6. The Rain Never Let Up

1.1K 119 11
                                    


Hidup itu hambar tanpa masalah.

Sama seperti halnya makanan yang akan hambar tanpa garam dan gula. Taufan pernah mendengar kata seperti itu, entah dari mana Taufan lupa.

Taufan juga pernah dengar, katanya setelah hujan badai akan ada masanya langit akan kembali cerah bahkan jika mungkin akan disertai dengan pelangi. Namun Taufan rasa hidupnya itu terus saja dilanda hujan badai tanpa tahu kapan dapat berhenti.

"Kamu menderita kangker darah stadium dua."

Ucapan Dokter dirumah sakit tadi terus saja terputar dalam benaknya bagai kaset rusak.

Tamparan keras bagi Taufan tentu saja, apakah umurnya memang sudah tidak akan lama lagi? Taufan sering sekali mendengar tentang penyakit kangker, penyakit yang banyak merenggut nyawa orang yang menderitanya namun tak sedikit pun terlintas dalam benaknya bahwa dia akan menjadi salah satunya.

"Masih ada kesempatan untuk menyembuhkan kamu, kita bisa lakukan kemoterapi untuk menghambat perkembangan sel-sel kangker yang ada ditubuh kamu."

Kemoterapi?

Bahkan untuk makan sehari-hari saja Taufan sangat sulit apa lagi untuk membayar kemoterapi yang jelas saja membutuhkan banyak biaya. Dari mana dia akan mendapat uang sebanyak itu memang.

Cek lek!

Tatapan Halilintar dan Taufan langsung beradu beberapa detik sampai Taufan memutuskannya, dia menunduk berjalan kearah meja meletakan dua lembar uang disana.

"Aku lupa beli makanan buat kakak, kakak ambil aja uangnya buat beli makanan. Upan capek, kalo mau marahin Upan besok lagi aja." katanya lirih.

"Taufan." pemilik nama menghentikan langkahnya, menoleh bingung menatap yang lebih tua. Taufan rasa ada hal yang ingin disampaikan oleh si kakak, namun terlihat urung. Dia melihat Halilintar menggeleng tidak jadi. Lantas Taufan kembali melanjutkan langkahnya ke kamar tanpa menghiraukan lagi Halilintar.

Dia menutup pintu pelan, mengeluarkan sesuatu dari sakunya Taufan menghela napas, mulai sekarang hidupnya akan bergantung pada obat-obatan.

Padahal Taufan tidak suka obat, dia benci obat. Bahkan dulu Taufan paling susah untuk minum obat jika sakit, karena dia tidak bisa minum obat tanpa roti. Namun sekarang Taufan harus terbiasa, walau tanpa roti.

*****

"Uang spp kamu udah nunggak tiga bulan, kapan bisa dibayar?" bukan menjawab Taufan menundukan kepalanya dalam.

Wanita itu mendengus dan menatap malas,dia sudah terlalu lelah mengurusi tipe murid yang suka nunggak bayar iuran bulan.

"Dengar, saya kasih waktu kamu sampai minggu depan dan kalau masih bisa belum membayar saya nggak ada pilihan lain selain melaporkan masalah ini pada pihak sekolah dan setelah itu saya nggak tahu apa yang bakalan terjadi sama kamu, kemungkinan besar kamu akan dikeluarkan dari sekolah ini."

"Kamu kan udah mau naik ke kelas dua belas, sayang kalo harus keluar. Jadi tolong kerja samanya dan beri tahu orang tua kamu tentang ini." jelas lebar petugas administrasi sekolah itu, hanya anggukan kecil yang Taufan tunjukan sebagai respon.

"Kamu bisa kembali ke kelas sekarang."

Taufan menutup pelan pintu ruangan administrasi, berjalan menelusuri koridor sekolah, tidak bukan ke kelas Taufan tidak berniat kembali ke kelas walau jam pembelajaran masih berlangsung. Dia memilih berbelok dan berakhir ditaman belakang sekolah Taufan duduk diatas kursi dibawah satu-satunya pohon rindang disana.

Little Dream (Taufan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang