Di hari kedua belas, Hilmy akhirnya diperbolehkan pulang. Memang perawatan di rumah sakit relatif lama, mengingat retak lengan bawah dan benturan yang terjadi di kepalanya. Tapi, ketika hari diperbolehkan pulang, keadaan kepalanya sudah sangat baik. Hilmy sudah bisa duduk, bahkan berjalan. Pun begitu, mampu tidur nyenyak.
Di hari kepulangannya, tidak ada yang sangat dia rindukan kecuali rumah dan Fida. Apalagi … kini ada calon buah hati mereka di rahim sang istri. Meskipun selama dua belas hari di rumah sakit Fida tidak diperkenankan menunggui, tapi hal itu bukan masalah sama sekali bagi Hilmy. Kesehatan Fida dan calon buah hatinya jauh lebih penting.
Baru Hilmy ketahui perihal motor dan barang yang dia bawa ketika kecelakaan, pada sore hari saat Gus Sofyan kembali datang menjenguk. Motornya mengalami kerusakan meski tak terlalu parah, hanya bagian body motor yang mengalami patah dan retak di beberapa bagian, sementara mesin masih baik-baik saja. Sementara berkas laporan perihal kasus dugaan penipuan yang seharusnya diajukan kepada pihak kepolisian, didapati dalam keadaan lecek dan hilang beberapa berkas pentingnya. Ini membuat Hilmy merasa sangat terpukul, seolah-olah jalannya benar-benar terhambat. Sementara ponsel Fida, mengalami kerusakan cukup parah, karena terlempar jauh.
Sekitar tengah hari, Hilmy baru sampai di rumah. Tidak ada kerabat jauh yang menunggu khusus, karena kebanyakan sudah menjenguk ketika masih di rumah sakit. Hanya ada keluarga inti dari Madura dan jelasnya keluarga Kiai Mudzakkir yang hampir kesemuanya berkumpul di ruang depan. Sepertinya, mereka tengah mengobrol.
Hilmy duduk berlunjur di ranjang dengan punggung yang disangga bantal. Sementara itu, di sampingnya Fida duduk dengan posisi yang sama. Ini dilakukan atas permintaan Hilmy.
"Neng …" Tangan kanan Hilmy meraih telapak tangan sang istri.
"Ya, Kak? Kamu butuh sesuatu?"
Hilmy menggeleng. Dia hanya menatap lekat-lekat wajah sang istri. "Aku … cuma ingin ditemani."
Fida tersenyum tipis. "Lah, ini aku lagi di sini. Nggak ke mana-mana, kan?"
Hilmy mengangguk dengan seulas simpul tipis tersemat di bibirnya. "Hampir setengah bulan nggak bisa deket-deket gini."
"Ih, apaan? Kenapa jadi manja?" Fida menahan senyum. Seketika, tampak rona merah di pipinya.
Hilmy mengedikkan bahu. "Aku bersyukur masih diberi kesempatan hidup. Masih bisa ngeliat kamu, insyaallah masih bisa melantunkan azan untuk buah hati kita nanti. Jaga kesehatan kamu, ya, Neng?"
Fida mengangguk seraya menatap Hilmy. "Insyaallah. Pasti."
Seketika, Hilmy melepas genggaman tangannya, lantas menarik Fida agar bersandar di bahunya. "Maafkan aku, ya, Neng? Belum bisa menjadi suami yang baik. Doakan aku. Sepertinya, keraguanmu kemarin ada benarnya. Harusnya … aku nggak gegabah dan tetap mempertimbangkan usulanmu juga."
"Kak, aku yang harusnya minta maaf. Sebagai istri, aku belum bisa benar-benar mendukung. Semoga ke depannya kita bisa lebih baik."
"Iya. Semoga saja."
Sejatinya, ada sekelumit asa dalam hati Hilmy untuk membicarakan perihal segala biaya yang telah dikeluarkan. Tapi … rasanya bukan waktu yang pas. Seharusnya yang dilakukan pada saat seperti ini adalah banyak-banyak melantunkan syukur. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup dan menyadari kekeliruan. Tapi … untung saja, perihal percetakan belum diketahui banyak pihak, utamanya Lora Ali.
Sepertinya, semua skenario Allah ini adalah teguran bagi Hilmy. Bagaimana tidak jika uang dan kestabilan finansial yang dikejar malah semakin menjauh. Sementara perihal bantuan pun khadimah yang selalu dihindari, malah semakin mendekat. Seolah-olah dipaksa keadaan untuk menerima. Mau tidak mau, dalam keadaan seperti ini, Bu Nyai Marhamah pasti akan mengirim khadimah. Sementara perihal biaya administrasi rumah sakit dan pengurusan motor dari kepolisian, sudah jelas diurus Gus Sofyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Sahaja Cinta
RomantizmKarena doktrin yang diterima sejak kanak-kanak Hilmy harus menjalani pernikahan dengan perjodohan yang sayangnya berakhir buruk. Hal itu membuatnya sangat membenci perjodohan dan menyalahkan kehidupan. Tak disangka, ia bertemu dengan perempuan masa...