Pagi ini Taufan dibuat bingung dan heran sendiri ketika tiba-tiba Halilintar mengajaknya sarapan bersama.
Benarkah?
Halilintar?
Mengajaknya sarapan?
Oh ayolah, bahkan selama ini saja dia tak pernah sekedar bertanya apa Taufan sudah makan atau belum. Lalu mengapa....
Kini sudah terhidang dua porsi nasi goreng dimeja, Halilintar menyiapkan ini semua.
Apa karena semalam kakaknya itu demam terus berubah?
"Kenapa diem aja?" tegur si sulung mendapati sang adik hanya diam bagai patung setelah ajakan sarapan keluar dari mulutnya. Oh, ini terlalu mendadak sepertinya.
Taufan tersentak dari lamunannya menatap balik sang kakak dengan gugup dan bingung. Ah, bagaimana Taufan harus merespon ya.
"Taufan,"
"Hah?"
"Sarapan,"
Taufan diam sejenak. "Kakak masih demam?"
Halilintar menggeleng.
"Terus?"
Halilintar mengernyit.
"Kenapa? Salah kalo gue ajak lo sarapan bareng?"
Mendengar nada Halilintar sedikit tidak enak Taufan kembali dilanda gugup. "B-bukan gitu kak cuma_"
"Udah cepetan makan nanti keburu dingin nasi gorengnya," katanya menuntut.
Taufan mengiyakan saja, dia sedang tak ingin kembali ribut dengan kakaknya.
Suasana hening menyelimuti, sebenarnya suasana seperti ini sudah biasa bagi keduanya jika berada dalam satu ruangan yang sama.
Jika tidak bertengkar maka hening seolah tidak ada mahluk didalamnya.
Taufan rupaya tak banyak protes, dia melahap dan menikmati masakan dari kakaknya tanpa sepatah kata pun dengan tenang.
Lain lagi dengan Halilintar yang sedari tadi mulutnya ingin membuka suara namun tertahan, Halilintar bukan tipe orang suka membuka topik obrolan terlebih dahulu.
Ada banyak hal yang sebenarnya ingin dia bicarakan dengan si adik, namun setiap mulutnya ingin melontarkan sebuah kata dia kembali menelannya.
Jadi yang bisa di lakukannya hanya sesekali melirik wajah sang adik yang sedikit pucat, itu membuat hatinya berdesir.
Halilintar berharap Taufan mau mengajaknya berbicara terlebih dahulu.
Namun nyatanya sampai Taufan menghabiskan sarapannya dia sama sekali tidak membuka mulut untuk berbicara dengannya.
Anak itu segera bangkit lalu menuju kedapur untuk mencuci piring sesudah digunakan.
Sulit ternyata.
Halilintar sudah berjanji akan memperbaiki hubungannya dengan sang adik. Namun ternyata itu tidak semudah membalikan telapak tangan.
Halilintar dan Taufan sudah terlalu jauh.
"Upan berangkat dulu," pamit anak itu setelah selesai mencuci piring, dia menggendong tasnya ranselnya yang memang sudah diatas meja.
Sepagi ini? Atau memang anak itu memang selalu berangkat sepagi ini, hanya saja Halilintar yang tidak pernah memperhatikan.
"Dimakan," kata Halilintar tiba-tiba menyerahkan sebuah kotak bekal membuat Taufan semangkin bingung.
"Buat gue?" Taufan hanya memastikan, melihat anggukan dari Halilintar walau sedikit ragu Taufan akhirnya menerima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dream (Taufan)
Teen FictionEND (REVISI) "Maaf kak."-Taufan "Kalo maaf lo bisa ngembaliin Bunda sama Ayah gue maafin."-Halilintar