13. New Page

1.1K 98 14
                                    

"Udah" Taufan membuang wajahnya kearah lain.

Halilintar menghela napas menatap Taufan dan sesuap sendok bubur rumah sakit ditangannya yang baru saja ditolak. "Baru juga sesuap," ujarnya.

"Udah tiga iihh, aku ngitung tahu!" protes.

"Yaudah baru juga tiga suap"

"Emang harus berapa suap?"

"Sampe bubur nya habis lah!" geram Halilintar.

"Nggak mau, buburnya pahit nggak enak" tolak Taufan.

"Habisin terus minum obat!"

"Yaudah minum obat aja, nggak usah makan"

"Nggak bisa lah, harus diisi dulu perutnya!" ucapnya.

"Percuma lagian Upan makan, nanti juga di muntahin lagi. Mending nggak usah makan sekalian kak" katanya membuat Halilintar terhenyak.

"Sama aja makan atau enggak, perut ku juga tetep bakalan kosong" lanjutnya berkata.

Halilintar mengangguk. "Yaudah minum obat" dia akhirnya mengalah, meletakan mangkuk bubur dinakas dan berganti memegang beberapa jenis obat dan segelas air.

Dia memandangi wajah pucat sang adik, ada satu hal yang ternyata baru Halilintar ketahui tentang Taufan.

Taufan itu manja dan masih kekanak-kanakan terkadang, dia melihat sifat itu beberapa hari ini darinya.

Halilintar pikir Taufan itu memiliki sifat pendiam, mandiri dan dewasa karena seperti itulah yang Halilintar lihat selama ini, namun nyatanya dia salah, Taufan itu jauh lebih cerewet dari pada Bunda.

Dia sampai tak habis pikir dengan Taufan sekarang dengan yang dulu, mungkin dulu karena mereka tidak dekat membuat Taufan mengubur sifat manja padanya.

Bisa dibilang hubungan mereka mulai membaik sekarang.

Taufan ternyata tidak seburuk seperti apa yang Halilintar kira, harusnya memang dari dulu Halilintar memainkan peran yang baik sebagai seorang kakak bagi Taufan, bukannya sebagai seorang pencundang.

"Kakak!" atensi Halilintar teralih, dia melihat Taufan sudah memasang wajah kesalnya.

"Ngelamun mulu, kesambet setan rumah sakit baru tahu rasa!"

Halilintar tersenyum kecil menanggapinya. "Dek," panggilnya.

"Adek mau kan jalanin kemoterapi? Katanya mau sembuh."

Mendengar hal itu Taufan diam beberapa saat. "Upan takut kak," katanya.

"Nggak papa, kakak bakalan nemenin adek kok"

"Kalo Upan nggak bisa sembuh gimana?" tanyanya, Taufan sungguh tidak ingin membuang waktu jika pada akhirnya akan sia-sia.

"Bisa! Pasti bisa sembuh!" Halilintar hanya bisa menyakinkan anak itu dengan kata-kata nya.

"Tapi pasti sakit," lirih Taufan.

"Adek nggak sendirian, adek bisa bagi rasa sakitnya ke kakak sekarang. Maafin kakak ya, sekarang adek punya kakak. Kalo adek sakit, kakak juga bakalan sakit"

Taufan tersenyum sambil mengusap air matanya yang entah kapan jatuh dengan agak dramatis. "Ih kakak so sweet banget haha" tawanya.

"Dih, ngomong lagi serius malah ketawa"

"Iya"

"Iya apa?"

"Iya mau"

"Apaan sih nggak jelas banget dek"

Little Dream (Taufan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang