Pagi Taufan benar-benar hancur.
Diawali dengan Halilintar mendobrak kamar dan menyeret bangun untuk membuat sarapan, padahal Taufan sedang sedikit tidak enak badan.
Dan seperti biasanya Taufan hanya menurut tanpa bantahan, namun saat Halilintar kembali menyinggung soal Bunda lagi, Taufan yang sudah lelah disalahkan memberanikan untuk membalas ucapannya.
Mereka bertengkar dan berakhir Taufan yang pergi dari rumah untuk menenangkan diri sejenak.
"Harusnya Bunda masih disini kalau lo nggak lahir, sialan!"
"Lo bahas itu lagi."
Taufan menarik tangan Halilintar namun ditepis kasar. "Ayo kita ke makam Bunda."
Halilintar menatap tajam Taufan. "Mau ngapain lo?"
"Tuker nyawa gue sama Bunda supaya lo puas!"
"Gue nggak pernah minta buat lahir! Kenapa lo selama ini selalu nyalahin gue?! Gue juga capek kalo lahir cuma buat pelampiasan kemarahan lo!"
"Itu memang pantes buat lo, lo pantes dapetin semuanya bahkan belum seberapa."
"Kenapa lo selalu berpikir cuma lo yang ngerasa kehilangan disini?! Apa lo pikir gue enggak? Mereka juga orang tua gue!"
Taufan memejamkan matanya, dia tak pernah berkata dengan nada tinggi seperti yang dia lakukan lagi tadi pada Halilintar, Taufan selalu menghargai pemuda itu sebagai seorang kakak, dan hari ini dia melakukan itu. Dia sedikit merasa bersalah, Taufan rasa dirinya sudah terlalu berlebihan.
Kini Taufan berada di sebuah taman,duduk seorang diri dengan alat dengarnya yang sengaja dilepas. Ini adalah hari minggu dan harusnya hari ini dia bisa beristirahat dengan tenang, setidaknya.
Setiap hari minggu Taufan juga tidak punya jadwal kerja, kedai tok Aba tutup setiap minggu, padahal Taufan sering berpikir bukanlah sayang sekali jika dihari libur kedai itu malah tutup, padahal jika buka Taufan yakin kedainya akan ramai dengan pelanggan.
Taufan menunduk menatap sebuah papan yang bisa berjalan di atas roda. Itu skateboard nya, hadiah ulang tahunnya yang ke-13 dari Ayah karena Taufan merengek lantaran skateboard sebelumnya sudah terbelah jadi dua.
Sebelum kabur dari rumah tadi Taufan sempat mengambil skateboard ini.
Dari semalam Taufan memang berniat bermain skateboard hari ini, beberapa hari yang lalu dia menemukannya ditumpukan kardus waktu bersih-bersih rumah.
Sayangnya kini dia sudah tidak mood karena Halilintar. Pada akhirnya hanya duduk di taman seperti orang hilang dan entah sampai kapan dia disana walau hari sudah semangkin panas Taufan tak berniat untuk pulang.
Puk
"Kak Fang?" saat menoleh dia menaikan alis bingung saat melihat teman sang kakak berada disekitar sini.
****
"Minum dulu," katanya sembari menyodorkan sebotol air dingin.
Jangan tanya kenapa Taufan bisa mengenal, jelas Taufan sangat mengenal pemuda berambut landak ini. Halilintar sering mengajak Fang bermain kerumahnya yang dulu, mereka memang sudah berteman sejak zaman sekolah dasar, keduanya begitu dekat bahkan mungkin Fang tahu semua apa yang terjadi antara dirinya juga sang kakak.
Entah apa yang membuat keduanya bisa berteman sampai sekarang, mungkin karena keduanya memiliki sifat yang hampir sama.
"Makasih." Taufan tersenyum meneguk satu tegukan untuk menghilangkan dahaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dream (Taufan)
Teen FictionEND (REVISI) "Maaf kak."-Taufan "Kalo maaf lo bisa ngembaliin Bunda sama Ayah gue maafin."-Halilintar