulanmu! Sampai-sampai aku dicap jelek oleh keluargamu! Karena dikira telah menghabiskan uangmu! Melarangmu memberi uang pada Mamamu! Belum lagi saat memutuskan tinggal di rumah itu, kamu sama sekali tidak mau mendengarkan aku! Jika kamu masih menganggapku sebagai istrimu, seharusnya kamu tidak begitu!"
Jeffrey diam saja. Sedangkan Joanna semakin marah. Lalu mengusir suaminya saat itu juga.
"Pergi! Aku sedang pusing! Aku tidak ingin melihatmu saat ini!"
Joanna langsung mematikan lampu ruangan. Lalu menaiki ranjang dan menarik kelambu yang menjadi penyekat ruangan. Sedangkan Jeffrey hanya pasrah dan mulai duduk di bawah sofa. Sembari menatap tempat tidur istrinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.