Dari awal Halilintar tidak pernah mengharapkan seorang adik. Dia sudah cukup bahagia terlahir sebagai satu-satunya anak Ayah dan Bunda, Halilintar tidak mengharapkan apapun keluarganya sudah lengkap.
Namun semuanya hancur saat Bunda mengatakan itu, dia akan punya adik.
Halilintar tidak suka. Menurutnya mempunyai adik hanyalah akan membuatnya berbagi kasih sayang Ayah Bunda, berbagi mainan, berbagi cemilan.
Halilintar tahu karena beberapa temannya mengatakan itu, dan Halilintar tidak menyangka bahwa nasibnya juga akan sama seperti teman-teman nya.
"Sebentar lagi Hali akan punya adik," kata Bunda sambil tersenyum.
Beberapa bulan setelahnya Halilintar memang benar-benar mendapatkan adik, awalnya dia sedikit tersentuh melihat wajah adiknya yang tampak menggemaskan dan begitu mungil. Namun sebagai balasan, Tuhan menukarnya dengan Bunda.
Bunda meninggal karna adiknya. Itu yang ada dibenak Halilintar kecil setelah sadar mengapa setiap menanyakan Bunda, Ayah malah membawanya ke sebuah gundukan tanah. Bahwa dia memang tidak akan pernah bisa bertemu dengan Bunda lagi.
Taufan membuat dia harus kehilangan dunianya.
Dari kecil Halilintar tidak dekat dengan Taufan, dia selalu berusaha menjaga jarak dengannya. Tidak ada kata bermain bersama, tidak ada belajar bersama, tidur bersama. Mereka layaknya dua orang asing yang tinggal satu atap.
Tak cukup sampai disana, takdir kembali membuatnya hancur. Ayah ikut menyusul Bunda tiga tahun yang lalu karena kecelakaan saat pergi dengan Taufan.
Dia kehilangan kedua orang tuanya karena orang yang sama. Adiknya sendiri.
Perusahaan Amato bangkrut dan Halilintar harus putus kuliah melepaskan impiannya. Taufan juga menghancurkan mimpinya.
Taufan adalah pembawa sial dalam hidup Halilintar.
*****
"Apa?"
"Apanya?"
Halilintar berdecak merotasikan bola matanya malas pada pemuda berambut bagai landak. "Lo yang ngajak ketemuan"
"Oh, gue ada lowongan kerjaan bagus a-"
"Nggak!"
"Kenapa?"
"Lo tahu alasannya"
Fang menghela napas tak habis pikir lagi dengan jalan pikiran seorang Halilintar. "Ayolah, Lin! Sampai kapan lo mau begini?"
"Selamanya"
"Lin, harusnya lo bisa lupain masa lalu. Hidup lo masih panjang, jangan kaya gini"
"Lo udah tahu jawaban gue" jawabnya acuh.
Fang menghela napas, temannya ini memang keras kepala. "Gue nggak mau nantinya lo nyesel, masih ada kesempatan buat perbaiki semuanya"
"Udah banyak hal yang gue sesali, nggak ada yang harus diperbaiki."
Rasanya Fang ingin sekali mencakar wajah dan menghantamkan kepalanya pada tembok berkali-kali agar pikiran temannya ini sedikit terbuka.
"Jangan terlihat menyedihkan kaya gini."
"Gue emang menyedihkan."
Fang mengusap wajahnya kasar, tak tahu harus bagaimana lagi untuk membuat temannya bangkit kembali. Ada rasa kasihan dan juga geram pada temannya ini.
"Lin, bukan cuma lo doang yang ngerasa kehilangan disini. Tapi Taufan jug-"
"Nggak usah bahas dia!" potong Halilintar cepat dengan suara tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dream (Taufan)
Teen FictionEND (REVISI) "Maaf kak."-Taufan "Kalo maaf lo bisa ngembaliin Bunda sama Ayah gue maafin."-Halilintar