The end of Gentala Kyra Story, last Chapter. 6.1K words.
*
*
I hate the times I had with you
Siapa yang pergi dan yang ditinggalkan, sekarang semua tergantung perspektif. Untuk menguliti patah hati itu, perasaan itu harus ditumpahkan semua sampai luka itu terlihat lantas baru bisa disembuhkan pulih.
*
Gentala melangkah masuk ke rumah yang sudah seperti rumahnya sendiri itu, setiap sudutnya sudah ia hapal, seperti halnya Genta ke si pemiliknya.
"Genta?"
Tanpa ada bunyi langkah kaki mendekat, Genta yang sedang minum di depan kulkas dikejutkan suara Sandra, yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Dengan piama, rambut panjang tergerai kusut, wajah bangun tidur yang pucat dan mata sembab.
Seperti setiap sudut rumah ini, ada satu hal yang juga Genta paham betul meski tak pernah benar-benar sengaja dicoba memahaminya. Secara natural, seperti lembar buku yang tiap hari ditatapnya, mau tak mau Genta tahu apa isi tulisannya.
"Kamu masih sakit?" tanyanya langsung, mengambil beberapa langkah mendekat dan mendaratkan tangan di kening Sandra yang hanya diam menatapnya datar—cenderung lelah.
Kamu.
Panggilan yang baru dua minggu mereka setujui, Genta dan Sandra sepakat untuk mencoba lebih 'manis' memanggil satu sama lain. Sekalian sebagai tanda keduanya sudah melewati satu tingkat lebih serius dalam hubungan.
Setidaknya ada hal kecil yang berubah diantara mereka—pikir Sandra.
Gentala dan Sandra sudah sedari kecil bersama, menjadikan hubungan mereka terasa 'tua' dan rentan jenuh. Perubahan besar yang mereka saling saksikan hanyalah saat keduanya tumbuh dari bocah ke remaja dan saat Genta hari itu akhirnya mengajak untuk melompati status 'persahabatan' diantara mereka.
Setelahnya, dua tahun berlalu, hari ke hari terasa sama. Genta masih seperti sahabatnya, masih selalu ada saat Sandra butuh. Bedanya keduanya tidak perlu memikirkan batas apapun lagi saat saling menyentuh.
Anehnya adalah semenjak dua minggu lalu, apapun perubahan yang dilakukan Genta, terlihat menakutkan bagi Sandra.
Sandra sempat menyebut soal firasat buruknya tepat sebelum acara pertunangan itu, yang ditepis Genta dengan alasan dirinya hanya kebanyakan fikiran karena kurang tidur. Faktanya hal yang paling tidak mungkin bagi Sandra untuk merusak malamnya, malah terjadi.
"Gue berani sumpah San, gue nggak ngundang Kyra. Gue bahkan nggak pernah kontakan sama dia dari sebelum kita jadian. Itu gerombolan teman-teman yang gue ceritain itu, nah itu bang Jesse sama pacarnya juga. Disebelahnya itu Kenzo Hartono, dia kayanya yang ngajak Kyra."
Setelahnya malam itu, dengan Sandra dan keputusan paling dewasa yang pernah dibuatnya—yang tentu berujung ke ketakutan yang makin parah. Yaitu memberi izin ke Genta untuk membicarakan entah hal apa yang tersisa diantara keduanya.
Seperti sebuah fakta yang membuat dadanya sakit, jika masih ada yang harus dibicarakan, artinya sesuatu memang tidak pernah selesai antara Gentala dan perempuan itu.
Sandra bukan tipe yang dewasa, bukan juga yang kekanakan, hanya saja jika itu soal Gentala—emosinya akan bercampur aduk berantakan. Dua tahun mengelak dari kemungkinan dan bersikeras percaya bahwa mereka sudah mutlak bersama, seketika semuanya goyah lagi saat perempuan bernama Kyra itu tertangkap terlihat sedih mencuri tatap ke Genta-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors : A day in Velvet
FanfictionStories of Batara, Jesse, Jiwa, Kenzo and Gentala.. in their own colors.