Selama diperjalanan pulang, Zilly tak henti-hentinya mengumpat didalam hati. Dia kesal, sangat-sangat kesal pada Jehan. Laki-laki itu seolah tak menyesali perbuatan yang telah ia lakukan, bahkan tanpa berpikir dia meminta Zilly untuk menikah dengannya.
Zilly kesal pada pihak kepolisian. Jehan adalah bukti terkuat dan seharusnya dimasukkan ke penjara dengan hukuman paling tidak dua puluh tahun. Tapi mereka malah melepaskannya, membuat laki-laki itu secara bebas berkeliaran. Seandainya Zilly punya bukti lebih kuat, dia akan mati-matian mendorong Jehan masuk ke penjara. Sayangnya, asumsi Zilly hanyalah bukti lemah yang tidak menjamin apa-apa.
"Nona, dimana saya harus berhenti?" Zilly tersentak dari lamunan. Taxi sudah memasuki komplek perumahannya, Zilly menunjuk sebuah rumah dengan.... sebuah Maybach hitam terparkir didepan rumahnya. Lagi.
Rise. Kenapa dia masih ada disini?
Zilly turun dari Taxi setelah mengucapkan terimakasih dan membayar. Begitu dia berbalik, sesosok Rise yang sudah menunggu kedatangan Zilly sedari tadi buru-buru menghampirinya dengan ekspresi khawatir.
"Kamu ... apakah kamu tidak apa-apa?" Rise memutari tubuh Zilly memeriksa dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Ekspresi Zilly dipenuhi kebingungan, dengan perasaan dongkol dia mengambil satu langkah mundur untuk menghindari Rise. Alisnya berkerut tidak senang saat dia bertanya: "apa yang kamu lakukan?"
"Aku khawatir terjadi sesuatu padamu."
"Aku baik-baik saja."
"Tapiㅡ"
"Tsk! Jangan membuatku kesal, aku sangat lelah, biarkan aku pergi." Zilly mendorong tubuh Rise kesamping dan berjalan masuk melewatinya.
"Bibi!" Rengga memekik kesenangan saat Zilly baru saja masuk, Rengga buru-buru bangkit dari sofa lalu berlari ke arah Zilly dengan kedua tangan terbuka.
Zilly menjejalkan sepatunya ke dalam rak sepatu disamping pintu lalu meraih tubuh mungil itu untuk digendong. Dibelakangnya, Rise mengekori Zilly ke sofa dan mendudukkan dirinya disamping. Zilly meliriknya dengan alis bertaut, "kenapa kamu masih disini?"
"Hanya ... main?"
"Bibi, Paman lais membelikan eis klim untuk lengga." Bocah mungil itu mengadu.
Ah, Zilly melupakan janjinya. Gara-gara merasa dongkol sepanjang jalan, Zilly sampai melupakan Ice cream untuk keponakannya.
"Terimakasih," ucapnya pada Rise.
"Hm, sama-sama. Aku tahu kamu akan melupakannya, jadi aku sudah membelikannya lebih dulu."
Zilly memutar bola matanya malas. Dan kembali mengalihkan pandangannya pada sang keponakan yang sangat nyaman bersandar didadanya. "Sayang, apakah kamu sudah mandi?"
"Eng? Tidak, tidak. Lengga tidak ingin mandi." Bola mata jernihnya menatap Zilly dengan ekspresi memohon. Tapi tentu saja ekspresi seperti ini tidak akan mempan pada Zilly yang sangat menjaga kebersihan tubuh.
"Aha! Jadi kita harus mandi." Saat Zilly akan bangkit untuk membawa keponakannya mandi, tangan mungil itu buru-buru menarik sweater Rise dengan erat dan menggeleng kencang menolak ajakannya.
"Tidak! Tidak! Lengga tidak ingin. Paman, paman!"
Rengga meronta, mencoba melarikan diri dari Zilly dan berpindah ke tubuh Rise. Dia merentangkan tangan dengan mata berkaca-kaca menatap Rise memohon pertolongan.
"Lepaskan Rengga, kamu harus mandi atau monster bau akan menculikmu."
"Tidak! Tidak!"
"Rengga, dengarkan Bibi."
KAMU SEDANG MEMBACA
RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]
Romance[TAHAP REVISI] Asbia Zillyna, menjadi salah satu karyawan yang di PHK di sebuah perusahaan produk kosmetik. Sementara mencari pekerjaan lain, dia di tugaskan untuk mengantar dan menjemput adik laki-lakinya di agensi perfilm-an. Dan tanpa sengaja, di...