a/n : Where you at Jesse-Aira's shipper?!
Enjoy guise!!!!
*
*
Loving you's just getting harder and harder to do
Cause my head says no but my phone keeps calling you.
Sekujur tubuh yang terasa dingin bekas keringat yang mengering ditiup angin malam, dari atas rooftop bangunan minimarket tapat di sebelah aula latihan tempat Jesse dari siang menghabiskan waktu.
Duduk di satu-satunya bangku kayu yang berada di rooftop yang kosong, menatap pekatnya langit malam namun belum segelap rasa hampa dan kekosongan pahit di dada Jesse Williams saat itu.
Tangannya memegang ponsel yang baru saja dimatikannya dengan segenap paksaan melawan kepala dan hati yang bersikeras untuk mengirim panggilan pada satu nama. Tangan satunya lagi mengapit sepuntung rokok yang menyala, yang mungkin baru beberapa kali mampir dibibir, sisanya habis dibiarkan terbakar, dihisap dan ditiup angin.
Jika saja tidak ada dua benda -ponsel dan rokok- itu memenuhi kedua tangannya, mungkin tangan itu sudah mencengkeram bagian dadanya yang berdenyut sakit.
Kata-kata yang diucapkannya beberapa hari lalu yang harusnya memang sengaja untuk melukai gadis itu, malah sekarang berbalik meremuk-remuk bagian hati Jesse saat mengingatnya.
*
"Let me walk you to your door, Ra."
Aira, duduk disebelahnya, bergeming. Bahkan semenjak satu jam lalu dipertengahan perjalanan pulang mereka dari Puncak, gadis itu mendadak diam setelah satu pesan masuk dibacanya.
Dan mobil Jesse sudah tepat berada di gerbang tinggi beberapa meter dari rumah super mewah bak istana, yang bahkan belum sekalipun pernah terbuka sebelum dirinya benar-benar pergi seusai mengantar Aira.
Namun malam itu, Aira tampak rapuh dan murung, jadi bukan tanpa sebab Jesse berniat ingin mengantar gadis itu sampai depan pintu rumahnya—dengan secercah harapan mungkin akan bertemu salah seorang keluarganya.
Hari itu Aira tampak bahagia dalam keluarga besar pihak ibu tiri Jesse, ditengah-tengah acara keluarganya, Aira malah lebih nyaman bercengkrama dibanding dirinya. Dan hal itu membuat Jesse berandai-andai, hatinya menghangat, dan benaknya serta merta menyusun sebuah masa depan manis.
Dengan Aira tentunya, keluarganya, akan lebih baik lagi ditambah keluarga Aira.
"No, it's okay Jesse. Aku jalan sendiri aja, sampai sini aja," katanya dengan gerakan lesu ingin membuka pintu mobil, tanpa sedikitpun memberi lirikan pada Jesse disebelahnya.
Gerakannya kalah cepat dengan Jesse yang mengunci pintu, barulah Aira membalikkan tubuh menghadap wajah penuh harap yang paling merisaukan hatinya.
"Jesse, please? Aku capek," pintanya memohon.
"Makanya, telfon orang rumah kamu minta bukain gerbang, aku anter sampai dalam," balas Jesse dengan intonasi lembutnya, sebisa mungkin meyakinkan Aira bahwa dengan diantar sampai gerbang tidak serta merta akan merubah status 'teman' diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors : A day in Velvet
FanfictionStories of Batara, Jesse, Jiwa, Kenzo and Gentala.. in their own colors.