Langit cerah, matahari sangat terang. Zilly duduk dibawah pepohonan dengan punggung bersandar. Matanya menyipit tatkala memperhatikan Zilian yang tengah duduk di halaman belakang bersama Kakek Ari untuk menjalani pengobatannya. Dari jauh, tidak ada yang aneh seolah mereka sedang membicarakan hal yang serius. Tetapi begitulah pengobatan yang Kakek Ari lakukan, membantu pengobatan dengan memahami pasien.
Pada awal pengobatan, Zilly menemani Zilian dan duduk bersama. Kakek Ari hanya membicarakan masalah-masalah keseharian untuk membawa Zilian mengikuti arus. Ketika dia mulai tidak sadar, saat itu pula Kakek Ari menyempilkan pertanyaan-pertanyaan sensitif sehingga Zilian hanya akan berbicara seperti air mengalir. Namun tetap saja dihari pertama pengobatan itu, tubuh Zilian gemetar karena takut. Dia bahkan menangis dan memeluk Zilly dengan erat seolah semua kejadian itu kembali terulang.
Zilly merasa sangat marah didalam hatinya. Dia merasa benci bahkan jijik kepada Rise. Dia berharap polisi bisa menangkap Rise setelah kasus itu viral disetiap stasiun televisi yang ditayangkan. Semoga saja si pedofil itu membusuk dipenjara seumur hidupnya.
"Melamun?" Suara Reon membuyarkan lamunan Zilly. Perempuan itu menoleh kesamping dan mendapati Reon telah kembali dari mengembala. Dahinya berpeluh, pakaian desanya basah karena keringat. Laki-laki berkulit tan itu duduk dengan jarak beberapa jengkal dari Zilly sembari mengipas-ngipasi wajahnya dengan kerah berlengan panjang karena kepanasan.
"Apa yang sedang kamu fikirkan?" Tanya Reon sambil memandang lurus ke arah Kakek Ari dan Zilian. "Bagaimana keadaan Zilian saat ini?"
"Sudah lebih baik. Satu minggu adalah waktu yang cukup untuk memperbaiki mentalnya."
Tidak terasa waktu berlalu sangat cepat. Mereka sudah berada ditempat itu selama satu minggu tanpa ponsel tentunya. Zilly tak lagi berhubungan dengan dunia maya setelah menyimpan ponselnya didalam laci. Dia hanya akan benar-benar fokus mengobati Zilian yang trauma. Terlepas dari apa yang sedang terjadi dikota, dia hanya benar-benar ingin fokus pada pengobatan Zilian dan ketenangan hatinya.
Lebih baik hidup seperti ini. Zilly tidak akan memikirkan masalah apapun yang membuatnya terluka, hidup ditengah-tengah desa dan bersatu dengan alam adalah suasana terbaik yang Zilly miliki. Belum lagi Rengga yang begitu menyukai tempat ini karena memiliki teman sehingga dia lupa akan Zidny ataupun Rafa.
Reon memperhatikan wajah Zilly dari samping. Dia menatapnya lama sebelum dengan serius bertanya, "Lalu, bagaimana denganmu?"
Zilly melirik Reon dengan kedua alis terangkat. "Maksudmu?"
"Apakah kamu baik-baik saja?"
Pertanyaan Reon lantas membuat alis Zilly semakin berkerut. Dia tidak tahu kemana arah pembicaraan yang Reon beberkan. Dia menatapnya selama dua detik sebelum Reon kembali menjelaskan, "Akhir-akhir kamu terlihat seolah sedang melepaskan beban dari pundakmu. Yah, maksudku itu bagus. Tapi entah mengapa kamu terlihat seperti sedang menanggung beban sendirian."
Zilly mengulum senyum kecil saat dia menunduk dan mengambil selembar daun yang berguguran diatas rumput untuk sekedar dirobek-robeknya menjadi potongan kecil. "Hanya .... sedikit tertekan. Zilian sudah lama tidak memiliki prilaku itu, dia selalu hidup dalam senyuman selama beberapa tahun terakhir. Melihatnya seperti ini membuatku merasa sangat khawatir."
Itu bukan kebohongan meskipun dia berbohong tentang permasalahan yang terjadi dibalik jatuhnya Zilian ke titik waktu itu. Reon menurunkan kelopak mata, merasa sedikit iba.
"Tentu saja itu beban. Tidak ada yang menginginkan hal seperti itu terjadi kepada diri sendiri atau keluarga." Reon berkomentar, dia membaringkan tubuh dan melipat kedua tangannya dibelakang kepala untuk dijadikan bantal. Sinar matahari dari celah di antara dedaunan menyinari tubuhnya, memproyeksikan bintik-bintik kecil melingkar. "Kondisinya sudah mulai sedikit membaik, dia mulai bisa berinteraksi dengan semua orang tanpa perlu ditemani. Sepertinya kalian akan langsung kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]
Romance[TAHAP REVISI] Asbia Zillyna, menjadi salah satu karyawan yang di PHK di sebuah perusahaan produk kosmetik. Sementara mencari pekerjaan lain, dia di tugaskan untuk mengantar dan menjemput adik laki-lakinya di agensi perfilm-an. Dan tanpa sengaja, di...