Bab 13

25 3 0
                                    

"Kapan kita bakal serang mereka lagi, Bos?" tanya seorang pemuda.

"Iya, Bos. Denger-denger mereka pada misah. Ini kesempatan bagus buat kita," sambung yang satunya.

"Iya. Kalian emang benar. Tapi mereka juga nggak bisa diremehkan. Kita harus atur strategi yang bagus buat nyerang titik lemah mereka. Kita udah punya satu kartu AS mereka. Kita tinggal tunggu waktu yang tepat," ujar seseorang yang dipanggil bos itu sambil menyeringai.

"Bener juga. Apa lagi yang tingkahnya slengean itu. Gua pengen balas dendam sama dia," kesal pemuda yang lain. Sebut saja Aldi. Ya, mereka adalah Geng Cobra yang diketuai oleh Melki.

"Oh iya, kapan rencananya kita bakal eksekusi yang satu ini?" ujar Andi.

"Masih belum. Kita harus cari waktu yang tepat," jawab Melki. "Untuk sekarang tetap awasi mereka. Kali ini kita nggak boleh kalah," ucap Melki tegas.

"Raksaka, tunggu kehancuran kalian," ucapnya sinis.

#####

Hari cepat berlalu. Ardan dan kawan-kawan sudah mulai masuk kuliah untuk mengikuti Ospek. Hari ini mereka berkumpul lagi. Walau hanya berempat, tapi tak masalah.

"Kenapa setiap kita jadi anak baru harus ada Ospek segala?" cetus Ardan kesal.

"Udah jadi tradisi, kali. Nikmati ajalah," jawab Arka.

"Tapi males banget tau nggak, sih? Disuruh duduk sambil nunggu pidato begitu. Bosen tau. Mending dengerin strategi perang dari Al deh kalo begini mah," ujar Ardan.

"Sssstttt! Jangan berisik bisa nggak, sih? Ntar di panggil ke depan tau rasa lu," peringat Arial.

Ardan pun diam sambil misuh-misuh. Arka hanya terkekeh melihatnya. Ardan itu tipe orang yang tidak bisa diam. Jadi kalau di suruh duduk diam seperti ini, dia nggak akan betah.

Setelah acara perkenalan dari para kakak tingkat selesai. Mereka dibubarkan untuk beristirahat selama satu jam.

"Gila! Bosen gua. Tau gini tadi gua nggak masuk," kesal Ardan.

"Dari tadi lu misuh-misuh mulu. Heran deh gua," ucap Nizam.

"Udah-udah, mending cari makan dah. Gua laper tau nggak." Arial melerai.

"Gua pengen makan Ayam," ucap Ardan.

"Di mana ada ayam? Di sini?" tanya Arka.

"Ada noh, di luar gerbang kampus. Tadi gua ada liat di sono. Yuk, beli?" ajak Ardan dan menarik teman-temannya. Mereka hanya pasrah ditarik oleh Ardan.

Di sisi lain.

"Din, gimana?" tanya seseorang.

"Aman!" jawabnya.

"Yakin mereka udah nggak ada?" tanya seseorang itu lagi.

"Iya, udah. Lu tenang aja pokoknya," jawabnya lagi meyakinkan.

Seorang wanita keluar dari persembunyiannya.
"Huhhh. Capek bnget gua tiap hari main petak umpet begini," ucap wanita itu.

"Lagian sebenarnya lu punya masalah apa sih sama mereka?" tanya seseorang yang di panggil 'Din' tadi.

"Mungkin lebih besar dari itu," gumamnya.

"Hah?! Apaan?!"

"Kagak, udah hayuk. Ucup nungguin tuh," ucapnya dan menarik Udin untuk menemui Ucup.

"Yaelah, Rei. Iya bentar, gua bisa jalan sendiri kali," kesal Udin. Ya, wanita itu adalah Rei. Kirei.

Kirei dan Udin berjalan melewati berbagai ruangan. Meneliti dan berhati-hati, jika saja orang-orang yang mengejarnya selama dia datang ke Jakarta akan menghadangnya tiba-tiba.

RAKSAKA NAGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang