Oh, aku mau bilang kalau cerita ini nggak bakalan sampai puluhan part, paling cuma sampai belasan doang. Terimakasih
*****
Taufan itu misterius. Begitu yang ada dibenak Blaze saat ini, Taufan memang ramah, suka menebar senyum pada semua orang namun tentang keluarga... Blaze tak tahu apapun tentang itu.
Blaze tak pernah tahu bagaimana keluarga Taufan, siapa orang tuanya, ada berapa banyak saudara yang dia punya dan bahkan Blaze tidak tahu tempat tinggal Taufan. Padahal Taufan tahu semua tentangnya, namun dia?
Taufan tak pernah menceritakan apapun soal keluarga padanya. Mungkin Taufan kurang percaya padanya mengingat mereka baru beberapa bulan kenal, tapi Blaze sudah menganggap Taufan lebih dari saudara. Wajarkah Blaze jika ingin mengetahui latar belakang sahabatnya ini.
Awalnya Blaze tak perduli, dia senang berteman Taufan namun sekarang Blaze sedikit penasaran akan asal usul teman bangkunya.
Pasalnya Taufan pernah mengatakan ini pada saat berkunjung ke rumahnya.
"Blaze, bagaimana rasanya memakan masakan Ibu mu sendiri?"
"Gimana rasanya punya saudara seru kaya Air?"
Blaze sedikit tertohok dengan pertanyaan Taufan, tidak tahu apa yang dimaksud anak itu.
"Ini, makan dulu. Kata perawat perut lo belum diisi dari semalem," Blaze menyodorkan satu porsi siomay ayam dihadapan temannya.
"Perhatian amat," kekeh Taufan. "Makasih, nanti gue ganti uangnya."
"Nggak usah, udah tinggal makan aja!"
"Gue ganti."
"Ck! Nggak usah Muson!"
"Buat lo aja kalo gitu, gue nggak laper!"
"Dih! Yaudah serah lo mau ganti atau enggak!" geram Blaze sementara Taufan tersenyum.
Taufan mulai menyuapkan makanan pada mulutnya. Blaze diam memperhatikan sebelum membuka mulut. "Fan?"
"Kenapa?"
"Gue mau main kerumah lo boleh?"
"Bukannya udah pernah?"
"Kapan?!"
"Oh belum pernah ya?" Taufan sibuk mengunyah sambil mengingat ucapannya sendiri.
Blaze memutar bola mata jengah. "Dalam mimpi lo kali. Jadi bolehkan?"
Taufan mengangguk. "Tapi rumah gue kecil, beda sama rumah lo. Nanti lo nggak mau lagi temenan sama gue," tawa Taufan terdengar hambar membuat Blaze diam.
"Maksud lo?"
"Gue bukan dari orang berada."
"Gue temenan karena gue nyaman, bukan mandang pangkat atau kedudukan orang disini. Apa selama ini lo berpikir gue temenan karna mandang materi?" ah, bukan seperti maksud Taufan.
"Begitukah yang lo pikirin tentang gue?"
Kini giliran Taufan membisu.
*****
"Apa?"
"Yakin mau ikut balapan?" kata seseorang dari sebrang.
Halilintar berdecak pelan menanggapinya.
"iya."
"Serius?" tanya Fang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dream (Taufan)
Teen FictionEND (REVISI) "Maaf kak."-Taufan "Kalo maaf lo bisa ngembaliin Bunda sama Ayah gue maafin."-Halilintar