26. UNTUK ABEL

697 49 23
                                    

"kadang awal yang indah tidak menjanjikan akhir yang indah pula"
-Abellia Bianca Rosa.

"Salah kah jika seseorang berusaha untuk orang yang dia sayang?"
-Alvanzo Gabian Mahardika.

Langit petang ber gradasi orange, sepoi sepoi angin menerpa ilalang dan pepohan. Terduduk sendirian di atas ranjang rumah sakit dengan bantuan oksigen membuat Abel cukup lama terdiam merenungi indahnya ciptaan Tuhan.

"Abel?" Kepalanya menoleh ke pintu masuk, ada Alvan yang baru saja tiba membawa buket bunga lili. "Maaf ya baru dateng" Abel tersenyum. Dia tahu, ada Yessika yang harus Alvan dulukan.

"Tadi kambuh ya? Maaf ya gak ada waktu kamu butuh" Abel masih terus memperhatikan Alvan yang duduk di depannya sembari menggenggam tangan pucatnya.

"Kenapa?".

"Kakak kenapa suka kesini?" Pertanyaan yang membuat Alvan tersenyum. "karena kamu" Abel tahu itu.

"Makasih ya udah kasih aku kesempatan buat berubah" Abel mengangguk.

"Permisi" seorang suster masuk untuk memeriksa keadaan Abel. Usai memeriksa suster itu keluar menyisakan dua orang tadi.

"Besok mau jalan jalan?" Abel diam. Netra nya menatap wajah Alvan yang terlihat lelah. "I'm okay" ucap Alvan seolah tahu apa yang ada di kepala Abel.

"Besok mau aku bawain bunga apa?" Abel tersenyum. "mawar" Alvan mengangguk.

"Sesuai keinginan Abel" keduanya terkekeh pelan.

***

Tatapan yang Yessika berikan membuat Alvan sedikit merasa tidak nyaman. Sedari tadi gadis dengan surai panjang yang terurai itu terus memperhatikannya seolah sedang mencurigai nya.

"Kenapa lihat nya gitu?" Tanya Alvan membuat Yessika sadar. "Kamu sering pergi tanpa kasih kabar, kemana?" Alvan menghela nafas lalu mengusap rambut Yessika.

"Sayang, aku kan udah pernah bilang keadaan kantor lagi kritis jadi aku harus sering kesana" Yessika sebenarnya tidak percaya.

"Iya, tapi masa sampai gak bisa sempat kasih kabar?" Alvan tersenyum. "Maaf ya, gak gitu lagi deh" Yessika tersenyum memeluk tubuh Alvan.

Rasanya seperti aneh bagi Alvan, dia benar benar harus bisa mengatur waktu untuk bertemu Abel yang saat ini benar benar membutuhkannya. Sementara tunangannya Yessika, juga membutuhkannya. Notifikasi ponsel membuatnya mengerjap kaget.

Damian
|Abel kambuh.

Alvan melepas pelukan Yessika membuat gadis itu terkejut. "kenapa?" Wajah Alvan terlihat pucat pasi.

"Aku harus pergi, kamu aku antar ya sayang" Yessika tidak bisa menahan laki laki itu. Dia akhirnya pulang di antarkan Alvan selamat sampai tujuan. Sementara itu Alvan langsung bergegas menuju rumah sakit mendengar jika Abel kambuh lagi.

Tangannya menggenggam erat setir mobil bmw hitam. Kepala terasa mau pecah mengingat sibuknya dia akhir akhir ini. "Please!!" Gumamnya ketika terjebak macet di dekat pertigaan dekat area rumah sakit.

Beberapa menit dia mencoba menerobos akhirnya Alvan bisa sampai ke rumah sakit. Suasana hening menyeruak ketika kakinya melangkah memasuki ruangan Abel. Beberapa temannya sudah menunggu disana termasuk Ardhan. Abel terlihat duduk di atas ranjangnya dengan mata yang masih menatap ke jendela luar.

"Bel?" Kepala Abel menoleh menatap Alvan dengan tatapan yang sulit Alvan artikan. Kakinya melangkah mendekati ranjang Abel memeluk tubuh kecil gadis itu, tangis Abel pecah di pelukan Alvan.

"It's okay im here" kata Alvan menenangkan Abel. Ardhan yang melihat keduanya hanya bisa diam menjadi penonton. Dulu dia selalu berada di posisi Alvan sekarang? Ya mungkin memang waktunya bergantian.

Ada gue juga Bel, disini ada gue.

"Aku temenin ya, kamu harus istirahat" kata Alvan mengusap rambut Abel. Gadis itu menurut dan mulai tidur dengan tangan yang di genggam Alvan.

Sementara Ardhan memilih keluar dari ruangan. Sesak yang memenuhi dadanya membuat Ardhan tidak tahan untuk meneteskan cairan bening dari kedua bola matanya. Teman teman Alvan yang lain ikut menyusul keluar menyisakan keduanya di ruangan. Ardhan memilih pergi ke rooftop untuk merokok.

"Huft....sakit banget sial" gumam nya menggigit bibir yang mulai berdarah. "Kenapa dia sih Bel, ada gue juga disini" ucapnya lalu terduduk lemas di dekat pembatas.

"Gue selalu ada buat lo, gue rumah lo" ucapnya lagi mengusap air mata yang mulai turun deras. Melihat Abel lebih memilih Alvan benar benar membuat Ardhan sadar akan dirinya sendiri. Abel sudah menemukan tujuannya, tapi apakah tujuan Alvan adalah Abel?.

***

Pagi hari yang mendung Abel masih terlelap di temani Ardhan yang terjaga semalaman. Matanya tak lepas dari Abel yang sudah tertidur lelap. Mata yang terpejam itu perlahan terbuka. Satu hal yang Abel lihat saat pertama kali membuka matanya, Ardhan. Melihat Abel bangun Ardhan langsung berdiri menghampirinya.

"Kenapa Bel?" Abel tersenyum mengusap punggung tangan Ardhan. "Makasih banget ya selalu ada buat gue" Ardhan tersenyum dan mengecup kening Abel.

"Anything for my girl".

"Mau jalan jalan?" Tawar Ardhan tapi Abel menolaknya. "Kamu istirahat aku udah boleh jalan jalan sendiri, besok udah rawat jalan" Ardhan awalnya ragu tapi melihat Abel yang mulai bersemangat akhirnya dia mengalah.

Ardhan berpamitan dan pulang lebih dulu meninggalkan Abel. Mata Abel melihat ponsel hitam tergeletak di dekat nakas ranjangnya. Itu milik Alvan, dia mengambilnya dan tanpa sengaja ada notifikasi yang membuat Abel mengerutkan keningnya.

My girl❤️
|Kamu gak mungkin kan masih suka sama Abel?.

Entahlah rasanya Abel benar benar penasaran, dia membuka ponsel Alvan dan itu tidak di sandi. Dia membuka room chat Alvan dan Yessika.

My girl❤️

Mana mungkin aku suka sama anak pembunuh kaya dia?|

|Aku takut kamu kenapa kenapa sayang.

Trust me babe|
Aku beruntung punya kamu, gak mungkin aku rela habisin waktu aku buat manusia hina kaya dia|

|Babe
|Aku sayang kamu

I know that|
Love u more❤️|

Sial. Sesak itu menyeruak.

My girl❤️
|Aku tunggu di taman sayang.

Tanpa pikir panjang Abel langsung berdiri melepas paksa infus dari tangannya dan bergegas pergi ke taman yang di maksud Yessika. Dia melewati beberapa suster yang memperhatikannya karena pakaiannya yang tertutupi jaket hitam.

Hujan turun deras membuat pandangan Abel mengabur, dia menghentikan taksi yang lewat dan meminta untuk diantar ke taman tadi. Beberapa menit berlalu Abel tiba di taman. Netranya melihat kesana kemari mencari keberadaan Alvan dan Yessika, kakinya melangkah ke dekat taman bunga yang sepi. Betapa hancurnya hati Abel ketika melihat Alvan dan Yessika berciuman di depan matanya. Keduanya tampak bahagia di bawah gazebo yang teduh, sementara Abel harus berhujan hujanan dengan kondisi yang bahkan belum pulih sepenuhnya. Perlahan kakinya mundur, tak kuasa dia melihat pemandangan seperti tadi. Sesak di dadanya membuat kepala Abel berdenyut keras. Dia benar benar kehilangan kendali.

"ABEL?!!" samar samar dia mendengar suara Alvan. Bukannya berhenti Abel justru semakin berlari menjauh.

BRAKHH.

Harusnya dari awal kamu bilang tidak. Bukan menggantungkan semua seolah itu bukan apa apa.

Yow guys jangan lupa vote+komen+follow mimin bagi yang belum🧚❤️.

ALVANZO [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang