Chapter 25

226 19 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh enam menit. Zilly sudah menunggu selama satu jam lebih didepan gedung karena permintaan Rise. Tapi laki-laki itu tak kunjung datang seperti janjinya. Zilly mengirimnya beberapa pesan dan bertanya apakah Rise akan menjemputnya atau tidak, tetapi tidak ada balasan sama sekali dari laki-laki itu. Zilly juga meneleponnya, panggilan itu terhubung namun si pemilik telepon tak menjawab.

Zilly menepuk-nepuk betisnya yang sakit karena terlalu lama berdiri. Sebentar lagi akan malam, jika dia pulang terlambat, dia tidak akan bisa memasak makan malam tepat waktu. Syukurlah hari ini dia tidak membawa Rengga ikut bersamanya ke perusahaan, Dirly kebetulan tidak memiliki shift hari ini jadi dia menitipkan Rengga padanya.

Tidak lama setelah itu nada dering ponselnya berbunyi, Zilly buru-buru mengangkat karena dia pikir Rise meneleponnya.

"Hallo?"

"[Zilly, apa kamu akan pulang terlambat? Ayah akan mulai bertugas karena puskesmas saat ini kekurangan perawat.]"

Zilly sedikit kecewa setelah mendengar suara sang Ayah. Dengan nada lemah dia menjawab, "Aku sedang menunggu Taxi dan akan pulang secepat mungkin."

"[Baik, cepatlah.]"

Setelah sambungan terputus, Zilly sekali lagi memeriksa pesannya. Rise tidak membaca ataupun membalas. Hari mulai gelap, sebaiknya dia pulang. Zilly berjalan untuk mencari Taxi. Saat itu jalanan padat karena ada banyak orang yang pulang diwaktu bersamaan. Zilly tidak sulit untuk menemukan taxi meski dia harus terlambat karena kemacetan yang terjadi selama hampir tiga puluh menit.

"Aku pulang." Teriak Zilly melepaskan high heels dan menjejalnya di rak. Ketika dia masuk, Dirly sudah siap dengan pakaian kerjanya.

Dirly mengambil tas dan berlalu melewatinya sambil berkata: "Zilly sudah makan malam, dia baru saja tidur. Ayah akan pergi sekarang."

"Baiklah, hati-hati."

Setelah kepergian Dirly, Zilly segera membersihkan diri dan mulai memasak. Dia tidak akan menunggu Zilian pulang dan memakan makanannya terlebih dahulu. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam sembilan malam. Zilly tidak begitu khawatir terhadap Zilian karena laki-laki itu sudah lebih dulu memberitahunya bahwa dia akan pulang terlambat dan akan diantarkan pulang oleh manajernya. Setelah makan malam, Zilly menyiapkan beberapa folder untuk Fairel dan memeriksa jadwal bosnya untuk besok pagi. Dia sedikit mengantuk, setelah membereskan pekerjaannya, dia segera berbaring disamping Rengga.

Zilly tertidur cukup nyenyak, namun entah mengapa samar-samar Zilly mendengar suara tangisan menyedihkan. Dia mencoba untuk abai dan kembali tertidur, namun suara itu kembali terdengar. Zilly membuka kelopak matanya dengan paksa. Dia bangun dari tidur, duduk disisi ranjang sembari mengusap kedua matanya sedikit mengantuk.

Dia pikir dia mendengar suara seseorang menangis. Dan tidak menyangka suara itu terdengar semakin jelas ketika dia terjaga. Zilly memperhatikan keadaan sekitar untuk mencari sumber suara, namun tidak menemukan sosok dimanapun. Zilly diam, dia mencoba membuka telinga dan mendengar lamat-lamat untuk mencari sumbernya. Ketika suara itu kembali muncul, mata Zilly melebar. Dengan langkah sedikit panik dia turun dari ranjang dan berjalan ke pintu kamar sebelah.

Tok! Tok!

"Lian, apa kamu sudah pulang?"

"........"

"Lian!"

Zilly menempelkan telinganya didaun pintu. Suara tangisan itu memang berasal dari kamar Zilian. Dan tanpa basa-basi dia segera memutar ganggang pintu, dan cklek! pintu berhasil dibuka. Zilly mendorong pintu lebih lebar dan masuk kedalam. Cahaya diruangan itu remang-remang, hanya lampu tidur yang menyala, Zilly mencari keberadaan Zilian sembari meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu. Setelah menemukannya dia segera menyalakannyan dan ruangan itu kembali terang dalam sekian detik. Barulah saat itu Zilly menemukan adiknya duduk sambil memeluk kedua lututnya disudut ruangan.

RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang