Chapter 30

253 12 0
                                    

"Zilly,"

"Ooh, setelah melakukan hal-hal yang buruk, kamu masih ingat padanya?"

Rise yang antusias dan mengira Zilly akan datang mendadak melemaskan tubuhnya ketika sosok Bhira berdiri dihadapannya dengan kedua tangan terlipat didepan dada. Matanya menatap garang ke arah Rise, menyudutkannya dengan ekspresi galak.

Rise kembali menjatuhkan dirinya diatas kursi. Dengan lemas menenggelamkan wajahnya dibalik lipatan tangan diatas meja. Dia sedang tidak ingin berdebat, kepalanya sudah pusing karena mabuk, kondisi mentalnya sudah sangat buruk akhir-akhir ini dan sekarang harus mendengar celotehan Bhira. Rise benar-benar butuh ketenangan.

Bhira mendengus kesal karena di abaikan. Sudah sangat sulit baginya untuk membantu Oshep mencari bukti untuk melenyapkan berita hoax tersebut sehingga dia tidak sempat menjenguk sahabatnya itu. Bibi Nani dan Paman Tar sudah sangat menderita karena ulahnya, jika bukan karena permintaan orang tua itu untuk bersikap baik pada Rise, mungkin Bhira benar-benar akan memberikan sedikit pelajaran padanya untuk membuatnya jera.

"Kamu mengabaikanku?"

"Rara, aku benar-benar tidak ingin berdebat denganmu. Kepalaku sangat pusing." Suaranya teredam dibalik meja. Dia bahkan tidak mengangkat kepalanya untuk berbicara pada Bhira.

Bhira menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kesal. Dia mengeluarkan telepon genggam dari tas lalu menghubungi seseorang yang langsung ia suruh datang untuk membersihkan apartemen yang telah terlibat kekacauan sejak beberapa hari terakhir. Oshep berjalan mendekat setelah Bhira memutuskan panggilan dengan petugas cleaning service.

"Maaf merepotkanmu. Sebelumnya aku juga sudah berencana untuk memanggil petugas untuk membersihkan kekacauan ini." Kata Oshep tidak enak hati. Dia menggaruk tengkuknya dengan sedikit malu. Seharusnya Oshep yang merawat Rise karena dia adalah manajernya. Sekarang dia malah merepotkan orang lain untuk membantu aktornya.

Bhira tersenyum kecil dan menjawab, "Tidak masalah. Aku melakukan ini untuknya, dia sudah seperti saudara bagiku." Di akhir kalimat, Bhira melirik Rise yang masih setia menyembunyikan wajahnya. Bhira menghela napas dengan kasar sebelum menepuk lengan Rise untuk membangunkannya.

"Bangunlah, kamu harus mandi."

Rise menggeliat, namun tidak mengatakan apa-apa. Bhira melirik nasi goreng dihadapannya, uap mengepul diudara seolah itu baru saja dimasak. "Morise, kamu harus makan. Cepatlah!"

"Aku ingin bir." Jawab Rise terus terang.

Dahi alis berkerut tidak senang, dia menoleh ke arah Oshep yang hanya berdiri disana dengan kebingungan. Melihat Bhira mencurigainya, Oshep buru-buru menjelaskan, "Aku tidak tahu darimana dia mendapatkan minuman itu. Sebelumnya dia benar-benar tidak menyentuh alkohol sama sekali. Ketika aku datang aku melihat beberapa botol kosong didepannya dan aku benar-benar tidak tahu darimana dia mendapatkannya."

Setelah mendengar penjelasan Oshep, Bhira tak bisa menyangkal bahwa Rise sepertinya benar-benar sangat stres dengan permasalahan yang menimpanya saat ini. Bhira telah mengenal Rise bertahun-tahun, selama ini Rise tidak menyentuh sedikitpun alkohol meski penampilannya tidak menjamin. Jika saat ini dia melampiaskan emosinya dengan mabuk, maka itu benar-benar sesuatu yang serius sehingga Bhira takut Rise akan melakukan hal yang buruk jika dia sendirian.

"Berikan aku birㅡhic!"

"Lupakan, jangan minum lagi. Ayo makan kemudian mandi. Kamu benar-benar tidak boleh menyakiti dirimu sejauh ini." Bhira menepuk lengannya lagi untuk mendesak.

Rise cegukan, lalu setelah sekian lama dia mengangkat wajahnya dengan kedua mata terpejam. "Aku ingin bir, tolong belikan aku bir."

Bhira berdecak kesal, kemudian dia berbalik untuk berbicara lagi pada Oshep. "Apa aku bisa meminta bantuanmu?"

RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang