Zilly duduk dibawah pepohonan setelah memberi makan kuda. Dia mengipas-ngipasi wajahnya dengan kerah kemeja yang ia kenakan. Peluh mengalir dari dahinya membentuk aliran dan menghilang dibalik kemeja. Tidak berapa lama kemudian sosok laki-laki berkulit tan menghampiri Zilly dan memberikan sebotol air mineral padanya.
Sambil tersenyum Zilly menerima pemberiannya dan mengucapkan terimakasih lalu membuka tutupnya dan meneguk air dengan rakus untuk menghilangkan dahaga. Laki-laki itu mengambil tempat disampingnya, membuka botol mineral miliknya dan meneguknya beberapa kali sebelum menoleh dan menatap Zilly lama.
"Kulitmu menjadi sedikit lebih gelap." Senyum tersungging dibibir penuhnya hingga lesung pipi disisi kanannya terlihat menyapa.
Mendengar perkataan sepupunya, Zilly tanpa sadar memandang permukaan kulitnya yang memang menggelap setelah membantu mengurus peternakan kuda. Zilly tak lagi berkerja didalam ruangan yang ber-AC, setiap hari dia akan mengembala para kuda ke bukit untuk makan rumput. Tak hanya itu, Zilly juga membantu membersihkan kandang kuda dan melakukan pekerjaan yang tak seharusnya ia lakukan. Zilly bisa saja menikmati liburannya tanpa melakukan apa-apa. Tapi menikmati hidup tanpa bekerja rasanya hampa dan kosong sehingga Zilly beriniasitif membantu pekerjaan keluarganya walau pun mereka berkata itu tidak perlu.
Lagipula dengan bekerja dia tidak akan merasa bosan. Setidaknya dia juga bisa melupakan apa yang telah terjadi selama berada diperkotaan. Hidupnya terasa tenang dan dia bisa menghirup udara kebebasan.
"Bukankah itu bagus? Mungkin aku akan menetap disini untuk menjadi pengembala." Canda Zilly yang diakhiri dengan cekikikan kecil.
Yuz menyunggingkan senyum kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tidak akan mampu. Orang-orang yang telah menetap dikota tidak akan betah berlama-lama dipedesaan."
"Benarkah?" Ungkapnya menantang.
"Tidak mempercayaiku?"
Zilly mengangguk. "Aku sudah berada ditempat ini hampir satu bulan. Dan lihat bagaimana aku beradaptasi, itu lebih cepat bahkan aku tidak benar-benar ingin memikirkan apa yang terjadi diluar sana."
"Itu karena kamu tidak ingin memikirkannya dan menyibukkan diri." Balas Yuz lagi tak ingin kalah. Zilly hanya bisa mendengus dan meneguk airnya dua kali lagi. Yuz memandangnya selama beberapa detik sebelum dengan penasaran bertanya, "Kapan kamu berencana akan kembali?"
Dia nyaris tersedak setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Yuz. Zilly tidak menjawab dan sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sebenarnya dia juga telah memikirkan ini berulang kali setiap malam. Dia ingin kembali ke kota, namun keinginannya tidak benar-benar membuatnya senang. Ada berbagai alasan yang membuat dia tidak senang, salah satunya Rise.
Zilly nyaris membuka hati dan akan mencoba menerima Rise secara perlahan. Tapi setelah dia menerima kepercayaan itu, laki-laki itu malah mengkhianatinya dan membuatnya kembali menutup pintu itu untuknya. Zilly mungkin tidak akan mempercayakan siapapun lagi setelah ini dan berharap dia akan hidup bahagia. Dimasa depan dia hanya akan fokus merawat Rengga dan memperlakukannya seperti anaknya sendiri seperti yang telah ia janjikan pada Zidny.
"Zilly! Yuz!" Suara panggilan datang dari kejauhan. Bibi Fei melambai dari jauh dan meminta mereka kembali untuk makan siang.
Pada malam harinya, saat Zilly sedang beristirahat didalam kamar sambil membaca novel yang dipinjamkan oleh Yuz padanya, seseorang mengetuk pintu kamarnya yang membuar fokus Zilly teralih. Zilly turun dari kasur dan berjalan untuk membuka pintu.
Kakek Ari berdiri didepan kamarnya dengan kedua tangan dibelakang punggung. Dia menatap Zilly sebentar sebelum memanggilnya keluar karena mereka harus bicara.
Zilly dibawa keruang keluarga dimana hanya ada mereka berdua disana. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat, dan orang-orang tertidur lelap. Namun Kakek Ari tahu Zilly tidak bisa tidur nyenyak selama berada ditempat ini sehingga dia memanggilnya untuk bicara serius.
"Ada apa Kakek memanggilku kemari?" Tanya Zilly saat mereka duduk diatas sofa.
"Kakek sudah mendengar cerita dari kalian berdua dan Kakek menemukan titik masalahnya. Sebenarnya Kakek ingin membicarakan masalah ini padamu sejak seminggu yang lalu tapi kita tidak punya waktu bicara empat mata."
Zilly mengangguk-angguk mengerti, dengan serius bertanya, "Jadi apa yang ingin Kakek bicarakan?"
Kakek menghela napas ringan, lalu dengan mimik serius mulai membuka topik. "Nak, walaupun kamu tidak mengatakannya pada Kakek, tapi Kakek tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Kesedihanmu terlihat begitu jelas sehingga saat pertama kali kalian datang Kakek mengira orang yang harus disembuhkan itu adalah kamu, bukan Zilian."
Kelopak mata Zilly terkulai lesu. Tanpa sadar dia memilin jari-jari tangannya dengan gugup. Memang tidak ada yang bisa ia sembunyikan karena Kakek tahu segalanya. Tapi Zilly tidak ingin membicarakannya. Dia datang kemari ingin membantu Zilian mengatasi traumanya, bukan membuka segala permasalahan yang ia pendam saat itu. Zilly masih bisa menghandle semua yang terjadi padanya karena dia tidak ingin menyusahkan orang terdekatnya, namun Zilian jauh lebih butuh pertolongan dibandingkan dirinya.
"Kakek, maafkan aku." Balas Zilly kemudian setelah terdiam cukup lama.
Helaan napas kembali terdengar dari Kakek Ari. Jika Zilly lebih memilih untuk tidak bicara, maka Kakek tidak bisa berbuat apa-apa. Selama Zilly bisa mengatasinya sendiri, dia tidak akan ikut campur karena dia tahu betapa kuat dan tegarnya gadis itu. "Kakek tidak bisa memaksa kalau kamu tidak ingin bercerita. Dan untuk Zilian, keadaannya sudah mulai pulih secara perlahan. Dia sudah bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan baik. Butuh satu atau dua hari lagi untuk pengobatan itu, jadi itu tidak akan lama."
Zilly menghela napas lega dan mengangguk. "Syukurlah, cukup senang mendengarnya."
"Kakek ingin menanyakan sesuatu padamu, dan Kakek harap kamu tidak tersinggung."
"Tentu."
Kakek memandang mata Zilly dan bertanya, "Kapan kamu akan kembali ke perkotaan?"
Pertanyaan ini lagi. Batin Zilly jengah. Dia tahu orang-orang tidak bermaksud mengusir mereka pergi. Kakek memiliki niat baik menanyakan perihal ini padanya. Jadi Zilly menjawab seadanya.
"Masih belum memikirkannya. Cukup senang berada ditempat ini." Zilly menghirup udara seolah menikmati kesegaran ditempat ini dibanding di kota.
Kakek mengangguk Paham. "Kakek tahu kalian cukup betah, datang dan tinggallah sampai kalian puas. Tapi Kakek tidak ingin kalian tinggal ditempat ini hanya karena ingin melarikan diri dari setiap masalah yang ada di kota. Masalah yang datang tidak akan selesai jika kalian terus melarikan diri. Hadapi permasalahan ini sampai kalian berhasil memenangkan kebenaran."
Tidak ada yang lebih mengenal karakter Zilly selain Kakek. Meski mereka telah terpisah selama bertahun-tahun namun Kakek masih bisa menebak isi pikirannya dengan benar.
Melihat Zilly tak merespon, Kakek menambahkan: "Jangan tutupi dirimu, itu tidak akan berhasil. Kamu harus bisa menghadapinya seorang diri. Apa kamu mengerti?"
"Mengerti, Kakek. Terimakasih."
"Um, selain itu jika kamu ingin tahu apa yang terjadi pada Zilian, silahkan tanyakan padanya secara langsung dan jangan menyela sampai dia mengatakan semuanya padamu. Kakek akan beristirahat, selamat malam."
Zilly belum sempat membuka mulutnya untuk bertanya apa yang terjadi saat Kakek Ari bergegas pergi dan meninggalkan Zilly sendirian diruangan itu dalam kebingungan.
Dia sudah mengerti apa yang terjadi pada Zilian jadi tidak perlu bertanya lebih lanjut. Lagipula apa yang harus ia dengar? Orang yang mengejarnya melakukan pelecehan terhadap adik laki-lakinya? Cih, Zilly sudah sangat muak dengan masalah itu dan ingin melupakannya.
****
Yuhuuuu balik lagi, akhirnya ini novel berjalan lagi setelah hiatus selama berbulan-bulan 😭 saya hampir nyerah lanjutin ini novel saking buntunya, tapi diri memaksa untuk lanjut karena novel ini nyaris selesai. Mungkin cuma tinggal beberapa Chapter lagi.
Terimakasih yang masih nungguin cerita ini walaupun saya tau cerita ini makin kurang peminatnya tapi saya tetap dalam pendirian untuk selesaiin ini novel.
Note: Chapter belum di revisi, apabila ada kesalahan, mohon diberitahu 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]
Romance[TAHAP REVISI] Asbia Zillyna, menjadi salah satu karyawan yang di PHK di sebuah perusahaan produk kosmetik. Sementara mencari pekerjaan lain, dia di tugaskan untuk mengantar dan menjemput adik laki-lakinya di agensi perfilm-an. Dan tanpa sengaja, di...