Hilmy tengah berjalan menuju ruang guru ketika ponselnya berdering. Nama kontak 'Istriku' terpampang di layar. Cepat-cepat lelaki yang tengah melintasi lorong mading itu menerima panggilan. Lantas seketika menginstruksikan untuk mematikan beberapa saat, karena dia akan menghubungi ketika sampai di ruang guru. Tak elok menelepon sambil berjalan. Apalagi, para santri akan menepi jika ada pengajar yang lewat.
Sejak menikah, Hilmy memang sengaja mengubah kontak Fida dengan nama 'Istriku'. Meskipun dia merasakan ada keterpaksaan dan secuil amarah yang memercik ketika Kiai Mudzakir dan Kiai Marzuki, ayahnya, menawarinya dengan perjodohan, tapi Hilmy tak sejahat itu. Ada sejumput rasa sayang kepada Fida. Ya, mungkin itu bukan cinta, tapi Hilmy memang menyayangi Fida sebagai adik. Pun begitu, baginya perempuan lugu itu sangat baik dan polos. Tak tega rasanya jika sampai mematahkan hatinya. Meskipun … rasa ingin bersama Adeeva acap kali mengusik keteguhan hati.
Hilmy meletakkan buku-bukunya pada meja. Lantas segera duduk dan merogoh saku. Dia cepat-cepat menghubungi Fida. Hanya menunggu dua kali nada tunggu, sambungan telah terhubung.
"Kak, ditunggu Abi di rumah. Aku udah di rumah duluan, lewat asrama putri tadi. Ada tamu penting," Nada suara Fida terdengar datar.
"Tamu penting? Nyari aku?" Hilmy mengernyit. Menebak-nebak, kira-kira siapa tamu yang mencarinya.
"Iya. Penting banget. Udah, deh. Cepetan ditunggu, loh. Jangan lupa hubungi pihak TU buat jaga-jaga. Takutnya satu atau dua jam pelajaran kita belum balik."
"Oh, oke. Aku kosong, kok, dua jam ke depan."
"Oh, ya, udah. Assalamualaikum"
Hilmy menjawab salam dan langsung memutus sambungan setelahnya. Lantas, segera beranjak dan melangkah untuk menuju ndalem Kiai Mudzakir.
Selama perjalanan dari gedung sekolah menuju ndalem Kiai, berbagai pertanyaan berkelebat di kepala. Rasanya … cukup aneh jika ada tamu yang berkepentingan padanya, tapi malah mampir ke ndalem Kiai. Tapi, bisa jadi tamu itu adalah keluarga yang penasaran kepada Hilmy. Toh, dia masih terhitung pengantin baru, kan? Masih belum dua minggu umur pernikahannya dengan Fida.
Hilmy sedikit tersentak dan seketika mengernyit melihat mobil MPV premium terparkir di halaman pesantren. Posisinya lebih dekat dengan ndalem Kiai. Itu artinya, si empunya mobil kemungkinan ada di ndalem. Hilmy terus melangkah. Tampak jelas nomor kendaraan yang terpampang berawalan huruf N, itu artinya, nomor karesidenan Malang. Bisa jadi, itu nomor kendaraan Probolinggo?
Adevaa!
Seketika nama itu muncul di ingatan. Apakah itu mobil suami Adeeva? Dan memang, sepengetahuan Hilmy, suami perempuan yang masih menjadi pengusik hatinya itu bukanlah orang sembarangan. Maka, pantas jika mobil itu adalah miliknya.
Dengan keadaan dilimpahi kemewahan dan puja-puji, Adeeva sempat lebih memilih untuk lepas dan bersama Hilmy. Itulah yang berbeda dari Adeeva. Hal yang membuat Hilmy semakin terpikat padanya. Mau menerima apa adanya. Tapi, Fida? Entahlah.
Hilmy naik ke teras setelah membuka alas kaki. Pintu ruang tamu ndalem dalam keadaan terbuka. Seorang lelaki rupawan berperawakan tinggi besar dan berkulit cerah, duduk pada sofa sembari bercakap-cakap dengan Kiai. Percakapan yang terdengar akrab dan menyenangkan. Hilmy berucap salam lirih di depan pintu ruang tamu.
Seketika, Kiai beranjak. "Nah, itu menantu baru saya, Gus."
Dari nada suara dan mimik wajah Kiai, Hilmy menangkap ada rasa senang dan bangga yang tersirat. Membuat hadirnya sepercik rasa yang tak mampu dipahami jelas. Semacam rasa bersalah, pun berbagai pertanyaan. Apa yang membuat Kiai memilihnya dan bersikap semacam itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Sahaja Cinta
Storie d'amoreKarena doktrin yang diterima sejak kanak-kanak Hilmy harus menjalani pernikahan dengan perjodohan yang sayangnya berakhir buruk. Hal itu membuatnya sangat membenci perjodohan dan menyalahkan kehidupan. Tak disangka, ia bertemu dengan perempuan masa...